Pemulihan Ekonomi Cina Berpotensi Cuatkan Inflasi Dunia
13 Desember 2022Dunia menghela napas ketika Cina melonggarkan pembatasan pandemi Corona yang kembali menggiatkan sentra produksi di dalam negeri. Keputusan itu dianggap sebagai kesediaan Beijing untuk meninggalkan kebijakan nol-Covid dan meminimalisir risiko infeksi tanpa pembatasan sosial.
Kebijakan restriktif yang ketat sempat membuat anjlok neraca impor Cina yang menukik 10,6 persen pada November silam, ketika nilai ekspor juga turun sebesar 8,7 persen. Menurut data yang diterbitkan pemerintah pekan lalu, aktivitas di sektor manufaktur juga berada di level terendah sejak pandemi, menyusul lockdown dan pembatasan logistik.
Pemimpin dunia usaha global sebabnya menyambut keterbukaan di Beijing. Langkah itu tidak hanya akan menggiatkan kembali perekonomian lokal, tetapi juga mengamankan rantai pasokan dan dengan begitu menopang pertumbuhan global
"Kinerja ekonomi Cina tidak hanya berpengaruh di Cina saja, tetapi juga bagi dunia perekonomian," kata Direktur Dana Moneter Internasional, Kristalina Georgieva, dalam sebuah jumpa pers di Huangshan.
Berakhirnya kebijakan nol-Covid "akan menghilangkan sejumlah ketidakpastian" yang menimpa dunia akibat pandemi, perang di Ukraina dan krisis iklim, imbuh Direktur Jendral Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Ngozi Okonjo-Iweala, dalam kesempatan yang sama.
Meski analis meyakini pertumbuhan ekonomi Cina akan kokoh tahun depan, risiko infeksi juga akan meningkat menyusul normalisasi kehidupan publik, terutama di sekitar Tahun Baru Cina pada Januari, ketika sebagian besar warga akan berpergian.
Laju infeksi berakselerasi?
Ledakan angka penularan dikhawatirkan akan memicu kelangkaan tenaga kerja seperti yang dialami negara-negara Barat. "Akan ada kekacauan," kata Jeffrey Goldstein, konsultan bisnis di Shanghai. "Cina tertinggal selama tiga tahun. Apa yang akan terjadi di Cina sudah terjadi di negara lain di dunia," imbuhnya.
Asosiasi Produsen Otomotif Cina juga mewanti-wanti terhadap lonjakan kasus infeksi yang bisa memicu "dampak luar biasa" terhadap pasar otomotif tahun depan.
Pembukaan diprediksi akan dimulai secara hati-hati. Sebab itu pertumbuhan pesat ekonomi baru akan dicatat pada paruh kedua 2023, kata Nie Wen, ekonom di Hwabao Trust, lembaga keuangan yang belum lama ini memangkas prediksi pertumbuhan di kwartal pertama dari 5 persen menjadi hanya 3,5 persen.
Zhiwei Zhang, ekonom senior di Pinpoint Asset Management, memperkirakan "neraca ekspor yang lemah selama beberapa bulan ke depan menyusul pembukaan yang berliku bagi Cina," kata dia, sembari menambahkan bahwa Beijing harus mengandalkan pasar domestik selama 2023 karena lemahnya ekonomi global.
Inflasi meningkat?
Sejumlah analis juga memperingatkan terhadap lonjakan angka inflasi menyusul pembukaan di Cina. Fenomena itu ditengarai mampu memperparah situasi inflasi di negara lain.
"Pembukaan yang berantakan dan lonjakan inflasi ketika perekonomian kembali aktif akan menjadi risiko terbesar bagi Cina," tulis Eastspring Investments dalam laporannya pekan ini.
Laporan itu mencatat, pemulihan di Cina akan mencuatkan harga bahan bakar di dunia, yang saat ini pun sudah mendorong laju inflasi di mana-mana. Sebabnya biaya hidup di banyak negara ditaksir akan terus meningkat.
Cina sejauh ini tergolong aman dari kenaikan harga barang sejak invasi Rusia ke Ukraina, Februari silam. Harga meningkat sebanyak 3 persen pada September silam dan kembali bertengger di kisaran 1,3 persen pada November. Angka tersebut tergolong kecil dibandingkan lonjakan harga di banyak negara Barat yang telah melampaui 10 persen.
rzn/hp