Migran Baru Jerman Lebih Berkualifikasi
28 Mei 2013Pada usia enam tahun, Shuo Chens yang berasal dari sebuah desa di Cina dikirim orang tuanya ke Shanghai untuk mengenyam pendidikan yang lebih baik. Di Shanghai yang letaknya 600 kilometer dari desanya, ia ditampung di rumah keluarganya. Ketika berumur 19 tahun dia pindah ke Jerman untuk kuliah Ilmu Ekonomi di kota Worms. Sekarang pada usia 35 tahun ia menduduki jabatan pemimpin di sebuah perusahaan mesin Jerman. Sebuah cerita keberhasilan.
Tobias Busch, perantara personal bagi tenaga ahli China dari perusahaan Personalglobal mengatakan kepada Deutsche Welle, justru kelompok elit China yang datang ke Jerman untuk kuliah Ilmu Informatika, Ekonomi atau Mesin: "Mereka adalah hasil saringan positif yang memiliki kemampuan, energi dan keinginan yang tinggi." Anak-anak orang kaya Cina dari kalangan politik memilih kuliah di universitas top yang mahal di Inggris dan AS, sementara anak yang kurang mampu, namun pandai, memilih Jerman yang lebih murah. Secara keseluruhan, sekitar 20 sampai 30 ribu akademisi atau bakal akademisi berasal dari Cina yang hidup di Jerman.
Peningkatan jumlah migran berkualifikasi tinggi
Peneliti pasar kerja, Herbert Brücker mengatakan, di Jerman orang masih beranggapan bahwa migran tidak mempunyai pendidikan tinggi. Padahal kenyataannya sebaliknya. Hasil studi dari Yayasan Bertelsmann menunjukkan bahwa saat ini 43 persen migran baru, usia antara 15 dan 65 tahun, memiliki ijasah perguruan tinggi, teknik atau ahli bidang praktik lainnya. Ini merupakan peningkatan lebih dua kali lipat ketimbang tahun 2000.
Selain migran asal China, banyak warga Uni Eropa dari Eropa Tengah dan Timur yang ingin mengadu nasib di Jerman, terutama akibat krisis Euro, ujar Brücker. Menurut Dinas Statistik Jerman, tahun lalu orang yang bermigrasi ke Jerman melebihi yang beremigrasi. Kelebihannya mencapai sekitar 369.000 orang. Angka tertinggi sejak 1995.
Membongkar hambatan birokrasi
Jumlah ini mungkin saja akan kembali berkurang bila krisis Euro berakhir, ujar Jörg Dräger, direktur Yayasan Bertelsmann. Padahal Jerman masih tergantung pada migran dengan pendidikan tinggi, mengingat menurunnya angka kelahiran di Jerman yang berakibat rawannya sistem asuransi sosial, karena makin sedikit kaum muda yang harus mendanai kaum tua yang semakin banyak jumlahnya. Sebab itu yayasan ini mempromosikan kebijakan migrasi baru yang dinamakan kartu "hitam-merah-kuning" (Red: warna bendera Jerman). Kartu yang akan memudahkan perijinan tinggal dan kerja bagi tenaga ahli itu diharapkan dapat menjaring migran berpendidikan tinggi.
"Pada kenyataannya kami bersaing dengan AS, Kanada dan Australia", kata Brücker. Negara-negara ini juga memikat migran melalui sistem poin. Jerman perlu tidak hanya perubahan hukum, tetapi juga strategi promosi yang jelas untuk memikat migran berkualifikasi, tambahnya.
Negara asal migran juga mengambil keuntungan
Tapi bagaimana dengan negara-negara yang ditinggalkan oleh akademisi dan pakarnya? Sejak beberapa tahun ini para pakar memperingatkan terjadinya yang dinamakan "brain drain", percepatan berkurangnya tenaga ahli suatu negara yang dapat menyebabkan ambruknya perekonomian negara tersebut. Namun bagi pakar pasar kerja, Brücker, imigrasi ke Jerman membawa efek positif bagi negara yang ditinggalkan. "Angka pengangguran akan menurun melalui emigrasi dan membawa keuntungan bagi negara dan ekonomi, karena beban negara menurun."