PBB Kritik Situasi Myanmar Menjelang Pemilu
16 Maret 2010Menjelang pemilihan umum di Myanmar utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan hak asasi manusia, Tomas Ojea Quintana menilainya sebagai tidak dapat dipercaya. Quintana ditunjuk untuk meninjau proses pemilihan di Myanmar. Senin (15/3) kemarin di hadapan Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, ia menyebutkan, bahwa dengan dikeluarkannya undang-undang pemilu baru, pemimpin kelompok oposisi Aung San Suu Kyi dan tahanan politik lainnya tidak dapat mengambil bagian dalam pemilihan. Dan kemungkinan Aung San Suu Kyi tetap ditahan sampai diselenggarakannya pemilu. Larangan bersidang juga tidak akan diperlonggar dan kebebasan berpendapat tetap dikekang.
„Dengan kondisi seperti itu pemilu di Myanmar tidak mungkin berlangsung dengan jujur dan terbuka“, ungkap Quintana. Kepada Dewan HAM PBB Quintana telah menyerahkan laporannya terkait situasi di Myanmar menjelang pemilu. Utusan Myanmar di PBB, Wunna Maung Lwin segera protes dan menyebutkan, bahwa laporan tersebut merupakan upaya mencampuri urusan dalam negeri Myanmar. Di depan Dewan HAM ia mengatakan, bahwa pemerintahnya mengutuk dan mengecam saran dan laporan itu. Ia menunjuk pada paragraf yang menyatakan Myanmar melakukan kejahatan kemanusiaan dan menyebutnya sebagai pelecahan hak sebuah negara berdaulat. Ia juga menuduh laporan tersebut berisi pernyataan tanpa bukti dari sumber yang tidak jelas dan Quintana memberi petunjuk yang melebihi mandatnya. Tidak pernah dalam sejarah Dewan HAM terjadi aksi seperti ini yang mencela situasi HAM di sebuah negara. Ini bisa menjadi ancaman bagi semua negara berkembang. Tutur duta Myanmar di PBB itu. Kemudian ia menambahkan, pemerintahnya telah menjelaskan dengan tegas bahwa di negaranya tidak ada tahanan politik. Tahanan di Myanmar hanya dijatuhi hukuman penjara karena melanggar undang-undang.
Beberapa saat lalu junta militer mengeluarkan undang-undang pemilu baru. Dalam undang-undang tersebut antara lain tercantum, bahwa dalam kurun waktu 60 hari semua partai harus mendaftarkan diri pada sebuah komisi pemilu baru. Agar pendaftarannya diterima, partai-partai itu harus mengeluarkan anggota yang ditahan dari partainya. Selain Aung San Suu Kyi terdapat sekitar 2.000 anggota partai oposisi Liga Nasional untuk Demokrasi, NLD lainnya yang dipenjara di Myanmar karena alasan politik. Berdasarkan undang-undang baru itu, semua partai harus menyerahkan pernyataan secara tertulis, mengakui sepenuhnya undang-undang tersebut. Namun NLD serta kelompok oposisi lainnya menolaknya.
Februari lalu, utusan khusus PBB Quintana mengunjungi Myanmar. Dalam pertemuan pers seusai sidang khusus Dewan HAM PBB Senin kemarin ia menyerukan, agar dunia internasional melakukan tindakan lebih tegas lagi terhadap Myanmar. Salah satu caranya, dengan mendirikan sebuah komisi penyelidik di bawah mandat PBB.
AN/HP/afpe/ape/rtrd