Pelajaran Agama Islam di NRW Jerman
5 Maret 2013Untuk lebih dari 2000 murid pada 33 SD (Grundschule) di Nordrhein-Westfalen NRW, pelajaran agama Islam sudah menjadi bagian resmi kurikulum sejak tahun ajaran 2012/2013. Sejak itu nama pelajaran yang diberikan Huseyin Cetins bukan lagi "Ilmu Islam" melainkan "Pelajaran Agama Islam". Nordrhein-Westfalen baru-baru ini adalah negara bagian pertama di Jerman yang memasukkan pelajaran agama Islam dalam kurikulumnya. Bukan tanpa kendala. Ada 100 ribu murid SD beragama Islam di kawasan Rhein dan Ruhr, namun hanya 2000 yang dapat memperoleh pelajaran, berarti hanya sekitar 2 persen. Penyebabnya adalah kekurangan guru.
Sampai kebutuhan terpenuhi secara merata masih perlu waktu, diakui menteri pendidikan NRW Sylvia Löhrmann. "Tapi apa alternatif untuk itu? Kami tidak dapat mendidik para pengajar sebelumnya, tanpa mengetahui apakah kami boleh memberikan pelajaran tersebut." Mula-mula diperlukan landasan undang-undang untuk itu, kata Löhrmann. Dampaknya: Pemberian pelajaran itu berjalan bertahap.
Pengetahuan Dasar Murid Berbeda-beda
Lebih lagi: Pendidikan guru agama Islam di universitas Jerman baru dimulai. Lulusan pertama di Universitas Münster paling awal baru ada 2017. Huseyin Cetin mengajar di kelas 2 SD di Duisburg-Marxloh, sebagai salah satu dari 40 guru "jadi" agama Islam di NRW. Ia kuliah teologi dan jurusan pendidikan di Universitas Uludag di Turki dan sejak 1999 berpengalaman sebagai guru Islam di berbagai sekolah yang menjadi proyek percontohan. Pengetahuan dasar murid-muridnya amat berbeda, tergantung dari seberapa sering murid itu mengunjungi mesjid dan dari pengetahuan sebelumnya di negara asal murid. "Tugas kami adalah memadukan pengetahuan dasar yang berbeda ini dan mengoreksi informasi yang belum dimiliki." Demikian Huseyin Cetin. Dengan demikian pelajaran agama Islam di sekolah memiliki fungsi penting.
Kurang Materi Pelajaran
Mouhanad Khorchide mendidik guru pelajaran Islam angkatan pertama di Universitas Münster. Ia mengusulkan solusi sementara bagi kurangnya tenaga pengajar. Saat ini berlangsung pendidikan lanjutan dan kursus-kursus dengan sertifikat untuk menambah kemampuan guru Ilmu Islam. "Di satu sisi warga muslim yang kuliah Ilmu Islam dididik untuk selanjutnya dapat mengajar agama Islam. Kelompok lain yang menurut saya lebih penting adalah banyak guru beragama Islam, yang mengajar mata pelajaran lain," kata Mouhanad Khorchide. Mereka juga dapat memperoleh pendidikan lanjutan untuk kemudian ditugaskan mengajar agama Islam.
Azis Folladvand adalah salah satu guru di Bonn dan mengajar Ilmu Islam di beberapa sekolah, terutama di kelas yang lebih tinggi. "Kurang materi pelajaran," keluhnya. Memang ada buku pelajaran yang konsepnya ditujukan untuk kelas 5 dan 6, tapi untuk kelas lebih tinggi tidak ada. Juga belum ada kurikulum pelajaran Ilmu Islam yang seragam.
Anak-anak dan remaja yang tidak memperoleh pelajaran agama di sekolah, banyak sekali mengandalkan ajaran di rumah, di lingkungan Islam dan di sekolah Quran. "Dalam pelajaran saya mencoba mempertanyakan secara kritis pengetahuan yang diberikan secara tradisi, ini banyak memicu diskusi panas, namun produktif. Diskusi seperti ini tentu saja tidak terjadi di keluarga ataupun di lingkungan mesjid." Di sana praktek religius tidak dilandaskan pada metode didaktik, pengetahuan yang diberikan secara tradisi tidak dipertanyakan. Selain itu, ada orang tua yang dari masing-masing negara asalnya sudah punya haluan agama yang berbeda. Merupakan tanggung jawab sekolah untuk menjelaskan hal tersebut.
Meskipun demikian Korchide mengatakan, di lingkungan Muslim, pelajaran agama Islam diterima sebagai tanda pengakuan Islam dan Muslim sebagai warga yang setara di Jerman.