Kodok dan Katak: Amfibi Yang Terancam
Kodok dan Katak serta hewan amfibi lain selalu berada di bawah ancaman kerusakan habitat, penggunaan pestisida besar-besaran, perubahan iklim dan sejenis jamur yang merusak kulit mereka.
Dulu Banyak, Sekarang Terancam
Katak bermata merah yang tinggal di sungai, Duellmanohyla uranochroa, menjadi simbol amfibi yang terancam. Katak yang aktif di malam hari ini dulu banyak ditemukan di Costa Rica dan Panama. Sekarang jumlahnya makin berkurang karena hilangnya habitat dan penyakit akibat jamur.
Mengapa Semakin Berkurang?
Chytridiomycota adalah pembunuh amfibi paling berbahaya sedunia. Jamur itu merusak kulit katak, yang juga berfungsi sebagai organ pernapasan. Jamur itu meluas dan mematikan banyak spesies, termasuk katak jenis Atelopus ini.
Melayang ke Masa Depan Yang Tak Jelas
Kodok terbang seperti ini di Panama, terkenal akibat loncatan jarak jauhnya di cabang-cabang pohon hutan tropis. Tetapi haenbitat mereka terancam pembalakan hutan. Bersama deforestasi dan kekeringan, pembalakan hutan mgancam amfibi di dunia. Perubahan iklim dan penggunaan pestisida yang berlebihan juga mengancam banyak spesies.
Kodok Pemberi Petunjuk
Amfibi dianggap bisa jadi indikasi bagus akan sehat atau tidaknya Bumi. Karena mereka menyerap zat-zat dari air dan udara. Sehingga mereka lebih sensitif daripada binatang lain. Jadi mereka juga disebut "burung kenari di tambang." Artinya, mereka bisa memberikan peringatan dini akan kerusakan lingkungan.
Manusia Perlu Kodok dan Katak
Kodok, katak, berbagai jenis salamander dan amfibi jenis sesilia, memegang peranan penting dalam rantai makanan. Mereka memakan serangga, kemudian dimakan ular, burung, bahkan manusia. Lewat riset medis, banyak amfibi diketahui memproduksi zat kimia yang berguna bagi manusia. Katak yang tampak pada gambar memproduksi racun yang dibubuhkan pada panah oleh penduduk asli.
Spesies Baru
Ketika banyak populasi amfibi terancam atau bahkan punah, banyak spesies baru ditemukan. Tahun lalu, katak berwarna kuning, yang bisa menyebabkan jari berwarna kuning jika menyentuhnya, ditemukan di pegunungan Panama barat oleh pakar biologi Andreas Hertz. Nama ilmiah katak itu: Diasporus Citrinobapheus.
Bahtera Amfibi
Ilmuwan yang mengkhususkan diri pada amfibi dan reptil disebut pakar herpetologi. Andreas Hertz adalah pakar herpetologi yang memiliki misi mendokumentasikan amfibi langka di Amerika Latin. Sejak 2007, dikembangkan sebuah proyek penyelamatan global bernama "Bahtera Amfibi".
Ditemukan Kembali di Israel
Jenis kodok dari rawa Hula di Israel diduga punah enam dasawarsa terakhir, sampai seekor di antaranya ditemukan melompat di jalanan di Israel utara tahun 2011. Sejak itu, ditemukan lebih banyak lagi. Diperkirakan hingga 200 hidup di lembah Hula. Sebagai organisme yang mempertahankan ciri-cirinya selama jutaan tahun, kodok ini dianggap "fosil hidup."
Beragam dan Memukau
Walaupun jadi sasaran perdagangan ilegal, kodok berwarna merah ini tetap termasuk kategori "least concern" (tidak terlalu mengkhawatirkan) pada daftar IUCN (International Union for Conservation of Nature). Kodok ini hanya berukuran 2,5 cm dan ditemukan di Costa Rica, Nicaragua, Panama dan Puerto Rico. Racun kodok ini tidak terlalu berbahaya dibanding dari kodok lainnya.
Amfibi tanpa Paru-Paru
Kodok berkepala pipih yang bernama ilmiah "Barbourula Kalimantanensis" adalah salah satu jenis kodok dan salamander yang tidak punya paru-paru. Jenis kodok yang terancam punah itu bernapas sepenuhnya lewat kulit. Mereka hidup di sungai-sungai deras di Kalimantan, dan terancam polusi serta racun akibat penambangan emas ilegal.