Mahkamah Austria: Larangan Cadar Tidak Diskriminatif
12 Juli 2016Dalam keputusannya, Mahkamah Agung Austria (OGH) menyebutkan jika pemakaian busana membatasi komunikasi, maka majikan dapat secara legal memberhentikan mereka. Demikian dilansir dari the Independent.
Keputusan itu dibuat setelah muncul kasus seorang perempuan yang mengenakan busana Muslim, Abaya dan kerudung dipecat setelah dia mengatakan kepada bosnya dia ingin memakai penutup wajah.
Ucapan diskriminatif
Selain menggugat bahwa pemecatan itu dianggapnya tidak adil, perempuan itu mengatakan majikannya membuat pernyataan diskriminatif tentang dia karena pakaian Islami-nya. Sang atasan itu dilaporkan mengatakan bahwa dia melakukan "eksperimen dengan pakaian etnis" dan dia mengenakan busana "samaran".
Dikutip dari the Local, sebuah pengadilan yang lebih rendah sebelumnya memutuskan bahwa perempuan itu kemungkinan mengalami didiskriminasi, tapi kasus ini memerlukan klarifikasi lebih lanjut. Oleh sebab itu kasus berlanjut ke Mahkamah Tinggi OGH.
Membayar denda
Pengadilan menilai meskipun komentar tersebut dianggap diskriminatif, namun pelarangan mengenakan jilbab tidak termasuk dalam ranah diskriminasi, karena pakaian itu memungkinkan keterbatasan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Pengadilan kemudian memutuskan ia menerima sekitar 17,5 juta rupiah dari tuntutannya sekitar 100 juta rupiah.
Hijab menjadi perdebatan sengit di Uni Eropa – dimana banyak negara anggota telah mengesahkan pelaranganya. Negara pertama yang melarang jilbab di tempat umum adalah Prancis. Belgia telah mengikuti larangan itu, dan di Swiss dan Italia aturannya bersifat lokal.