Libya Miliki Pemimpin Baru
2 November 2011Senin (31/10) Libya memilih perdana menteri baru. Seorang akademisi bidang teknik elektro lulusan Amerika Serikat terpilih sebagai kepala pemerintahan baru Libya. Meskipun kurang memiliki pengalaman politik, Abdurrahim El-Keib memperoleh 26 dari 51 suara dalam Dewan Transisi Nasional.
"Saya memiliki kepercayaan besar terhadap warga Libya, kepada kolega-kolega saya di Dewan Transisi Nasional Libya. Saya memiliki kepercayaan besar pada fakta bahwa kami tinggal di sebuah negara yang memiliki sumber daya besar, yang masih belum terkuras meskipun itu sudah terkuras ke jalan yang salah. Saya optimis, saya berharap dunia dapat menerima kami sebagai kekuatan positif baru di panggung dunia. Saya percaya kepada Tuhan dan semua faktor yang sudah saya sebutkan. Jadi saya penuh harapan," dikatakan pria yang lahir di Tripoli tahun 1950 dan pernah mengajar sebagai profesor jurusan teknik elektro antara lain di Universitas Alabama Amerika Serikat .
El-Keib memiliki tugas membentuk pemerintahan dalam waktu dua pekan, yang kemudian akan menyusun undang-undang baru dan mempersiapkan pemilihan umum.
Terpilihnya El-Keib dipandang sebagai isyarat, bahwa penguasa baru Libya pasca tewasnya Muammar al-Gaddafi mencari kepala pemerintahan baru yang dapat diterima pihak Barat maupun oleh penduduk Libya dan tidak memiliki hubungan dengan rezim lama.
Sementara itu, Dewan Keamanan PBB menyerukan kepada Libya dan negara tetangganya untuk mencegah penyebaran senjata milik bekas mantan penguasa Libya Muammar al Gaddafi. Dalam resolusi yang disahkan dengan suara bulat Senin (31/10), Dewan Keamanan PBB juga meminta Libya memenuhi kesepakatan yang ditandatangani Gaddafi untuk menghancurkan senjata kimianya.
Resolusi 2017 yang diusulkan Rusia itu menyerukan pemimpin Libya dan negara-negara yang berbatasan dengannya mengambil langkah-langkah penting untuk mengatasi penyebaran segala bentuk senjata. Resolusi itu juga menekankan bahaya bahwa senjata-senjata yang masih ada di negara itu dari persediaan senjata Gaddafi dapat jatuh ke kelompok teroris seperti Al Qaida di kawasan Magribi.
DW/Reuters/AFP/Dyan Kostermans Editor: Hendra Pasuhuk