Mengapa Pendapatan Berlian Afrika Tidak Sejahterakan Rakyat?
22 Februari 2023Di bagian Afrika yang kaya berlian, pendapatan yang dihasilkan dari ekstraksi mineral tidak banyak meningkatkan kualitas hidup orang-orang yang tinggal di negara tersebut, dengan Botswana sebagai satu-satunya pengecualian. Alih-alih mengangkat masyarakat melalui kekayaan mineral, banyak orang terjebak dalam lingkaran setan eksploitasi dan penyalahgunaan.
DW bertanya kepada orang dalam dan pakar industri berlian mengapa ekstraksi batu permata gagal menghasilkan manfaat sosial ekonomi lokal.
Nama-nama besar mendapat manfaat dari perpecahan
Di Republik Demokratik Kongo, kata Presiden Dewan Berlian Afrika M'Zee Fula Ngenge, ada sejarah konflik yang ditimbulkan oleh "ketamakan yang meluas, pemisahan diri pascakolonial, serta pengikisan atas akuntabilitas sektor publik dan manajemen pemerintah."
Ngenge percaya hanya beberapa orang tertentu yang mendapatkan keuntungan langsung dari kerja keras para penambang, membuat para pekerja nyaris tidak bertahan hidup karena kekuasaan atas mereka terus dikerahkan. Konflik regional tidak hanya menambah percampuran kontrol dan penindasan terlarang ini, tetapi sebenarnya menguntungkan nama-nama besar dalam perdagangan berlian, memungkinkan mereka untuk menetapkan tarif tenaga kerja sesuai dengan seberapa putus asa para penambang untuk menghasilkan uang.
Skenario konflik di Kongo ini serupa di negara-negara Afrika lainnya yang juga memiliki kekayaan mineral yang besar, kata Ngenge, menyoroti bahwa banyak negara di kawasan itu "sengaja menjadi sasaran [oleh industri berlian] karena ketidakstabilan politik dan sosial mereka."
Penambangan berlian ilegal didominasi pihak asing
Yang sama di Kongo, Angola, Mozambik dan banyak negara kaya mineral lainnya di Afrika adalah kenyataan bahwa ada dua pasar untuk eksploitasi sumber daya mineral: ada industri ekstraktif resmi, yang tunduk pada setidaknya beberapa tingkat pengawasan, dan industri gelap, yang didominasi oleh penambang dan sponsor mereka.
Pasar gelap untuk membeli dan menjual batu berharga — terutama intan yang ditambang oleh penambang gelap atau disebut garimpeiro — sebagian besar didominasi oleh pihak asing: Senegal, Cina, Prancis, Eritrea, Guinea, dan Kongo, yang tidak berinvestasi dalam menyejahterakan komunitas lokal.
Ini bahkan tercermin dalam model bisnis mereka: Sebuah sponsor mendistribusikan barang-barang penting ke para garimpeiro untuk kehidupan mereka di hutan, setelah itu nilai barang yang didistribusikan akan dipotong dari hak para garimpeiro saat mereka menjual berlian.
Negara-negara maju menjadi 'buta'
Data dari Dewan Berlian Afrika menunjukkan bahwa dalam kasus berlian kasar asal Afrika yang diselundupkan, diperkirakan 28% hingga 32% pendapatan dari total produksi berlian Afrika hilang. Ngenge mengatakan pendapatan yang hilang ini terutama berkaitan dengan berlian kasar dan alami, tidak berdokumen atau tidak bersertifikat yang diselundupkan ke pusat-pusat berlian utama di luar benua.
"Dalam beberapa kasus, berlian yang diangkut secara ilegal disita dan menjadi milik negara dari negara yang menyitanya,” katanya kepada DW.
"Jadi 'negara maju', seperti yang disebut Paus Fransiskus baru-baru ini, pasti bersalah karena menutup mata, telinga, dan mulut terhadap kelalaian semacam ini," kata Ngenge kepada DW.
Memalsukan asal-usul untuk memanipulasi industri
DW juga berbicara dengan seorang ahli geopolitik berlian, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya sebelum menyoroti beberapa mekanisme pencucian uang di balik perdagangan tersebut.
"Terkadang berlian dicuri dari tambang di Angola dan diangkut ke Kongo, lalu diekspor ke Dubai dengan dokumen yang menyatakan bahwa berlian tersebut berasal dari Kongo, padahal aslinya dari Angola," katanya.
Dengan cara ini, tarif bea cukai dan biaya lainnya bisa dihindari, sumber permata disembunyikan, standar tenaga kerja dielakkan dan dinamika seluruh industri yang dibangun di atas prinsip penawaran dan permintaan dimanipulasi.
Tidak ada keuntungan bagi masyarakat
Rafael Marques de Morais, seorang jurnalis Angola dan penulis "Blood Diamonds," mengkritik reformasi dalam perdagangan berlian Angola dan internasional. Dia yakin Skema Sertifikasi Proses Kimberley yang multilateral, yang diberlakukan pada tahun 2003, disalahgunakan untuk berpura-pura demi menenangkan suara-suara kritis.
Menurut Marques de Morais, protokol tersebut tidak lebih dari sekadar etalase agar terlihat seperti ada sesuatu yang dilakukan untuk mengurangi dampak penjarahan dan transfer sumber daya mineral dari negara-negara miskin, padahal sebenarnya melindungi kepentingan negara-negara pembeli batu-batu berharga.
Berlian memicu perang Rusia
Marques de Morais melihat Proses Kimberly sangat cacat dalam menghadapi pertimbangan geopolitik saat ini. Dia percaya keterlibatan Rusia dalam perdagangan berlian Afrika melalui perusahaan Rusia Alrosa membantu membiayai perang di Ukraina — sambil terus mengeksploitasi penduduk setempat.
"Ada konflik. Ada eksploitasi komunitas lokal, kesewenang-wenangan dengan komunitas lokal dalam ekstraksi berlian oleh grup Alrosa, Rusia,” kata jurnalis dan penulis tersebut.
Pakar berlian anonim yang berbicara dengan DW setuju dengan penilaian itu. "Menargetkan pendapatan berlian dari operasi Alrosa akan menjadi kunci utama untuk menghindari arus kas cepat yang disuntikkan ke upaya perang [Ukraina] mereka," katanya.
"Perdana menteri Belgia sedang bersiap untuk mengirim tentara Belgia [ke Ukraina] sementara Belgia terus berpartisipasi dan memberi Rusia uang, dengan pendapatan dari penjualan berlian kasarnya di Antwerpen - berlian darah. Bukankah di situ ada konflik kepentingan?"
(yp/hp)