Kritik terhadap pembatasan pemerintah Indonesia bagi relawan dan pasukan asing di Aceh
13 Januari 2005Harian Tageszeitung – Taz di Berlin berkomentar, militer Indonesia berusaha menguasai kembali propinsi Aceh. Kami kutip ulasan harian ini....
Pernyataan Panglima TNI Endiriartono Sutarto bahwa pasukan asing yang terlibat aksi bantuan di Aceh harus dikawal oleh TNI didasarkan pada kemungkinan serangan GAM terhadap orang asing guna menarik perhatian internasional. Namun sebaliknya GAM memperingatkan terhadap kehadiran kelompok Islam radikal yang dapat diperalat oleh TNI.
Suratkabar Frankfurter Allgemeine Zeitung dalam artikel panjang lebar antara lain mengutip Bambang Harymurti, pemimpin redaksi majalah tempo....
Pendukung SBY berkomentar, bencana tsunami menyelamatkan presiden. Sebaliknya para pengritiknya mengatakan, kini terlihat kelemahan SBY. Menurut pemimpin redaksi majalah Tempo, Bambang Harymurti, presiden telah mengambil beberapa keputusan yang tepat. Meski ditentang kuat oleh tokoh-tokoh militer dan politik, SBY bersikeras membuka propinsi Aceh untuk wartawan, relawan dan pasukan asing. Harymurti juga menilai sebagai sukses bahwa KTT tsunami diselenggarakan di Jakarta dan diorganisir secara profesional.
Namun di hari-hari belakangan orang mulai meragukan kebijakan SBY. FAZ selanjutnya mengulas kritik terhadap kepemimpinan Yudhoyono .....
Keputusan pemerintah , orang asing hanya dapat bebas beroperasi di kota banda Aceh dan Meulaboh dengan izin militer menimbulkan kecurigaan di kalangan relawan asing bahwa pemerintah hendak menutup lagi wilayah Aceh. Diperkuat dengan pernyataan panglima TNI Endriartono Sutarto bahwa pembrontak GAM dapat menyerang konvoi bantuan, dan TNI harus melindungi orang asing. Kekuatiran itu selama ini tidak terbukti. Juga pernyataan Endriartono bahwa ia menawarkan gencatan senjata kepada pimpinan GAM di pengasingan di Swedia, namun ditolak, dibantah oleh GAM. Luar negeri mencurigai pemerintah Indonesia bermain kotor. Jusuf Wanandi dari Center for Strategic and International Studies tidak menuduh SBY bermain licik, hanya menilai sikapnya sebagai tidak tegas. Menurut Wanandi, satu hari setelah tsunami SBY harus segera mengerahkan militer ke Aceh. Tetapi ia ragu. Bukan dia, malah Wapresnya Jusuf Kalla diserahkan tugas koordinasi aksi bantuan. Yudhoyono memang seorang organisator dan bukan pemimpin. Bahwa wapresnya berhasil dipilih sebagai ketua Golkar memang merupakan sukses bagi presiden , namun berarti kegagalan bagi demokrasi muda.
Harian Swiss Neue Zürcher Zeitung menganggap TNI telah melewatkan peluang baik bagi perdamaian di Aceh. Komentar harian ini .....
Seandainya TNI dengan sekuat tenaga ikut dalam aksi bantuan di Aceh, akan memperbaiki citranya di mata rakyat Aceh yang selama ini memandangnya sebagai pasukan pendudukan yang brutal . Juga Presiden Yudhoyono dengan reaksinya yang lamban dan argumentasinya yang tidak meyakinkan tidak lulus dalam ujian berat pertama. Banyak relawan lokal berkesimpulan TNI rupanya hanya mementingkan dua hal: mengawasi aksi bantuan asing , dan mencegah bantuan itu mengalir ke tangan pembrontak GAM atau simpatisannya di kalangan penduduk sipil .
Harian Austria Salzburger Nachrichten dalam komentarnya menulis, pasukan asing hendaknya tetap berada di Aceh...
TNI yang oleh rakyat Aceh dipandang sebagai pasukan pendudukan dan dibenci karena brutal dan korup. Rupanya tidak mau berunding melainkan hendak melanjutkan penindasannya. Hal ini namun tidak mungkin di depan mata organisasi bantuan apalagi di depan mata pasukan asing. Mungkin saja bisa terjadi serangan terhadap relawan asing. Namun siapa pun pelakunya, satu hal pasti, TNI akan menuduh GAM. Penundaan dan pengurangan utang untuk pemerintah Indonesia tidak ada manfaatnya bagi para korban tsunami. Disamping bantuan finansial rakyat Aceh terutama menghendaki pengaruh internasional terhadap pemerintah dan kelompok garis keras TNI. Bagi rakyat lebih baik apabila pasukan asing untuk sementara tetap hadir di Aceh sebagai missi perdamaian.
Harian konservatif Die Presse di Wina tidak dapat mengerti sikap pemerintah Indonesia...
Pudarlah optimisme yang timbul bagi kemungkinan tercapainya perdamaian di Aceh. Bencana sebesar apa lagi harus terjadi , untuk tidak mengecewakan harapan akan perdamaian.