Pembunuhan Estemirova, Situasi di Iran dan Kasus Berlusconi
22 Juli 2009Harian Perancis Le Monde tentang pembunuhan pegiat HAM Natalya Estemirova:
Setelah pembunuhan Natalya Estemirova, semua jari langsung menunjuk ke arah Ramsan Kadyrovm, pemimpin Chehnya yang ditunjuk oleh Moskow, seperti yang terjadi tahun 2006 dalam kasus pembunuhan rekan Estemirova, wartawati Anna Politkovskaja. Ramsan Kadyrov memimpin wilayah itu dengan tangan besi. Penyiksaan dan hukuman mati menjadi bagian keseharian. Berulang kali dia mengancam dan mencaci maki Estemirova. Meski daftar kejahatannya panjang, dia tetap didukung Kremlin. Tanggapan Presiden Rusia Dimitri Medvedev terhadap kasus ini boleh dikatakan rancu. Dia mengatakan, dia marah sekali dan berjanji akan menghukum pihak yang bertanggung jawab. Namun dia menolak dugaan bahwa Kadyrov atau kaki tangan Rusia terlibat dalam pembunuhan itu. Pandangan itu dinilainya primitif. Kasus Estemirova sekali lagi memunculkan pertanyaan tentang perkembangan politik Rusia. Di bawah bayang-bayang nasionalisme yang intoleran, di negara itu makin sering dijumpai pembunuhan bermotif politik. Pembunuhan atas Estemirova juga menyisakan satu pertanyaan penting, yakni sampai sejauh mana campur tangan dinas rahasia Rusia spiral kekerasan terus menghantui kawasan Kaukasus.
Tentang situasi di Iran, harian Perancis lainnya Ouest France menulis:
Dari kasus manipulasi perolehan suara dalam pemilihan presiden di Iran dan penggunaan kekerasan dalam menekan kelompok demonstran di Teheran, kita bisa memetik dua pelajaran penting. Pertama, Iran yang sejak Revolusi tahun 1978 dianggap tempat lahirnya Islam yang politis telah berpaling dari ideologi itu. Memang rezim di sana masih berbicara dengan mengatasnamakan Islam, tapi ia telah kehilangan pengaruh atas rakyatnya. Karena itu rezim ini berubah menjadi nasionalis, populis, anti zionis dan anti yahudi ... pemilihan presiden pada dasarnya demokratis, meskipun kata demokrasi tak selalu tercantum dalam program mereka. Mereka tidak berusaha menggunakan kekuatan senjata untuk merebut kekuasaan, mereka memilih jalan damai dan tidak revolusioner.
Harian Austria Die Presse yang terbit di Wina menyoroti skandal Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi:
Karir politik Berlusconi tidak akan goyah. Alasannya banyak. Salah satunya, karena tidak sedikit pengikut Berlusconi mengagumi gayanya yang unik. Dia dipandang sebagai seorang pengusaha yang berkat kelicikannya sanggup meraup uang miliaran. Atau Berlusconi dipuja sebagai politisi yang suka melucu, dia sama sekali tidak peduli pada sopan santun dan suka menghilangkan suasana tegang dalam pertemuan kenegaraan dengan lelucon-lelucon kecil. Atau Berlusconi dipandang sebagai casanova, lelaki yang tidak kehilangan selera pada gadis-gadis muda belia. Layaknya seorang lelaki tulen.
Bahwa ketertarikan pria berusia 70 tahun ini dalam memburu wanita-wanita muda tidak dilihat sebagai sesuatu yang memalukan, dapat dijelaskan dengan gambaran tipikal pria dan wanita di Italia. Di sana daya tarik seorang pria diukur berdasarkan isi dompet dan seberapa besar kekuasaannya.
(SL/ZER/dpa)