Mengapa Gen Z dan Milenial di India Merasa Lebih Stres?
9 Februari 2024Meghana AT, seniman teater dari Mumbai, adalah pencipta pertunjukan interaktif "Plan B/C/D/E." Sepanjang pertunjukan, dia berbicara tentang kecemasannya terhadap iklim dan mencoba mencari solusi untuk menghadapi ancaman perubahan iklim bersama penonton.
"Saya senang bertanya kepada para penonton, kapan pertama kali mereka mendengar tentang perubahan iklim… Banyak orang muda seperti saya yang tumbuh dewasa dan selalu mendengar hal ini, sampai-sampai kita tidak ingat kehidupan, di mana kita tidak tahu tentang perubahan iklim. Kita benar-benar tidak pernah mengenal dunia yang tidak berada di ambang jurang bencana."
"Kita mempunyai lebih banyak akses terhadap informasi dan berita dari seluruh dunia. Penting untuk tetap mendapatkan informasi dan bersikap waspada, tapi terkadang hal ini bisa membuat kewalahan,” tambahnya.
Sebuah studi yang dilakukan oleh ICICI Lombard, salah satu perusahaan asuransi umum terbesar di India, menunjukkan bahwa Gen Z dan generasi milenial India jauh lebih rentan terhadap stres dan kecemasan dibandingkan generasi yang lebih tua. Sekitar 77% orang India menunjukkan setidaknya satu gejala stres, dan 30 persen warga India berjuang melawan stres dan kecemasan. Namun generasi muda India, terutama dari kelompok Gen Z, lebih mungkin terkena stres, kecemasan, dan penyakit kronis, kata penelitian tersebut.
Semakin banyak orang perlu bantuan
Mohit, 24 tahun, asal New Delhi, mengatakan kepada DW bahwa banyak rekannya merasa sulit untuk beralih dari dunia perkuliahan ke tahap awal karir mereka. "Sebagian besar perkuliahan saya terjadi pada masa pandemi. Setelah semuanya terbuka kembali, saya tiba-tiba menjadi seorang pekerja profesional,” ujarnya. "Saya juga merasa banyak tempat kerja yang buruk dengan life balance yang buruk. Generasi saya tidak akan tahan dengan hal itu.”
Sentimen ini didukung oleh penelitian yang menunjukkan adanya penurunan kesejahteraan di tempat kerja, terutama pada pekerja perempuan dan Generasi Z. Pandemi ini "telah mengubah tempat kerja secara mendasar, dan para pekerja mengharapkan kesejahteraan mental yang lebih baik,” kata survei tersebut.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
"Ada tekanan untuk menyesuaikan diri dengan budaya hiruk pikuk – di mana generasi muda merasa perlu terus-menerus memaksakan diri,” kata Pratishtha Trivedi Mirza, psikolog klinis senior di organisasi kesehatan mental Amaha, kepada DW. "Ini bermanifestasi sebagai kecemasan, karena merasa tidak berbuat cukup atau tidak mencapai sebanyak yang mereka pikir seharusnya."
"Selain itu, generasi muda juga sering membandingkan diri mereka dengan rekan-rekan atau bahkan idola mereka, selebriti, influencer, orang-orang di industri terkait, dan akhirnya mereka menilai dirinya sendiri secara negatif — yang mengakibatkan masalah rendahnya rasa harga diri."
Sebuah laporan dari Sapien Labs Centre for the Human Brain and Mind di Universitas Krea menyebutkan, sekitar 51% pemuda India (didefinisikan sebagai usia 18-24 tahun) mengalami kesulitan atau tekanan. Laporan tersebut berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari responden yang memiliki akses internet antara April 2020 hingga Agustus 2023. Laporan tersebut juga menunjukkan adanya penurunan kesejahteraan mental selepas pandemi.
"Di usia saya, orang tua saya sudah siap menikah dan berkeluarga. Tapi saya rasa saya belum siap dengan itu. Apa gunanya punya anak? Berita buruk ada di mana-mana, tidak ada yang bisa diharapkan. tentang hal itu," kata Anisha, seorang pelajar berusia 22 tahun dari Bengaluru kepada DW.
Semakin banyak orang perlu bantuan
Masyarakat India semakin sadar akan pentingnya kesehatan mental dan kesejahteraan. Dalam survei tahun 2021 yang dilakukan oleh Live Laugh Love Foundation, sebuah organisasi yang berupaya meningkatkan kesadaran akan kesehatan mental, 92% responden menyatakan bersedia mencari pengobatan untuk diri mereka sendiri atau orang yang mereka kenal, naik dari 54% pada tahun 2018. Meskipun penelitian ini hanya mencakup kota-kota metropolitan, hal ini menunjukkan peningkatan kesadaran secara umum, terutama di kalangan generasi muda.
"Namun, kesadaran ini belum menghasilkan kesehatan mental yang lebih baik bagi generasi muda," kata Mirza. "Meskipun generasi muda lebih mampu mengenali dan memahami masalah kesehatan mental, mereka mungkin tidak menyadari apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya. Ditambah lagi, stigma sosial mengganggu pencarian bantuan yang tepat waktu," katanya. Dia menambahkan bahwa akses terhadap informasi yang kredibel mungkin tidak tersedia untuk semua orang.
"Selain itu, banyak tantangan sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang lebih besar dan berada di luar kendali Gen Z, sehingga menambah tingkat stres mereka," jelas Mirza. "Kesadaran tentang kesehatan mental telah meningkat, dan terdapat sedikit pengurangan dalam stigma mengenai penyakit mental dan pencarian bantuan secara keseluruhan pasca-COVID. Tapi jalan masih panjang," pungkasnya.
(hp/as)