Mengapa Saya Copot Jilbab?
Apakah memakai atau tidak memakai hijab itu pilihan yang bebas diambil oleh seorang muslimah? Ikuti kisah ketujuh perempuan ini yang mengemukakan alasan mereka melepaskan jilbabnya.
Dewi Susanti
Saya tidak berjilbab lagi karena: “Tidak sesuai dengan kata hati saya”. Tahun 2012, Dewi yang bekerja sebagai sekretaris ini memutuskan melepas jilbabnya setelah berjilbab selama dua tahun. Kini ia lebih merasa menjadi dirinya sendiri dan bebas dalam mengekspresikan diri.
Sindy Nur Fitri
Saya tidak berjilbab lagi karena: “Saya ingin orang menilai saya apa adanya”. Sindy mulai berjilbab saat ia kembali dari Aceh tahun 2010. Namun tahun 2017 ia melepas jilbab ketika menempuh pendidikan di Inggris. Keluarga mempertanyakan alasannya namun tidak mempersoalkan keputusannya. Begitu juga dengan rekan-rekan kantor, sesama diplomat bisa memahami keputusannya.
Eli Almira
Saya tidak berjilbab lagi karena: “Saya diminta memakai jilbab sedari kecil tanpa tahu alasan selain jilbab itu wajib untuk perempuan dan bagi yang tidak mengenakan akan dihukum di akhirat. Tuhan jadi sosok yang menakutkan. Jilbab jadi identitas yang tidak diminta tapi wajib dipatuhi. Saya merasa bukan jadi diri saya sendiri dan selalu berpura-pura jadi sosok yang ideal di mata orang lain."
Eni Nastuti
Saya tidak berjilbab lagi karena: “Tidak sesuai keinginan”. Di usianya yang masih relatif belia, Eni sudah memutuskan melepas jilbabnya meski teman-teman pada umumnya mengenakan jilbab. Ia tampak cukup percaya diri melawan arus dengan kerap membagikan informasi tentang jilbab di media sosial.
Astiningtyas Harum
“Saya memutuskan memakai jilbab karena suami 'overprotected' akan busana. Namun setelah pakai jilbab tidak ada perubahan, rasanya perasaan seperti meledak-ledak tapi harus ditahan. Saya memutuskan melepas jilbab karena merasa tidak menjadi diri sendiri, merasa agak terasing dari kehidupan sosial dan saya ingin orang lain tidak melihat saya dari penampilan yang menunjukkan identitas religi”.
Nisa Alwis
“Saya merefleksikan kembali nilai-nilai keislaman setelah saya mendalami filsafat”. Nisa mengaku ia pun tampil menyeruak untuk bersuara melawan mereka yang membelenggu kemajuan. Nisa Alwis adalah pemilik sebuah pesantren di Pandeglang, Banten warisan ayahnya yang lulusan Madinah, Arab Saudi. 30 tahun berjilbab rapat, kini Nisa Alwis mendorong perempuan berbusana sesuai budaya Indonesia.
Stania Puspawardhani
"Saya tetap bekerja, ke luar negeri, S2, beli properti, semua dengan hijab. 2013, saya membacakan Hijabi Monologues dalam acara sebuah kedutaan besar, yang menentang stereotip perempuan berhijab. Setelah perjalanan pribadi dan profesional saya beberapa tahun terakhir, saya berbicara pada Tuhan “Saya tidak pakai jilbab ya”. Saat ini saya hanya berusaha menunaikan rukun Islam sebaik mungkin.”