1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Neraca bantuan Jerman untuk Aceh / KTT UE

24 Maret 2005

Neraca bantuan Jerman untuk para korban tsunami , dan hasil KTT UE disoroti harian-harian di Eropa.

https://p.dw.com/p/CPOq
Para demonstran di Brussel yang mengkhawatirkan merosotnya standar sosial di Eropa
Para demonstran di Brussel yang mengkhawatirkan merosotnya standar sosial di EropaFoto: AP

Tiga bulan setelah bencana tsunami di Asia Tenggara yang seluruhnya menewaskan sekitar 277 ribu orang, Menteri Bantuan Perkembangan Jerman Heidemarie Wieczorek-Zeul hari Rabu (23/3) mempresentasikan neraca sementara tentang bantuan darurat untuk rehabilitasi dan rekonstruksi kawasan bencana.

Harian Jerman General-Anzeiger yang mengutip menteri bantuan perkembangan Jerman ,Wieczorek-Zeul, mengulas:

Setelah kamera televisi tidak lagi tiap hari difokuskan pada negara-negara yang terkena tsunami, Menteri Wieczorek-Zeul berjanji, tidak akan memalingkan pandangan dari kawasan bencana tsb. Ditegaskan, bantuan perkembangan Jerman sampai tahun 2014 akan dinaikkan secara bertahap. Bantuan perkembangan Jerman tahun 2006 akan naik sampai 0,33 persen dari Produk Domestik Bruto. Tahun 2010, 0,5 persen dan tahun 2014 akan tercapai target 0,7 persen. Dalam tiga bulan pertama setelah tsunami, pemerintah Jerman telah menyediakan 85 juta Euro bantuan darurat, daripadanya 15 juta untuk tugas Bundeswehr di Aceh. Namun bantuan Jerman untuk pembangunan kembali , akan dikaitkan pada sejauh mana kesediaan pemerintah dan kaum pembrontak, untuk memajukan proses perdamaian. Juga ditekankan pemerintah Jerman tidak akan menyerahkan cek kepada pemerintah , melainkan dana bantuannya akan disalurkan lewat PBB atau dana bantuan.

Para pemimpin Uni Eropa dalam KTT di Brussel , Belgia, yang berakhir Rabu (23/3) membahas Agenda 2010, untuk menjadikan Eropa sebagai kawasan ekonomi yang paling dinamis di tahun 2010. Terutama mengenai reformasi di bidang pelayanan. Selama ini berlaku klausul , bahwa sebuah perusahaan dapat memberikan pelayanannya di seluruh UE , dengan menggunakan "peraturan yang berasal dari negaranya". Banyak pihak, antara lain Jerman dan Perancis menginginkan perombakan klausul itu, dan mencabut prinsip negara asal. Usulan Jerman dan Perancis itu tampaknya diterima oleh 23 negara anggota lainnya.

Harian Jerman Dresdner Neueste Nachrichten dalam komentarnya menanggapi peraturan di sektor pelayanan:

Banyak warga Eropa mengkhawatirkan merosotnya standar sosial dan dumping upah. Di zaman angka pengangguran tinggi, warga Eropa tidak menginginkan eksperimen yang berkesan neo-liberal. Namun bila dengan cermat mempelajari peraturan itu, kekhawatirannya tidak beralasan. Peraturan di bidang pelayanan , terutama sebagai program penghapusan birokrasi untuk kegiatan ekonomi lintas batas , dan terutama ditujukan kepada perusahaan menengah, yang selama ini menghindar negara UE, karena ketidakpastian hukumnya . Memang peraturan itu harus direvisi. Namun, adalah berlebih-lebihan untuk mengutuknya. Sebab juga di masa mendatang setiap negara anggota dapat menentukan sendiri standar sosial dan upah minimum bagi pekerja dari luar negeri.

Harian Swiss Neue Zürcher Zeitung sinis dengan hasil KTT UE di Brussel. Harian ini menulis:

Bagaimana dapat memperbaiki kemampuan bersaing Eropa , tanpa persaingan di pasar tunggal. Malah dalam komunike penutupan disebut, untuk memajukan pertumbuhan dan lapangan kerja maupun untuk memperkuat kemampuan bersaing, pasar tunggal untuk sektor pelayanan harus berfungsi sepenuhnya. Tak ada pernyataan yang lebih sinis lagi.

Harian Perancis Quest-France mencatat:

23 negara anggota kompak untuk membantu beberapa negara yang sedang berada dalam kesulitan. Perancis yang sedang menghadapi referendum tentang konstitusi UE, dan juga Jerman yang mengharapkan reformasi Pakta Stabilitas, untuk menanggulangi kemelut ekonominya. Sementara ke-10 negara anggota baru ingin secepatnya menikmati keuntungan dari keanggotaannya. Namun mereka menyadari, di dalam UE , kesulitan pihak yang satu dapat mencelakakan pihak yang lain.