Koperasi Bantu Perempuan Aceh Hidup Mandiri
8 Maret 2015Khairani tak jengah menebar senyum di tengah karung beras, kecap botol dan kardus mie instan yang ia jajakan. Terkadang suaminya Sudirman datang membantu. "Sebenarnya di Aceh berbeda. Para lelaki yang biasanya kasih perintah," ujarnya.
Perempuan berusia 30 tahun itu tidak sendirian. Bersama perempuan lain di desa Pulot, ia mendirikan koperasi simpan pinjam 2007 lalu. Kini anggotanya sudah berjumlah ratusan. Berbekal uang pinjaman dari koperasi, perempuan di sekitar Pulot merambah berbagai macam bisnis, mulai dari layanan penjahitan hingga peternakan bebek.
"Belum pernah ada yang gagal bayar kreditnya," kata Hamida, salah seorang pengelola kooperasi. Faktor terbesar adalah tekanan sosial, katanya. "Perempuan merasa sangat malu kalau tidak mampu bayar. Lebih malu daripada laki-laki."
Gerakan perempuan semacam ini belum banyak ditemui di Aceh.
Mandiri Tanpa Pinjaman Bank
Perempuan Pulot membiasakan diri membaca Al-Quran ketika berkumpul membahas kooperasi. Baru setelahnya mereka mengumpulkan agunan. Mereka yang telat membayar mendapat celotehan tak sedap atau disambangi ke rumah.
"Laki-laki di sini tidak boleh (meminjam)" kata Nur Faidah, 28 tahun. "Mereka cuma bisa menanamkan uang dan kami mengelolanya." Laki-laki, katanya, mendapat kredit dari bank swasta. Sebaliknya buat perempuan lebih sulit, karena jumlah yang mereka butuhkan terlalu sedikit.
Tidak sedikit perempuan Pulot yang mengalami kesulitan dengan keuangannya, menghadiri penyuluhan tentang bagaimana mengelola keuangan pribadi, kata Mark Nonkes dari World Vision.
Dampak Positif
Lembaga Swadaya itu juga mendidik ketua kelompok dalam hal manajemen dan akutansi. Sementara pemerintah Aceh ikut membantu dengan menyediakan gedung. Salah satu dampak positif dari gerakan perempuan Pulot adalah perbaikan kondisi keuangan masyarakat. Kini banyak keluarga yang mampu menyekolahkan anaknya hingga ke bangku kuliah berkat usaha yang ditopang koperasi, kata Nonkes.
Perempuan Pulot bahkan berkisah tentang kekerasan rumah tangga yang berkurang, "pemukulan atau penganiayaan sudah banyak berkurang," kata Khairani. Dulu seorang perempuan desa Pulot dipukul suaminya hingga tuli tanpa bisa berbuat apapun.
"Kini perempuan berani meninggalkan suami jika mereka memukul. Selama ini perempuan takut pergi karena nanti tidak dapat uang lagi dari suami. Sekarang mereka sudah bisa mandiri", ujarnya sembari tersenyum.
rzn/hp (dpa,afp)