1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

070609 Libanon Wahlen

7 Juni 2009

Pemilihan parlemen di Lebanon. Penduduk yang berulangkali mengalami krisis, mengharapkan berlanjutnya stabilitas di negara yang tahun lalu hampir terjerumus dalam perang saudara.

https://p.dw.com/p/I5CK
Antrian panjang di depan TPS di ZahleFoto: AP

Beirut, ibu kota Lebanon, jarang sekali kelihatan begitu santai. Banyak orang yang menikmati hari menjelang pemilihan umum di kafe terbuka yang menghadap lautan luas. Kawasan pemukiman kaum Shiah di Beirut Selatan juga tampak tenang. Sebuah kota tanpa macet dan juga tanpa kampanye. Ini telah berakhir Jumat (05/06) malam.

Sejak pukul 18 malam hari Sabtu (06/06), semua klab malam, bar dan supermarket harus tutup, karena alasan keamanan. Yang penuh sesak dan hiruk pikuk hanyalah lapangan udara. Empat juta warga Lebanon menetap di dalam negeri. Warga Lebanon di luar negeri jumlahnya lima kali lipat, dan banyak yang pulang untuk pemilu. Suara sumbang menyebutnya "jual-beli suara“.

Pesta demokrasi?

"Pemilihan ini tidak demokratis“, begitu kata Carmen Geha dari Perserikatan untuk Pemilihan yang Demokratis di Lebanon (LADE). Disebutkannya “Tidak ada surat suara yang resmi dari pemerintahan. Setiap partai membagikan surat suara masing-masing. Tidak ada sistim pemilihan dari luar negeri. Kandidat atau representasi perempuan hanya 1,7 persen. Carmen Geha mengatakan ”Tahun ini kami mulai melihat beberapa perubahan dan saya pikir ada perubahan. Perubahan dalam budaya kami. Perubahan yang kecil memang, tapi suatu perubahan”.

Symbolbild Wahlen in Libanon
Foto: AP

Dalam pemilihan ini, ada kemungkinan untuk menyampaikan keluhan. Tampaknya ini bakal sangat diperlukan. Pasalnya, kursi parlemen sudah hampir semuanya terbagi. Warga Lebanon tidak memilih berdasarkan partai, melainkan berdasarkan agama dan kekerabatan. Dalam pemilihan terakhir, koalisi kelompok Sunni yang dipimpin Saad Hariri berada di atas angin.

Tahun ini, koalisi Hariri yang didukung oleh negara-negara Barat serta negara Arab moderat ini tampaknya akan menang lagi. Saad Hariri pun tampak yakin: "Kami akan menang. Insya Allah, begitu yang selalu kami ucapkan. Apabila Hisbullah menang, akan ada konsekuensi serius bagi negara kami. Saya akan masuk ke oposisi. Begitulah dalam sebuah demokrasi.“

Peta kekuatan

Hisbullah, kekuatan militer terbesar di Lebanon belakangan semakin berpengaruh. Antara lain, karena perlawanannya terhadap Israel serta keberhasilannya memulangkan para tahanan dari musuh bebuyutan itu. Tapi lebih dari itu, organisasi Shiah ini memang bukan sekedar sebuah kelompok teror seperti yang sering dibayangkan di Barat. Organisasi Hisbullah duduk dalam pemerintahan. Selain itu berperan aktif secara sosial, mengisi kegagalan-kegagalan pemerintah.

Tahun ini, peluang Hisbullah untuk menang semakin besar, karena mendapat dukungan dari Michel Aoun, seorang tokoh beragama Kristen. Namun bagaimana penilaian mantan jendral itu sebenarnya mengenai peluang kelompok Islam?

Michel Aoun zurück in Libanon
Pendukung Michael Aoun dengan bendera LebanonFoto: AP

Menurut Michel Aoun: "Itu hanya hipotesa. Yang jelas kesatuan bangsa Lebanon berada di atas kepentingan politik suatu pihak. Saya tidak memecah belah kelompok Kristen, karena mereka menuruti pendapat saya. Kita lihat saja, apakah nanti akan terjadi perpecahan. Atau apakah setelah pemilu, kelompok minoritas akan terdesak hilang tergeser mayoritas yang kuat. Ini kan demokrasi.“

Dalam pemilihan parlemen Lebanon, suara kaum Kristen yang sepertiga dari populasi itu sangat menentukan. Sementara Hisbullah tampak berhati-hati. Mereka tampil dengan jumlah kandidat yang lebih sedikit daripada para mitranya. Berbeda dengan Hamas di Palestina, pemimpin Hisbullah tak ingin terisolasi dari Barat. Melainkan, mau mendapatkan pengakuan.

Di Lebanon, tak ada seorangpun bisa memerintah sendirian. Karenanya Hisbullah mempromosikan kelanjutan pemerintahan kesatuan. Namun kali ini di bawah pimpinan kandidat Hisbullah, Ali Fayyed. Menurut Fayyed: “Kami perkirakan akan bisa meraih suara mayoritas. Namun karena kami tidak begitu besar, maka mungkin akan mendapatkan empat sampai enam mandat. Pemilihan ini tidak akan menimbulkan perubahan dramatis. Saya pikir pemerintah baru, serta politiknya nanti akan moderat.“

Harapan besar

Warga Lebanon yang berulang kali mengalami krisis harap-harap cemas. Tahun lalu, Lebanon terancam perang saudara. Ini teratasi dengan pembentukan pemerintahan kesatuan. Kali ini tampaknya para politisi akan harus menerima sebuah koalisi besar, bila ingin menjaga ketenangan. Meskipun hal itu, berarti kemenangan simbolis bagi kelompok Hisbullah

Bagi Carmen Geha dari Perserikatan untuk Pemilihan yang Demokratis di Lebanon (LADE) penjagaan sekitar ribuan pasukan keamanan yang dikerahkan membuat dirinya merasa tenang. Bagaimanapun juga, pemilu hanya berlangsung selama satu hari saja dan karena itulah, LADE berharap, bahwa segala permasalahan yang muncul disampaikan kepada instansi yang berwenang. Agar kemudian, betul-betul bisa diselesaikan dengan damai.

Ulrich Leidholdt/Edith Koesomawiria
Editor: Ziphora Eka Robina