PT Asuransi Allianz: Pasar Asuransi Indonesia Menjanjikan
11 April 2019Sedikitnya ada lima juta orang memasuki dunia kerja setiap tahunnya di Indonesia. Ini sebenarnya pasar yang potensial bagi bisnis asuransi. Meski demikian, tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya menata keuangan dan mengenal produk-produk terkait asuransi dan finansial masih tergolong rendah. Demikian ujar Joos Louwerier, Direktur Utama PT Asuransi Allianz Life Indonesia, dalam perbincangan dengan Deutsche Welle, Feruari lalu.
"Indonesia memiliki prospek yang sangat baik dan sangat stabil untuk berinvestasi. Khususnya dalam bidang asuransi, menurut saya ini justru lebih menarik dibandingkan bidang industri lainnya,” kata Joos Louwerier.
Berdasarkan data yang dimiliki Allianz, hanya sekitar 20 persen dari populasi Indonesia yang memiliki asuransi, termasuk yang didapat dari perusahaan tempat mereka bekerja.
"Delapan puluh persennya tidak punya asuransi dalam bentuk apa pun. Masih banyak yang perlu dilakukan,” ujarnya.
Lebih lanjut Joos Louwerier mengatakan, ada beberapa tantangan yang dijumpai di pasar Indonesia, salah satunya rendahnya tingkat kesadaran masyarakat mengenai pengelolaan keuangan.
"Banyak orang tidak begitu tahu pentingnya memiliki asuransi, atau produk finansial dan produk perbankan lainnya,” kata Louwerier, "Jasa di bidang keuangan belum menjadi hal yang umum.”
Tingkat keikutsertaan masyarakat Indonesia dalam institusi keuangan formal memang terbilang rendah. Menurut Data Bank Dunia tahun 2017 tentang Indeks Inklusi Keuangan Global atau Global Findex, setidaknya 95 juta orang dewasa (sekitar 38 persen populasi) di Indonesia tidak memiliki rekening tabungan. Angka ini membuat Indonesia berada dalam kelompok negara dengan tingkat penduduk tanpa rekening bank tertinggi di dunia, seperti Cina, India dan Pakistan.
Laporan Bank Dunia juga menunjukkan, jumlah orang dewasa di Indonesia yang menggunakan jasa institusi keuangan formal, misalnya untuk mengajukan pinjaman atau kredit juga rendah, yaitu hanya sekitar 20 persen. Sisanya cenderung mencari pinjaman semiformal, dari keluarga atau teman dan dari sumber lainnya.
Peluang asuransi syariah
Louwerier mengatakan, rendahnya kepemilikan asuransi di antaranya karena latar belakang kultural masyarakat yang mengandalkan bantuan sanak saudara, jika sesuatu terjadi pada mereka. Namun keadaan ini mulai berubah seiring meningkatnya urbanisasi.
Untuk membangkitkan kesadaran masyarakat, Allianz telah menggandeng pemerintah untuk menerangkan pada siswa dari tingkat pendidikan dasar, sekolah menengah hingga universitas, mengenai instrumen-instrumen keuangan dan instrumen asuransi yang penting sebagai perlindungan keuangan sendiri.
"Kami fokus pada generasi milenial dan merekrut agen dari generasi ini. Tahun lalu contohnya kami merekrut 2000 agen dari generasi milenial,” tuturnya.
Selain asuransi konvensional, Allianz juga menawarlan produk bidang asuransi syariah. "Saat ini, asuransi syariah hanya 20 persen dari total bisnis kami, tapi bidang ini berkembang lebih pesat dibandingkan dengan produk asuransi konvensional.”
Menurut data Kementrian Perencanaan Pembangunan Negara/Bappenas, bidang jasa keuangan syariah memang mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi. Namun hingga 2018, kontribusinya terhadap keuangan nasional hanya mencapai lima persen.
"Asuransi syariah memiliki konsep bagus, yang memungkinkan kita berbagi risiko dan keuntungan dan saling membantu di antara anggota. Konsep ini sebenarnya tidak terbatas pada umat Islam saja tetapi juga bagi agama-agama lain. Ini benar-benar menunjukkan asuransi sebagai cara untuk membuat pikiran jadi tenang,” ujar Joos Louwerier.
Percepat proses digitalisasi asuransi
Industri asuransi bergerak sangat cepat dalam hal pengembangan produk dan digitalisasi. Sayangnya, regulasi pemerintah dinilai masih belum bisa mengimbangi kecepatan pertumbuhan bisnis ini.
Direktur Utama Allianz Indonesia Joos Louwerier mengatakan, pihaknya kini bekerja sama dengan pelaku industri asuransi lainnya dan dengan Otoritas Jasa Keuangan untuk turut memberi masukan dalam merancang regulasi sesuai dengan tantangan perkembangan dunia asuransi digital.
Contohnya, para pelaku industri asuransi tengah menyederhanakan proses penandatanganan polis hanya dengan bentuk tanda tangan digital dalam proses pengajuan klaim. Dengan demikian, Joos Louwerier berharap klaim bisa diproses hanya dalam waktu 24 jam, dan bukannya berminggu-minggu seperti yang sering terjadi sekarang. (hp)