Korban Tewas Banjir 39 Orang, Tanggap Bencana Korsel Disorot
17 Juli 2023Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk-yeol pada hari Senin (17/07) mengungkapkan penyesalannya terhadap kegagalan pihak berwenang dalam memenuhi aturan tanggap bencana.
Jumlah korban tewas akibat hujan lebat selama berhari-hari itu terus bertambah menjadi 39 orang, termasuk belasan korban yang ditemukan tewas di terowongan bawah tanah yang terendam banjir.
Terowongan bawah tanah mematikan
Hujan telah mengguyur wilayah tengah dan selatan negara itu sejak Kamis (13/07) pekan lalu, karena musim hujan yang dimulai pada akhir Juni itu kini mencapai puncaknya. Kementerian Dalam Negeri Korea Selatan juga telah melaporkan sebanyak sembilan orang hilang dan 34 orang lainnya terluka.
Setidaknya 12 kasus kematian, termasuk tiga jenazah yang ditemukan semalam (16/07), terjadi di sebuah terowongan bawah tanah di pusat Kota Cheongju, di mana 16 kendaraan terendam banjir bandang pada hari Sabtu (15/07) setelah tanggul sungai jebol. Sembilan orang lainnya dilaporkan luka-luka.
Insiden itu memicu pertanyaan mengenai upaya pemerintah Korea Selatan dalam mencegah dan menanggapi bencana banjir tersebut. Beberapa pengemudi menyalahkan pemerintah yang tidak melarang akses ke terowongan bawah tanah tersebut, meskipun prediksi banjir telah diperkirakan terjadi di seluruh penjuru negeri.
Menurut media Yonhap, pihak polisi mengatakan akan melakukan investigasi terkait bencana banjir fatal yang terjadi di terowongan bawah tanah di Cheongju.
Penanganan tanggap bencana yang buruk
Banjir telah merenggut puluhan nyawa sepanjang musim hujan kali ini, karena pola cuaca yang menjadi semakin ekstrem.
Presiden Yoon yang baru saja kembali dari kunjungan luar negerinya pada hari Senin (17/07), segera mengadakan pertemuan antarlembaga berwenang, terkait penanganan tanggap bencana di negaranya. Yoon mengatakan bahwa situasinya kini menjadi lebih buruk, karena manajemen di daerah-daerah rentan bencana juga masih buruk.
"Kami telah berulang kali menekankan pengendalian akses ke daerah rawan bahaya dan evakuasi pencegahan sejak tahun lalu, tetapi jika prinsip-prinsip dasar tanggap bencana itu tidak dipatuhi, maka akan sulit untuk memastikan keselamatan publik," ujar Yoon dalam pertemuan tersebut.
Yoon meminta pihak berwenang untuk melakukan upaya terbaik dalam menyelamatkan korban. Presiden Korsel itu juga berjanji untuk terus mendukung tindakan pemulihan, termasuk keluarga yang terkena dampak bencana, dan menetapkan daerah yang dilanda banjir kali ini sebagai zona bencana khusus.
Hal itu dia sampaikan menjelang rencana kunjungannya ke Gyeongsang Utara yang dilanda banjir pada hari Senin (17/07). Yoon menambahkan bahwa "peristiwa cuaca ekstrem seperti ini akan menjadi hal yang biasa, kita harus menerima bahwa perubahan iklim sedang terjadi, dan harus menghadapinya."
Perubahan iklim yang terasa nyata
Gagasan bahwa cuaca ekstrem yang terkait dengan perubahan iklim itu "merupakan anomali yang tidak dapat dihindari dan harus benar-benar diperbaiki," kata Yoon, seraya menyerukan "tekad yang luar biasa" untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan respon pemerintah.
Korea Selatan akan "mengerahkan seluruh sumber daya yang tersedia", termasuk kekuatan militer dan polisi Korsel untuk membantu upaya penyelamatan, tambah Yoon.
"Musim hujan belum berakhir, dan perkiraannya kini akan ada hujan lebat lagi besok," ungkap Yoon.
Mayoritas korban, termasuk 19 korban tewas dan delapan korban hilang, berasal dari Gyeongsang Utara yang sebagian besar disebabkan oleh bencana tanah longsor di daerah pegunungan, yang telah menimbun puluhan rumah berpenghuni.
Beberapa lainnya juga dilaporkan hilang terhanyut, saat sebuah sungai meluap di provinsi itu, lapor kementerian dalam negeri Korsel.
Imbauan untuk tetap berada di dalam rumah
Badan Meteorologi Korea Selatan memperkirakan akan ada lebih banyak hujan lebat hingga hari Rabu (19/07) mendatang dan mendesak masyarakat untuk "menahan diri agar tidak keluar rumah".
Korsel secara teratur kerap dilanda banjir saat musim panas. Namun, negara di semenanjung Korea itu biasanya siap menghadapi banjir dan jumlah korban jiwanya juga relatif rendah.
Para ilmuwan mengatakan bahwa perubahan iklim membuat peristiwa cuaca di seluruh dunia menjadi lebih ekstrem dan lebih sering terjadi.
Tahun lalu, banjir dan curah hujan lebat di Korea Selatan dianggap telah memecahkan rekor dan menewaskan lebih dari 11 orang, termasuk tiga korban yang terjebak di apartemen bawah tanah di Seoul, yang menjadi terkenal secara internasional akibat film Korea pemenang Oscar "Parasite".
Pemerintah juga mengatakan pada saat itu bahwa banjir tahun 2022 merupakan curah hujan tertinggi, menurut pencatatan cuaca di Seoul sejak 115 tahun yang lalu.
kp/ha (Reuters, AP)