1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Keuntungan Ganda Pertanian dengan Tenaga Surya

12 Agustus 2021

Teknologi baru ramah lingkungan bakal merambah dunia pertanian: agrovoltaik. Inilah pertanian yang memanfaatkan teknologi tenaga surya. Terutama berkembang di Asia, sekarang mulai dikembangkan di Jerman.

https://p.dw.com/p/3yqbr
Fabian Karthaus di lahan pertanian agrovoltaik-nya
Fabian Karthaus di lahan pertanian agrovoltaik-nyaFoto: Gero Rueter/DW

Fabian Karthaus tumbuh dengan energi matahari. "Ayah saya membangun sistem fotovoltaik pertama di atap gudang, dan Anda bisa melihatnya bekerja," katanya.

Petani berusia 33 tahun ini memiliki dua sistem tenaga surya. Salah satunya untuk perkebunan beri. Lima tahun lalu, dia mengambil alih pertanian ayahnya dekat kota Paderborn. Tapi insinyur listrik yang biasanya bekerja sebagai manajer produk elektronik ini harus memperluas lahannya. "Saya tidak bisa memberi makan keluarga hanya dengan penghasilan dari 80 hektar kacang-kacangan, biji-bijian, lobak, dan tanaman jagung," katanya.

Panas dan kekeringan juga menyebabkan penurunan hasil pertanian yang signifikan selama beberapa tahun terakhir. "Saya dan istri saya mulai berpikir tentang bagaimana kami dapat terus mengoperasikan pertanian ini," kata Fabian. Lahirlah ide untuk menanam buah beri di bawah atap surya l tembus cahaya.

"Kami memikirkan jenis beri mana yang cocok. Blueberry dan raspberry adalah tanaman hutan, jadi itu berfungsi dengan sangat baik," tambahnya.

Fabian Karthaus, petani agrovoltaik
Atap perkebunan dari panel suryaFoto: Gero Rueter/DW

Energi hijau untuk pertanian

Panen pertama dari bibit tahun lalu sangat baik. Tetapi Fabian Karthaus menduga bahwa modul-modulnya dapat meningkatkan hasil di bawah bayangan sinar matahari. Panas terik yang makin sering muncul sekarang memang makin menjadi masalah bagi tanaman, bahkan di Jerman yang dikenal lebih sering bercuaca dingin.

Modul suryanya yang dipasang Fabian Karthaus di atap rumah tanamannya mengurangi penguapan dan dengan demikian juga menghemat air. "Kami pernah mengukurnya. Penguapannya sekitar seperempat dibandingkan dengan tanaman di lapangan terbuka," jelasnya.

Tentu saja modul panel surya juga menghasilkan menyediakan listrik. Dengan daya 750 kilowatt, sistem ini bisa menghasilkan sekitar 640.000 kilowatt jam per tahun, yang setara dengan kebutuhan listrik 160 rumah tangga.

Karthaus menerima sekitar 6 sen euro, atau sekitar 1.000 rupiah untuk setiap kWh yang dia suplai ke dalam jaringan listrik umum. Sebagian dari tenaga surya dia gunakan sendiri untuk mengoperasikan sistem pendinginan dan pengeringannya.

"Ini adalah situasi win-win untuk semua orang. Kita dapat menghasilkan energi hijau secara lokal dan terdesentralisasi," kata Fabian Karthaus.

Perkebunan agrovoltaik di Cina
Perkebunan agrovoltaik di CinaFoto: Lin Shanchuan/Photoshot/picture alliance

Potensi besar agrovoltaik

Di Jerman, metode pertanian tenaga surya ini berfungsi baik baik untuk buah-buahan lunak seperti apel, kentang, dan produk sayuran seperti tomat dan mentimun. Di wilayah lain, mungkin desain modul yang berbeda yang lebih cocok. Tapi potensi besar pertanian yang lazim disebut agrovoltaik ini sudah diakui di mana-mana, selain di Eropa ada juga di Mali, Gambia, dan Cile, tetapi sebagian besarnya berada di Asia.

Pabrik terbesar agrovoltaik di dunia, dengan kapasitas sekitar 1.000 megawatt dengan lahan mencakup 20 kilometer persegi ada di tepi Gurun Gobi di Cina. Di Jepang, sudah ada lebih dari 2.000 sistem agrovoltaik.

Fabian Karthaus berencana memperluas ladang suryanya di masa depan. Saat ini, lahan agrovoltaiknya masih di bawah 0,4 hektar. "Saya ingin memperluas ini sampai 8 atau 10 hektar," ujarnya. Tapi untuk itu, dia masih harus bersabar. Karena di Jerman, belum banyak petani yang melakukan agrovoltaik.

(hp/rap)