Harga Minyak di Pasaran Dunia Anjlok, Apa Saja Dampaknya?
22 April 2020Harga minyak mentah anjlok di pasaran dunia secara drastis selama beberapa minggu terakhir, terutama akibat pandemi virus corona yang membuat banyak negara harus menerapkan lockdown dan pembatasan kegiatan di luar rumah. Namun bukan itu saja alasannya.
Perpecahan antara negara-negara penghasil minyak yang tergabung dalam OPEC dan negara penghasil minyak lainnya, menambah ketidakpastian dan kepanikan di pasar saham. Selain itu, perdagangan kontrak minyak mentah memang penuh spekulasi dan dipengaruhi kepentingan geopolitik aktor-aktor utama di pasar dunia.
Awal minggu ini, semua faktor-faktor itu saling memengaruhi dan mendorong harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) anjlok ke wilayah minus 30-40 dolar AS per barel, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Apa yang sebenarnya terjadi dan apa saja dampaknya bagi bisnis minyak dan perekonomian global?
Bagaimana harga minyak ditetapkan?
Harga minyak mentah di pasaran dunia didasarkan pada penawaran dan permintaan. Karena wabah corona menghentikan sebagian besar kegiatan ekonomidan kegiatan warga, permintaan minyak turun drastis, dan dengan demikian juga harganya di pasar saham. Perusahaan-perusahaan memesan lebih sedikit bahan bakar minyak, maskapai penerbangan menghentikan pembelian bahan bakar karena pesawat mereka tidak terbang, konsumsi bahan bakar publik juga menciut karena banyak orang yang tinggal di rumah dan tidak menggunakan kendaraan mereka.
Kontrak pembelian minyak di pasaran dunia bermacam-macam. Sebagian transaksi dilakukan untuk masa depan, yang disebut transaksi berjangka, atau futures. Ini adalah jenis kontrak yang memungkinkan pembeli dan penjual menetapkan tanggal tertentu di kemudian hari, saat mana minyak yang dibeli harus dikirimkan oleh penjual kepada pembelinya, dengan harga yang ditetapkan saat transaksi dibuat. Pemegang surat transaksi ini bisa juga memperdagangkan kontrak-kontrak itu di pasar saham.
Mengapa transaksi berjangka membuat kekacauan di pasaran?
Futures di pasar minyak mentah untuk bulan Mei jatuh tempo pada hari Selasa kemarin (21/04). Artinya, setelah tanggal itu transaksi ini tidak bisa diperdagangkan lagi. Ini juga berarti, pihak penjual harus mengirimkan minyak kepada pembelinya.
Yang jadi masalah, tempat-tempat penyimpanan minyak saat ini sudah penuh, karena permintaan minyak sangat minim. Makin sedikit tempat penyimpanan yang tersedia, makin mahal biaya penyimpanannya. Hal inilah yang membuat banyak pemilik futures yang berusaha menjual kontrak itu pada hari-hari terakhir sebelum jatuh tempo, karena ingin keluar dari kontrak dan mencegah pengiriman minyak secara fisik.
Itulah yang terjadi dengan jenis minyak mentah WTI awal minggu ini. Pasar saham dibanjiri penawaran futures untuk bulan Mei karena akan segera jatuh tempo. Akibatnya, harga minyak terus anjlok dan memasuki wilayah minus. Para penjual berebut menawarkan uang kepada mereka yang ingin membeli kontrak itu.
Apakah spekulasi menyebabkan kekacauan itu?
Ya dan tidak - futures bisa menarik bagi spekulan karena mereka pada dasarnya bertaruh pada harga minyak di masa depan. Para spekulan bisa menang dan untung besar, atau juga sebaliknya, kalah dan merugi.
Tetapi banyak perusahaan juga ingin memastikan kegiatan mereka tidak terganggu di masa depan, dan perlu menjamin suplai bahan bakar mereka. Jadi mereka memerlukan transaksi berjangka untuk menjamin proses produksi, bukan untuk berspekulasi.
Hal itu tidak hanya terjadi dengan komoditas minyak mentah, melainkan juga dengan banyak komoditi lain seperti jagung, gandum, kedelai dan kopi. Bagi perusahaan, futures mempermudah perhitungan dan perencanaan biaya untuk beberapa bulan ke depan.
Mengapa hanya minyak mentah WTI yang harganya anjlok sampai minus?
Tidak seperti jenis-jenis lain, jenis minyak mentah WTI terutama disimpan di satu tempat penyimpanan, yaitu di Oklahoma, Amerika Serikat. Inilah fasilitas penyimpanan minyak terbesar di dunia. Semua jaringan pipa WTI mengarah ke tangki-tangki raksasa di kota Cushing.
Tetapi kapasitas penyimpanannya sekarang sudah hampir penuh. Karena itu, harga penyimpanan untuk satu barel minyak di sana terus meningkat. Itulah yang membuat para pemilik transaksi berjangka WTI berebut menjual surat transaksinya.
Mengapa produsen minyak tidak mengentikan saja produksi?
Karakteristik produksi minyak pada umumnya mengandalkan sumur-sumur bor, yang terus mengalirkan minyak sampai sumbernya kering. Secara teknis, sulit untuk menghentikan produksi sumur minyak, terutama karena menyangkut hidraulik yang digunakan. Jika aktivitas penambangan dihentikan, kemungkinan tekanan akan menjadi terlalu rendah sehingga minyak nantinya tidak bisa keluar lagi.
Karena itu, produksi biasanya tidak dihentikan, tetapi kapasitas produksinya saja diturunkan. Namun karena permintaan minyak turun drastis, penyimpanannya menjadi masalah. Saat ini saja, banyak tanker-tanker minyak di lautan dunia yang digunakan sebagai fasilitas penyimpanan terapung.
Apakah harga bensin juga bisa turun sampai nol?
Harga minyak mentah yang jatuh sampai minus, tidak lantas akan membuat harga harian bensin juga turun mendekati nol. Sebab harga bensin di pompa bensin terdiri atas beberapa komponen, termasuk pajak dan bea. Tetapi harga bensin pun akan turun banyak, kecuali kalau harganya diregulasi. Di Jerman misalnya, harga satu liter bensin pada awal tahun ini sekitar 1,40 euro, sekarang turun hampir 30 persen menjadi sekitar 1,10 euro.
Tetapi para konsumen pribadi saat ini juga tidak bisa memetik banyak keuntungan dari penurunan harga itu, karena banyaknya kebijakan lockdown dan pembatasan kegiatan. Jadi kebutuhan bensin bagi pengguna kendaraan pribadi turun drastis.
Apa artinya perkembangan ini bagi perusahaan dan bisnis minyak?
Perusahaan dan bisnis bahan bakar saat ini menghadapi kesulitan besar unnuk bisa bertahan. Selain karena harganya anjlok, masih belum jelas berapa lama situasi krisis pandemi ini akan berlangsung. Di banyak negara, kebijakan lockdown dan pembatasan sosial masih terus berlanjut, dan belum jelas bagaimana kondisi akan dipulihkan secara lambat laun.
Yang mampu bertahan dalam kondisi ini adalah perusahaan-perusahaan raksasa. Sementara perusahaan-perusahaan menengah makin terdesak untuk melakukan penggabungan, membentuk perusahaan yang lebih besar agar mampu menghadapi persaingan. Negara-negara penghasil minyak juga akan terus menghadapi kesulitan dengan anjloknya permintaan bahan bakar global. OPEC dan beberapa negara penghasil minyak baru-baru ini memang memutuskan penyusutan produksi secara besar-besaran, tetapi itu saja tidak cukup untuk mengimbangi turunnya permintaan global.
Kondisi ini bisa memaksa perusahaan-perusahaan besar melalukan PHK massal untuk memotong biaya produksi. Para ahli memperkirakan, perusahaan minyak membutuhkan harga setidaknya 50 dolar AS per barel untuk bisa mendapatkan keuntungan. (hp/as)