Libanon Hadapi Kemelut Politik
23 November 2007Libanon berada dalam krisis politik yang paling parah sejak 15 tahun perang saudara. Tidak ada yang yakin krisis itu dapat diredam dengan pemilihan presiden. Berdasarkan konstitusi, parlemen di Beirut Jumat ini (23/11) memiliki peluang terakhir memilih presiden pengganti Emile Lahoud yang pro Suriah. Masa jabatan Lahoud akan berakhir Jumat tengah malam (24/11) waktu Beirut.
Sejak berbulan-bulan lamanya kubu oposisi yang pro Suriah dan pemerintah yang pro Barat berupaya menemukan kompromi. Tapi semua upaya perundingan yang ditengahi juru runding internasional, khususnya penengahan Prancis, tidak membuahkan hasil. Pemimpin gereja Kristen Maronit, Uskup Agung Sfeir, mengajukan enam kandidat presiden, karena syarat kandidat presiden Libanon adalah orang yang beragama Kristen Maronit. Tapi tampaknya dari nama-nama tersebut, tidak ada satu pun yang akan diambil sebagai calon.
Kepada jaringan penyiaran Jerman ARD, Menteri Ahmad Fatfat yang pro barat mengatakan:
“Saya pikir pada akhirnya akan tercapai penyelesaian. Jika tidak, kami akan memilih presiden dari pihak mayoritas. Itu akan lebih baik daripada tidak punya presiden sama sekali. Jika kursi presiden dibiarkan kosong, akan sangat berbahaya.”
Politisi dari kedua kubu yang bertikai, sejak Kamis (22/11) sama-sama menyatakan tidak yakin bahwa pemilihan presiden benar-benar dapat dilaksanakan Jumat ini (23/11). Perundingan antara oposisi dan pemerintah macet jauh melampaui masalah pemilihan presiden. Pemilihan presiden baru ada artinya, jika kedua pihak, misalnya, setuju untuk membentuk pemerintahan persatuan atau mencapai kesepakatan untuk menerapkan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam satu tema, mereka tampaknya sepakat. Kedua pihak memerlukan lebih banyak waktu untuk memecahkan masalah, beberapa hari atau bahkan beberapa pekan lagi.
Apa yang terjadi jika pemilihan tidak jadi dilaksanakan hingga Jumat tengah malam? Ibrahim Musawi, pemimpin redaksi harian Libanon yang pro Hisbullah, al Inteqat, mengatakan:
"Presiden saat ini Emile Lahoud memiliki hak konstitusional untuk mengambil semua kemungkinan untuk memastikan stabilitas dan keamanan negara. Dia dapat membentuk pemerintahan peralihan atau dewan militer. Militer ada di mana-mana. Saya kira, mungkin sekitar pukul 11 malam nanti presiden mengeluarkan keputusan mengenai hal ini.“
Lahoud pernah menyatakan bahwa jika belum ada pengganti presiden, dia akan menyerahkan kewenangan presiden kepada panglima militer. Dalam situasi krisis seperti ini, militer hadir secara nyata. Puluhan ribu serdadu saat ini berada di Beirut dan memblokir seluruh kawasan kota seluas 4000 kilometer persegi. Jika tidak terpilih presiden baru, banyak warga Libanon, dengan alasan keamanan, tidak keberatan menerima pemerintahan militer di bawah Jenderal Suleiman. Berapa lama pemerintahan militer tersebut berkuasa, sangat tergantung dari kesepakatan yang dicapai pemerintah dan oposisi di Beirut.