UE Usul Pengenaan Tarif Biodiesel Indonesia Hingga 18 Persen
25 Juli 2019EU beralasan pengenaan tarif ini adalah untuk melawan apa yang mereka anggap sebagai subsidi yang tidak adil. Kontroversi terkait hal ini telah berlangsung selama tujuh tahun.
Pengenaan bea ini akan menjadi pukulan ganda bagi produsen biodiesel Indonesia setelah Uni Eropa memutuskan pada bulan Maret lalu bahwa minyak sawit tidak boleh lagi dianggap sebagai minyak yang ramah lingkungan dan karenanya tidak bisa digolongkan sebagai bahan bakar yang terbarukan.
Pada Desember 2018, komisi yang mengkoordinasikan kebijakan perdagangan untuk 28 negara anggota Uni Eropa ini, telah melakukan penyelidikan antisubsidi menyusul adanya keluhan dari Dewan Biodiesel Eropa.
Eksekutif Uni Eropa mengatakan ada bukti bahwa produsen di Indonesia mendapat manfaat dari subsidi pemerintah dalam bentuk pembiayaan ekspor, keringanan pajak dan penyediaan minyak kelapa sawit dengan harga yang sangat rendah.
Lawan balik
Menanggapi hal ini pihak berwenang Indonesia mengatakan akan melawan rencana pengenaan bea masuk dan akan mengoordinasikan tanggapan mereka dengan perusahaan dan asosiasi biodiesel Indonesia, kata seorang pejabat senior di Kementrian Perdagangan RI.
"Perusahaan-perusahaan (sawit) saat ini berusaha membantah perhitungan yang diusulkan dari Uni Eropa yang batas waktunya hingga Jumat (26/07)," ujar Pradnyawati, Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan.
Ketua asosiasi produsen bahan bakar nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor, mengatakan tuduhan UE "sama sekali tidak benar."
"Kami, perusahaan minyak sawit Indonesia, percaya bahwa kami tidak pernah menerima subsidi dari pemerintah," ujar Parulian. “Pinjaman yang kami terima berdasarkan pada skema komersial dan kami membayar pajak sesuai peraturan.”
ae/hp (Reuters)