Pembangunan kembali Aceh
17 Februari 2005Dalam dua minggu pertama setelah terjadinya gelombang pasang tsunami, di sebagian besar propinsi Nanggroe Aceh Darussalem tidak terdengar suara dari media massa. Sebab hampir seluruh infrastruktur media hancur. Penerbit surat kabar, percetakan, 9 dari 11 pemancar radio lokal di Banda Aceh hancur total. Selama berminggu-minggu yang berfungsi hanya komunikasi dari mulut ke mulut. Harian Kölner Stadt-Anzeiger menulis...
Deutsche Welle hendak membantu pembangunan kembali secepatnya media massa di Banda Aceh, dengan menjalin bekerjasama dengan pemancar radio Nikoya FM,yang dulu pernah bekerjasama dengan Unesco, dan Radio 68 H di Jakarta, Selain itu Deutsche Welle membagikan seribu pesawat radio kepada para pendengar di Aceh, serta membangun semacam Media Center dengan Internet, guna memungkinkan warga Aceh berkomunikasi dengan luar negeri, sebelum kemungkinan itu tertutup lagi, Deustche Welle secepatnya hendak membangun kerjasama internasional dengan media massa di Banda Aceh.
Tampaknya bencana gelombang pasang memberi peluang bagi kebebasan pemberitaan . Sebab seusai tsunami Aceh terbuka bagi wartawan , meski sekarang kawasan di luar Banda Aceh dan Meulaboh kembali dinyatakan sebagai kawasan tertutup.
Harian Kölner Stadt-Anzeiger selanjutnya menulis...
Sekarang media radio harus secepatnya mengudara lagi. Sebab kini di bawah pengamatan dunia internasional sulit untuk melarang pemberitaan dan penyiaran secara bebas. Media massa juga hendak membuktikan bahwa pers yang independen tidak merugikan Banda Aceh.
Masih tetap seputar Aceh, harian Süddeutsche Zeitung lebih memfokuskan ulasannya pada kegiatan kelompok-kelompok bantuan yang tidak jelas di Aceh......
Berbagai kelompok bantuan memberikan terapi kejiwaan bagi para korban tsunami yang mengalami trauma berat. Pengobatan spiritual, demikian kata arsitek asal Australia yang memimpin Sekte Scientologi di Kawasan Pasifik. 50 anggota sekte Scientologi aktif di Aceh guna memberikan pengobatan spiritual, antara lain dengan cara memijat. Sekte Scientologi bukanlah satu-satunya kelompok yang menjanjikan penyembuhan dari penderitaan duniawi kepada rakyat yang menderita. Puluhan kelompok religius lainnya , dari sekte-sekte Kristen ,dan barat sampai ke Partai-partai Islam dan kelompok militan Islam yang memuja Osama bin Laden sebagai pahlawannya, aktif di kamp-kamp pengungsi. Tidak mengherankan kalau kalangan Muslim di Indonesia menguatirkan meluasnya penyiaran agama Kristen. Sebaliknya pemerintahan barat menguatirkan semakin kuatnya radikalisasi Islam di daerah bencana . Munculnya Laskar Mujahiddin, kelompok militan pejuang jihad, yang konon punya hubungan dengan al Qaeda , tampaknya membenarkan kekuatiran itu. Pasukan Laskar Mujahiddin terutama aktif sebagai pencari mayat untuk memakamkan jenasah-jenasah itu sesuai tradisi Islam. Laskar Mujahiddin juga menekankan hendak memperkuat identitas Islam di seluruh Indonesia. Sebaliknya Gerakan Aceh Merdeka GAM menyatakan tidak perlu bantuan dakwah dari luar, apa lagi dari Indonesia, Reaksi itu menunjukkan bahwa perjuangan GAM lebih bersifat nasionalis ketimbang Islamis. Pakar politik Singapura Yang Razali Kassin mengatakan, kalau semula tujuan GAM membentuk Negara Islam, kini lebih mengarah ke kemerdekaan propinsinya.