Mark Rutte Ambil Alih Kepemimpinan NATO di Masa Sulit
30 September 2024Mark Rutte mengumumkan pada bulan Juli 2023 bahwa ia mengundurkan diri sebagai perdana menteri Belanda dan "pensiun dari politik" setelah koalisi pemerintahannya runtuh akibat perbedaan dalam kebijakan migrasi.
Namun, pada bulan Oktober tahun itu, Rutte tampaknya telah melupakan semua janjinya untuk meninggalkan politik, dengan menandakan minatnya untuk menggantikan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg, yang telah mengumumkan bahwa ia akhirnya akan meninggalkan jabatannya pada bulan September 2024 setelah satu dekade memimpin aliansi tersebut.
Selama berbulan-bulan, Rutte menjalankan kampanye sendirian secara diam-diam untuk memenangkan hati para pemimpin NATO, yang sebagian besar telah ia kenal selama lebih dari 13 tahun sebagai perdana menteri Belanda, dan bekerja berbagai badan internasional. Sejarawan kawakan tersebut merupakan kandidat favorit Presiden AS Joe Biden, serta sebagian besar pemimpin Eropa.
Seorang diplomat mengatakan kepada DW bahwa Rutte dipandang sebagai "Mr.No" di kubu Uni Eropa karena telah menolak rencana reformasi ambisius dan gagasan yang dilontarkan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron. Namun, Rutte memiliki hubungan baik dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz.
Ia juga memiliki hubungan baik dengan Perdana Menteri Italia yang beraliran populis sayap kanan, Giorgia Meloni. Bersama-sama, Rutte dan Meloni telah mengusulkan pemrosesan permohonan suaka di luar Uni Eropa di negara pihak ketiga.
Hongaria bertahan
Namun, butuh waktu lebih lama untuk memenangkan hati Perdana Menteri nasionalis sayap kanan Hongaria, Viktor Orban, yang tidak begitu dekat dengannya.
Rutte harus berjanji kepada Orban bahwa Hongaria tidak harus terlibat dalam kegiatan yang mendukung Ukraina di luar wilayah NATO, selama Rutte memimpin aliansi tersebut. Orban, yang menjalin hubungan baik dengan Rusia, juga telah mengesampingkan pengiriman senjata ke Ukraina.
Politik liberal Rutte dan pandangan tidak liberal Orban sering kali membuat mereka berselisih dalam urusan mereka di dalam UE. Ketika Hongaria mengadopsi undang-undang anti-LGBTQ+ pada tahun 2021, Rutte memberi tahu Orban bahwa ia bebas meninggalkan blok tersebut jika ia tidak setuju dengan kebijakannya.
Kemampuan Rutte yang terkenal dalam menghadapi kesulitan politik telah membuatnya mendapat julukan "Teflon Mark". Kemampuan itu mungkin berguna jika Donald Trump kembali ke Gedung Putih dan kembali mengkritik NATO lagi seperti sebelumnya.
Meskipun ada kecenderungan ini, Rutte dan Trump mengembangkan hubungan yang sangat positif selama masa jabatan pertama Trump sebagai presiden AS, bahkan Trump menyebut Rutte sebagai "teman."
Namun Rutte, sebagai pemimpin negara perdagangan yang bersejarah, menentang keras kebijakan ekonomi proteksionis Trump.
Rutte mendukung persenjataan Ukraina
Tidak seperti Trump, Rutte adalah pendukung setia Ukraina dan telah mengawasi pengiriman senjata berat ke Kyiv, termasuk howitzer dan F-16 Belanda.
Akan tetapi, militer Belanda sendiri kekurangan dana selama masa kekuasaan Rutte. Tahun ini akan menjadi pertama kalinya Belanda akan menghabiskan 2% dari Produk Domestik Brutto (PDB)-nya untuk pertahanan, sejalan dengan target pengeluaran NATO.
Rutte telah lama mengkritik Presiden Rusia Vladimir Putin, terutama karena Rusia secara luas dianggap setidaknya bertanggung jawab sebagian atas jatuhnya penerbangan MH-17 di atas Ukraina timur pada tahun 2014.
Hampir 300 orang, sebagian besar warga negara Belanda, tewas ketika pesawat Malaysia Airlines yang sedang dalam perjalanan dari Amsterdam ke Kuala Lumpur ditembak jatuh oleh yang disimpulkan oleh penyelidik internasional sebagai rudal buatan Rusia yang ditembakkan dari wilayah yang diduduki separatis di timur Ukraina.
Menciptakan konsensus
Rutte berpengalaman dalam mengelola koalisi di Belanda, tetapi sekarang ia memiliki 32 pihak yang harus dilibatkan dalam konsensus yang dibutuhkan untuk semua keputusan NATO.
Mantan juru bicara NATO Oana Lungescu, orang yang paling lama menjabat dalam peran tersebut, yakin ini akan menjadi tantangan terbesar Rutte. "Sekretaris jenderal NATO tidak boleh hanya menjadi sekretaris, tetapi juga seorang jenderal, dalam hal politik, tentunya," tuturnya kepada DW.
"Ia harus menunjukkan kepemimpinan politik yang dibutuhkan untuk mendorong aliansi, karena mencapai konsensus bisa memakan waktu. Bisa jadi berantakan, bisa jadi membuat frustrasi, tetapi penting untuk menunjukkan arah politik dan menunjukkan kemajuan."
Ia menekankan bahwa pengalaman panjang Rutte dalam menyatukan pemerintahan koalisi Belanda yang terpecah belah akan membantunya untuk maju.
Namun, teman-teman Rutte telah mengungkapkan dalam berbagai wawancara bahwa salah satu tantangan lainnya mungkin adalah beradaptasi dengan kehidupan di bawah sorotan NATO.
Sebagai perdana menteri Belanda, ia terkenal bersepeda dari rumahnya yang sederhana di Den Haag ke kantornya. Di Brussels, ia mungkin harus menggunakan sopir untuk pergi ke markas NATO, tetapi Lungescu berharap Rutte akan menemukan waktu untuk bersantai dengan cara yang sama seperti yang dilakukan kedua pendahulunya.
"Jens Stoltenberg dan Anders Fogh Rasmussen sebelumnya juga merupakan pengendara sepeda yang bersemangat," katanya, "jadi Anda terkadang dapat melihat mereka ... di hutan sekitar Brussels atau di tempat lain, memanfaatkan kesempatan untuk bersepeda atau berlari atau berolahraga kapan pun mereka bisa."
Namun, Lungescu mencatat, menjadi kepala NATO berarti harus tunduk pada kebutuhan tertentu yang tidak dapat dihindari dari posisi penting tersebut.
"Ini akan menjadi pilihan yang menarik antara keamanan dan keterbukaan terhadap pihak lain," jelasnya. "Dalam situasi saat ini, saya pikir kita perlu memiliki keduanya."
Diadaptasi dari artikel bahasa Jerman