Risiko Boom Ekonomi Myanmar
8 Agustus 2013Batang pohon dan cabangnya yang hijau tua serta tumbuhan merambat bergantungan di atas jalan setapak yang digunakan gajah-gajah, yang sedang dipersiapkan untuk menjadi binatang pengangkut beban. Untuk mempersiapkan itu, siang hari mereka mengangkut turis melewati hutan berpohon lebat. Malam hari mereka dilepas dan bisa berkelana bersama gajah-gajah lainnya.
Tapi hutan belantara terancam. Tanah yang dulu bagian dari tempat tinggal gajah di dekat kota Ngwesaung, Myanmar barat dibeli investor. Di sana mereka terutama akan mencari untung dengan bisnis agraria, misalnya perkebunan karet, yang disebut "emas putih" oleh orang Myanmar.
“Presiden dan koalisinya benar-benar menawarkan investor asing untuk membeli areal itu,” kata Kevin Woods, yang berada di Myanmar untuk organisasi perlindungan hutan Forest Trends. Investor tentu ingin sebaik mungkin mengeksploitasi kekayaan alam, misalnya kekayaan logam, minyak dan gas, juga lahan hutan sendiri. Demikian dikatakan Woods.
Biodiversitas Terancam
Di bawah pimpinan Presiden Thein Sein, pemerintah Myanmar mengadakan serangkaian reformasi untuk membuka negara yang sebelumnya terisolasi dari dunia internasional. Sebagai reaksinya, Uni Eropa dan AS mencabut sanksi ekonomi dan perdagangan yang ditetapkan selama junta militer memerintah sebelum Thein Sein. Sekarang jalan terbuka bagi investasi internasional di negara yang miskin itu. Woods mengatakan, terutama negara-negara Barat semakin tertarik. Ia menduga Myanmar nantinya akan jadi lahan investasi pertanian terbesar di dunia.
Investasi asing, yang sekarang mengalir ke Myanmar adalah berita bagus untuk perekonomian negara itu, tetapi sekarang saja dampak negatif perkembangan ekonomi bagi biodiversitas yang langka di Myanmar sudah bisa dilihat. Menurut keterangan Program Administrasi Hak Hutan Uni Eropa (FLEGT), 47% wilayah Myanmar tertutup hutan.
Hutan-hutan di bagian utara, yang luasnya sekitar 31.000 km persegi di sepanjang perbatasan dengan India dan Cina di negara bagian Kachin, adalah ruang hidup harimau, beruang, gajah dan ratusan jenis burung. Daerah perlindungan satwa liar di lembah Hukaung di bagian utara jadi tempat tinggal salah satu populasi harimau terbesar dunia. Konsesi bagi perusahaan agraria mendorong pembalakan hutan lebih dari hal-hal lainnya, demikian Woods.
Apakah ada undang-undang yang mengatur pelestarian satwa liar? Lihat halaman dua.
UU Baru Untungkan Perusahaan
Dengan reformasi yang diadakan Presiden Thein Sein, undang-undang baru soal tanah mulai berlaku. UU baru menuntut, agar partai-partai yang terlibat, misalnya petani, harus mendaftarkan kebutuhan mereka, untuk mencegah terjadinya konflik tanah. Bagi warga itu dijelaskan sebagai kesempatan untuk memiliki tanah, yang sudah lama mereka gunakan, secara resmi. Tetapi pada kenyataannya, perusahaan-perusahaan besarlah, yang berhasil menguasai areal dengan cepat.
“Tuntutan biasanya diajukan orang yang mampu membayar pengacara mahal. Orang biasa seringnya tidak mengerti peraturan yang berlaku, apalagi uang untuk membayar pengacara”, kata Tim Forsyth, pakar lingkungan dan pembangunan di London School of Economics. "Pemerintah akan mendatangi warga dan berkata, 'Kamu tidak punya dokumen resmi yang menyatakan tanah ini milikmu. Jadi tanah ini diberikan kepada investor',” kata Forsyth. Setelah itu investor datang dan menutup areal dengan kawat berduri kemudian mulai menggunakan tanah.
Komisi yang mengurus hak-hak para petani ada. Tetapi Aung Kyaw Thein, yang bekerja pada lembaga swadaya masyarakat memperkirakan, pekerjaan komisi itu tidak akan berfungsi baik. Ia berasumsi, anggota komisi tidak akan mampu membela petani, walaupun secara tradisional mereka yang punya hak. "Pada akhirnya yang untung adalah pihak yang punya hubungan dengan pemerintah dan kaum elit," kata Aung Kyaw Thein. Menurut Kevin Woods dari organisasi Forest Trends, jumlah konsesi tanah bagi perusahaan agraria meningkat drastis dari Maret 2011 hingga Maret 2012, yaitu sebanyak 75% yang berarti peningkatan hampir 1,2 juta hektar.
Pintu Terbuka Bagi Perlindungan Lingkungan
Tetapi pembukaan negara itu tidak sepenuhnya berarti punahnya pemandangan indah dan fauna yang beraneka ragam. Karena sekarang, organisasi internasional dan perlindungan lingkungan juga bisa bergerak jauh lebih bebas di Myanmar dan berusaha mencegah pembalakan hutan.
Program FLEGT dari Uni Eropa berusaha melaksanakan haluan internasional di Myanmar untuk mencegah pembalakan ilegal dan menarik kayu dari pasaran. Organisasi lain membantu dalam pembangunan proyek perlindungan hutan lokal, yang bertujuan untuk memberikan kepada warga kontrol atas hutan di sekitar desa mereka.
Pada saat bersamaan, kelompok seperti World Conservation Society (WCS) juga bekerjasama dengan pemerintah dalam mencari lahan yang bisa dijadikan daerah perlindungan. Pemerintah menetapkan sasaran untuk menjadikan sepersepuluh wilayah Myanmar areal yang dilindungi, demikian Robert Tizard, konsultan teknik pada WCS di Myanmar, “tapi sampai sekarang baru 5%”.
“Tantangan terbesar adalah fase peralihan ini, di mana undang-undang belum jelas dan orang tidak yakin bagaimana mereka harus menghadapi struktur kekuasaan”, demikian Tizard. Tapi ia berpendapat, pemerintah serius berusaha mempertahankan keanekaragaman hayati, demikian halnya dengan upaya departemen kehutanan yang berusaha menjaga penggunaan hutan.