Manga Jadi Ujung Tombak Pertumbuhan Ekonomi Jepang
24 April 2023Penjualan komik manga khas Jepang terus melonjak ke level tertinggi baru, baik di Jepang maupun luar negeri. Ini menandakan kemampuan komik manga dalam beradaptasi dari bentuk yang di masa lalu dianggap sebagai bacaan anak-anak.
Potensi pertumbuhan juga dinilai begitu signifikan sehingga federasi bisnis Jepang, Keidanren, meminta pemerintah untuk mempromosikan manga, anime, dan game sebagai ujung tombak pertumbuhan ekonomi Jepang.
Berdasarkan data statistik yang dirilis pada bulan Maret oleh All Japan Magazine and Book Publishers' and Editors Association, total penjualan manga dalam bentuk buku cetak, komik elektronik, dan majalah meningkat 0,2% pada tahun 2022. Nilainya mencapai sekitar 677 miliar yen (sekitar Rp75 triliun).
Penjualan manga melampaui angka 600 miliar yen untuk pertama kalinya pada tahun 2020 sebagian besar berkat popularitas serial berjudul Demon Slayer. Meski demikian, industri percaya bahwa kenaikan itu juga didorong oleh orang-orang yang membaca lebih banyak di rumah selama pandemi COVID-19.
Penjualan buku cetak manga tetap relatif datar, terhitung sekitar 250 miliar yen secara total. Ini menyusut dari penjualan senilai 335,7 miliar yen yang dilaporkan pada tahun 1995. Meskipun format cetak yang lebih tradisional telah menyusut, penjualan manga sebagai komik elektronik di smartphone atau perangkat seluler lainnya meningkat secara dramatis. Penjualan manga digital melonjak sebesar 8,9% pada tahun 2022.
Di AS, penjualan manga naik 171%
Kisah serupa terjadi di Amerika Serikat, kata Roland Kelts, seorang profesor tamu di departemen studi media dan budaya Universitas Waseda Tokyo. Profesor Roland Kelts adalah juga penulis buku berjudul Japanamerica: Bagaimana Budaya Pop Jepang Menginvasi AS.
"Saya tercengang ketika melihat angka untuk tahun 2020 dan 2021, yang menunjukkan bahwa penjualan manga tahun-ke-tahun di AS naik 171%," kata Profesor Kelts kepada DW. "Itu adalah angka yang mencengangkan, dan angka tersebut menegaskan bahwa pasar novel grafis secara keseluruhan tumbuh jauh lebih cepat daripada pasar standar untuk buku."
Lebih banyak ruang untuk menyimpan buku
Ada perbedaan utama antara pasar Jepang dan AS, dengan penjualan manga cetak di Amerika Utara dalam beberapa tahun terakhir didorong oleh anime yang bisa ditonton konsumen di televisi, termasuk judul terkenal seperti One Piece, Attack on Titan, dan Spy Family, ujar Kelts. Sementara di Jepang, justru seri manga cetak yang populer yang kemudian diadaptasi untuk dijadikan anime.
Menurut Kelts, tren ini juga terjadi karena rata-rata rumah tinggal di Amerika Utara jauh lebih besar daripada tempat tinggal di Jepang. Ini berarti berarti mereka punya lebih banyak ruang untuk menyimpan buku dalam jumlah besar.
Di sisi lain, pembaca di Jepang memperlakukan manga ibarat barang sekali pakai dan meninggalkannya di kereta untuk dibaca orang lain. Namun itu tidak lagi terjadi karena sekarang konsumen lebih sering membaca edisi terbaru manga favorit di ponsel mereka.
Tema mendasar kemanusiaan dalam manga
Makoto Watanabe, profesor media dan komunikasi di Universitas Hokkaido di Sapporo, saat ini membaca ulang seri manga berjudul Full Metal Alchemist, yang pertama kali dia baca saat masih kecil.
"Cerita yang cukup aneh, tetapi ketika Anda menafsirkan tindakan karakter, itu semua tentang persahabatan, cinta, dan mengatakan kebenaran, yang semuanya merupakan tema yang sangat mendasar dan akan beresonansi tanpa memandang usia pembaca," kata Watanabe.
"Saya pikir itulah yang sering membuat manga begitu menarik dan tak lekang waktu; Anda dapat membacanya sebagai seorang anak dan menikmati ceritanya, dan kemudian membacanya kembali dan menemukan cerita baru di dalamnya."
Manga terbukti menjadi cara yang berharga untuk melepaskan diri dari batasan dan kebosanan akibat pandemi, menurut Watanabe, dan tetap menjadi alat pembelajaran yang berharga.
Federasi bisnis Jepang, Keidanren, juga melihat tren ini sebagai mesin penghasil uang yang potensial. Awal bulan ini, federasi bisnis merilis proposal agar pemerintah berfokus pada industri konten sebagai komoditi ekspor utama. Ini termasuk anime, film live-action, program televisi, game komputer, dan musik.
Proposal tersebut meminta pemerintah untuk mendirikan agensi yang didedikasikan untuk mempromosikan industri konten di luar negeri. Selain itu, ada pula ide untuk mempromosikan kunjungan bagi penggemar manga dan anime untuk berkunjung ke lokasi yang berhubungan dengan cerita manga tertentu di seluruh Jepang.
Target penjualan ambisius
Tujuan dari semua proposal ini adalah untuk melipatgandakan penjualan konten Jepang di pasar luar negeri dalam waktu 10 tahun, dari nilai sekitar 5 triliun yen saat ini.
"Lima belas tahun yang lalu, para pemimpin bisnis Jepang mencemooh gagasan bahwa manga dan anime dapat menjadi sektor ekspor yang penting bagi Jepang, tetapi generasi tersebut kini telah pensiun dan digantikan oleh orang-orang yang 'mengerti' manga," menurut Kelts.
Apalagi, Ketua Keidanren yakni Masakazu Tokura juga dikenal sebagai penggemar anime dan manga. Ia pernah mendiskusikan film yang diadaptasi dari manga bola basket berjudul Slam Dunk dengan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol selama kunjungannya baru-baru ini ke Tokyo.
"Tokura menjadi dewasa pada era 1970-an dan 80-an, ketika manga ada di mana-mana di Jepang," kata Kelts. "Faktanya, penjualan manga cetak domestik memuncak pada pertengahan tahun 90-an, jadi dia dan rekan-rekannya tidak punya pandangan buruk terhadap manga seperti yang mungkin dimiliki oleh pendahulunya."
"Saat ini, Jepang adalah pemimpin dunia anime dan manga yang tak tertandingi, dan Keidanren berhak menyebutnya sebagai penggerak ekonomi." ae/yf