Pemilu Inggris Dibayangi Ketidakpastian Politik
6 Mei 2015Lewat pemilu yang digelar Kamis (7/5) akan ditentukan masa depan keanggotaan Inggris dalam Uni Eropa. Partai Konservatif sudah menjanjikan akan menggelar referendum menyangkut tema ini, jika mereka menang. Skotlandia sudah mengisyaratkan akan keluar dari Inggris Raya, jika Inggris keluar dari Uni Eropa.
Jelas terlihat, rakyat Inggris untuk kedua kalinya seusai PD II akan menolak proposal legislatif yang diajukan semua partai politik. Pemilih belum memutuskan apa gantinya, mereka merasa tidak yakin dan sekitar 24 jam sebelum bilik pemilihan dibuka, sejatinya tidak ada kejelasan apapun.
Pemilu di Inggris kali ini mengisyaratkan, tidak akan ada partai yang bisa meraih suara mayoritas. Situasinya dibanding pemilu 2010 jauh lebih kompleks dan penuh ketidakpastian. Semua dipicu sistem pemilihan yang berlaku, pergeseran prasangka politik hingga kurangnya konstitusi tertulis.
Lomba perebutan kursi
Para analis politik memperkirakan, baik partai Konservatif maupun partai Buruh tidak akan mampu meraih suara mayoritas di parlemen. Jajak pendapat terbaru menunjukkan, partai-partai kecil menunjukkan kenaikan perolehan suara dalam pemilu di sebelumnya. Partai Nasional Skotlandia meraih 50 kursi, partai kanan anti Uni Eropa-UKIP raih 12 persen, sementara partai Liberal Demokrat satu-satunya yang menunjukkan penurunan sekitar 50 persen dari raihan sebelumnya.
Berdasar sistem pemilu Inggris, agar mampu memerintah dengan aman, sebuah partai harus mampu meraih mayoritas lebih 50 persen dari 650 kursi di House of Commons atau Majelis Rendah di parlemen.
Jika PM inkumben, David Cameron tidak mampu meraih mayoritas, ia masih akan tetap bercokol di Downing Street, hingga tercapai sebuah kesepakatan politik. "Pemerintah lama akan tetap memerintah hingga terbentuk pemerimtah baru", ujar menko keuangan dan ekonomi George Osborne kepada wartawan.
Partai Konservatif dan koran populer di Inggris selama berminggu-minggu telah menggelar kampanye terkait pemerintahan minoritas saat ini yang didukung oleh koalisi partai minoritas pula. Disebutkan, hal itu tidak sah. Para analis menolak kampanye ini, sebagai omong kosong, baik dari sisi konstitusional maupun dari faktor sejarah.
Yang sudah terlihat sehari menjelang pemilu adalah, merebaknya ketidakpastian politik di Inggris. Para analis politik menyebut, inilah norma politik baru Inggris di masa mendatang.