Lobi "Hawkish" di ASEAN
18 Januari 2013Pemerintahan baru Jepang memberi sinyal tegas ke arah Beijing. Hanya sesaat setelah terpilih, partai LDP yang berkuasa mengajukan rencana kenaikan anggaran militer. Kenaikan anggaran itu akan menjadi yang pertama setelah satu dekade terakhir.
Tak hanya itu, Jepang kini bersama-sama Amerika sedang merevisi pedoman kerjasama pertahanan. Ini adalah yang pertama setelah 15 tahun. Pasca Perang Dunia II, Jepang terikat perjanjian pasifis dengan Amerika Serikat yang membatasi negara matahari terbit itu mengembangkan kekuatan atau kemampuan agresif dalam bidang militer.
Sengketa wilayah dengan Cina menjadi salah satu faktor yang membuat Jepang di bawah Perdana Menteri Abe yang karena pandangannya yang “keras“ atas Cina dijuluki Hawkish, kini mulai mengambil ancang-ancang, antara lain dengan melobi negara ASEAN termasuk Indonesia.
Kedatangan Saudara Tua
Tahun 1930-an, Jepang datang ke Asia Tenggara sebagai “saudara tua“ yang mengulurkan tangan untuk membebaskan negara di kawasan itu dari kolonialisme barat.
Januari 2013, Shinzo Abe datang ke Asia Tenggara, saat beberapa negara di kawasan itu terlibat sengketa dengan Cina. Dia memulai tur dari Vietnam yang kini sedang berselisih dengan Cina terkait Laut Cina Selatan.
“Shinzo Abe punya profil yang keras terhadap Cina, dan kunjungan ke Asia Tenggara mencerminkan itu“ kata Bantarto Bandoro, ahli hubungan internasional dari CSIS kepada Deutsche Welle.
“Kunjungan Perdana Menteri Abe bisa jadi akan dimanfaatkan untuk membangun sentimen mendukung Jepang dalam konflik menghadapi Cina. Sekaligus juga membendung Cina dalam konflik Laut Cina Selatan.“
Hari Jumat (18/01) Perdana Menteri Abe akan mengakhiri tur Asia Tenggara-nya di Jakarta. “Indonesia ibarat entitas seksi yang banyak dilirik oleh kekuatan besar seperti Amerika, Cina dan Jepang,“ kata Bantarto Bandoro. Karena itulah mereka datang untuk melobi.
Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi paling impresif, dan sekaligus negara paling demokratis di kawasan. Selain itu, Indonesia juga berperan dalam menciptakan stabilitas kawasan.
Atas dasar itulah para pemimpin dunia memberikan apresiasi termasuk dalam bentuk kunjungan, kata Michael Tene, Juru Bicara Luar Negeri Indonesia kepada Deutsche Welle sambil mengingatkan bahwa “Indonesia berperan penting dalam membantu penyelesaian konflik kawasan antara Thailand dan Kamboja terkait perbatasan, dan juga soal sengketa Laut Cina Selatan.“
Namun Michael Tene mengingatkan bahwa prinsip diplomasi luar negeri Indonesia adalah: million friends, zero enemy.
Indonesia tidak melihat hubungan dengan negara lain lewat cara pandang zero sum game: kalau kita punya hubungan baik dengan Jepang bukan berarti hubungan dengan negara lain yang berkonflik dengan Jepang harus menurun, kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Indonesia.
Pusat Pertempuran Diplomasi
“Bukti menunjukkan bahwa Asia Tenggara kini menjadi medan pertempuran diplomasi baru,“ kata Bantarto Bandoro sambil menambahkan bahwa keputusan Abe menempatkan Asia Tenggara sebagai tujuan kunjungan pertama setelah terpilih, menunjukkan pergeseran haluan diplomasi Jepang.
Pengamat luar negeri Philips J. Vermonte juga menilai bahwa Asia Tenggara kini menjadi sasaran lobi kekuatan besar. Meski ASEAN adalah entitas yang netral, tapi para anggotanya tidak bisa lepas dari lobi.
“Singapura, Philipina dan Thailand relatif lebih dekat dengan Amerika” kata Philips sambil menambahkan bahwa di lain pihak “Myanmar, Laos, dan Kamboja dekat dengan Cina ”. Hanya Indonesia dan Malaysia yang relatif menampilkan politik lebih netral.
Cina, kata Philips, membangun pengaruh di kawasan ASEAN lewat proyek pembangunan infrastruktur di negara seperti Kamboja dan Laos. “Cina juga melobi Indonesia dengan memberikan bantuan keuangan untuk proyek pembangunan infrastruktur serta menawarkan kerjasama militer“ kata Philips.
Sementara lobi Amerika, kata Philips, biasanya diberikan dalam bentuk bantuan dana pembangunan lewat IMF atau Bank Dunia.
Jepang dikenal sebagai sekutu tradisional Asia Tenggara. Negeri matahari terbit itu menjadi salah satu pendorong kemajuan ekonomi lewat berbagai investasinya di negara-negara yang ada di kawasan, kata Michael Tene.
Kini, Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi paling dinamis dunia. Tentu saja Jepang tidak ingin melewatkan kesempatan itu, sambil memperkuat hubungan politik untuk mengimbangi Cina yang belakangan juga mulai aktif membangun lobi.
“Jepang kini semakin sadar bahwa Asia Tenggara terlalu penting untuk diabaikan,“ pungkas Bantarto Bandoro.