Kontroversi Situs "Virtual Embassy" AS Untuk Iran
8 Desember 2011Tepat pukul 17:15 hari Selasa (07/12), Kementrian Luar Negeri Amerika Serikat mempublikasikan sebuah pesan pada laman Facebook-nya yang berbahasa Farsi: "Janji telah dipenuhi! Tunggu kabar berikut.“
Kisahnya berawal dua bulan lalu ketika dalam sebuah wawancara, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton menyatakan, akan menyampaikan pesan virtual pada rakyat Iran.
Pesan di laman Facebook itu berkaitan langsung dengan janji Clinton. Amerika tidak memiliki perwakilan diplomatik tetap di Iran, sejak sejumlah warga AS disandera seputar 1979 dan kedutaannya di Teheran diserbu.
"Kini, 30 tahun berselang, kemajuan teknologi komunikasi berpeluang meningkatkan saling pengertian," begitu ungkap Clinton dalam sebuah pesan video di internet. Diharapkan, apa yang ia sebut sebagai "Virtual Embassy" atau "Perwakilan Virtual" akan memungkinkan warga Iran dan Amerika untuk berkomunikasi satu sama lain "secara terbuka, tanpa rasa takut“.
"Bisa Diblokir, Tak Perlu diduduki“
Situs Facebook berbahasa Inggris dan Farsi itu memberikan informasi kepada rakyat Iran. Dalam beberapa jam setelah peluncurannya, ribuan pengguna internet menandainya dengan jempol ke atas. Berita tentang "Perwakilan Virtual" itu segera tersebar. Komentar tentangnya berbeda-beda. Farshad dari Teheran menuliskan, "Bagus! Perwakilan ini tidak perlu diduduki, tinggal di bloki.r“
Nyatanya upaya untuk membuka arus komunikasi itu tak bertahan lama. Situs internet itu dengan cepat diblokir oleh Iran. Hal ini tak mengherankan. Di pihak lain, pengguna internet di Iran memiliki banyak jalan untuk mengelak sensor.
Kuatir Akan Serangan Cyber Pemerintah Iran
Sima, seorang pengguna Facebook dari Iran bertanya, "Seberapa jauh Perwakilan Virtual ini bisa dipercaya?" Banyak orang di Iran menguatirkan serangan cyber dari pemerintahnya. Mereka takut dimata-matai dan didata identitasnya. Berkomunikasi dengan pemerintah AS di laman internet bisa membahayakan mereka.
Bersamaan dengan peluncuran situs Facebook itu, juru bicara Kementrian Luar Negeri AS, Alan Eyre, tampil dalam sebuah video di internet. Ia meminta masukan dan kritik dari para penggunanya.
Dalam wawancara dengan Deutsche Welle, Alan Eyre menggambarkan situs itu sebagai kesempatan bagi rakyat Iran untuk berkomunikasi, meningkatkan transparensi dan menjalin pengertian antara pemerintah AS dan rakyat Iran. Tambahnya, tugas-tugas klasik sebuah perwakilan diplomatik tidak dilakukan.
Terancam Gagal
Portal baru itu antara lain menjelaskan politik Iran yang dijalankan pemerintah AS. Selain itu memberikan informasi mengenai persyaratan visa untuk berkunjung ke Amerika Serikat dan memungkinkan pertukaran pendapat melalui jaringan sosial.
Di pihak lain, untuk mengurus ijin kunjungan, penduduk Iran masih harus melakukannya di Kedutaan Amerika Serikat yang berada di negara tetangga. Dalam hal ini tidak akan ada banyak perubahan. Tanggapan sinis datang dari seorang pegiat facebook bernama Samira, "Oh sebuah Perwakilan Virtual di alam maya! Apa yang bisa kami lakukan dengan kebahagian besar yang dilimpahkan ini?"
Namun bagi pemerintah Iran, tampaknya sekedar bertukar pendapat saja sudah berbahaya.
Amerika Serikat kontan dituding campur tangan dalam urusan dalam negeri. Beberapa anggota parlemen Iran pun mengecam situs itu sebagai upaya spionase.
Juru bicara parlemen Ali Larijani melihat adanya komplotan "lobby Yahudi" di balik peluncuran situs itu. Iapun menegaskan, rencana itu akan gagal.
Alireza, seorang pegiat Facebook lainnya mengomentari perkembangan ini secara sarkastis. Tulisnya, "Para siswa revolusi tercinta, berikanlah jawaban segera atas penghinaan ini! Serang komputer Anda! Pertama hancurkan monitornya, kemudian lemparkan dari jendela!"
Shabnam Nourian/Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk