Pentingnya Jurnalisme Konstruktif untuk Generasi Muda
3 Desember 2022Sebagai media independen internasional dari Jerman, Deutsche Welle (DW) mengemban peran penting dalam menyajikan konten jurnalisme yang konstruktif serta solutif, bukan hanya sebatas mengandalkan konten sensasional. Bertolak dari hal itu, DW untuk membuka sarana dialog asik dengan generasi muda dalam menyebarkan nilai-nilai jurnalisme melalui roadshow #DWGoesToCampus pertama di Jakarta.
DW Goes to Campus (DWGTC), yang merupakan sebuah inisiatif kolaborasi antara DW sebagai praktisi media dengan dunia akademis, menghadirkan pelatihan lokakarya (workshop) serta wadah diskusi untuk para mahasiswa di seluruh belahan dunia. Tujuannya adalah untuk saling memperkaya kedua belah pihak, sehingga dapat menghasilkan solusi inovatif dalam menekan masalah-masalah global.
"Mahasiswa berkesempatan untuk menggodok ide mereka bersama jurnalis-jurnalis berpengalaman dan mewujudkannya menjadi liputan yang layak tayang di media internasional. Selain itu, mereka juga mendapat ilmu tambahan tentang tema yang jarang diangkat di media nasional, seperti misalnya jurnalisme konstruktif. Ini tidak hanya menguntungkan universitas yang menjadi mitra, tetapi juga masa depan jurnalisme di Indonesia,” ungkap Kepala Redaksi DW Indonesia Vidi Legowo-Ziperrer.
Jurnalisme konstruktif merupakan salah satu gaya jurnalistik yang berfokus pada solusi atas masalah di masyarakat dan berpotensi menciptakan perubahan.
Peran penting anak muda
Ketua Program DW Asia Debarati Guha berpendapat bahwa lanskap media itu akan terus berubah seiringnya zaman. Itulah mengapa penting bagi praktisi jurnalis profesional untuk menemukan sarana, di mana mereka dapat memahami perubahan kebutuhan para penikmat media, terutama Generasi Z saat ini.
"Saya berkesempatan untuk dapat berinteraksi langsung dengan generasi muda, memahami kebutuhan mereka, dan menjelaskan kepada mereka bagaimana sebuah liputan dapat terkonstruktif dan mendidik, tetapi juga dikemas secara menarik,” dikatakan Debarati dalam sebuah pernyataan.
Dengan mempertemukan para jurnalis DW yang berpengalaman, DWGTC ingin merangkul generasi muda sebagai "digital natives” untuk dapat lebih kritis dalam menyikapi dan memilah informasi di tengah gempuran disrupsi media digital.
"Agenda ini menjadi begitu menantang. Apalagi mahasiswa sekarang banyak yang berpikir kalau berkarya di bidang jurnalistik itu membosankan. Dan melalui acara ini, senang sekali ternyata dapat mengubah perspektif tersebut. Bahwa karya jurnalistik tidak hanya sekadar mencari sensasi semata, tapi juga bisa mencerdaskan kehidupan bangsa. Semoga di tahun-tahun mendatang, 'virus-virus' untuk menghasilkan karya-karya yang konstruktif dapat terus disebarkan ke generasi muda selanjutnya,” jelas Jurnalis DW Rahkasiwi Susanto, sekaligus panitia DWGTC 2022, dalam sebuah pernyataan.
Aksi nyata bangun solusi
Sebanyak 60 mahasiswa dari Universitas Binus dan Universitas Multimedia Nusantara (UMN) terlihat antusias memadati ruangan aula Binus FX Sudirman di Jakarta, Kamis (17/11). DWGTC 2022 memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan mereka dalam bidang jurnalistik, dengan memberikan pelatihan materi "Solutions Journalism (SoJo)” yang dipaparkan oleh ahli jurnalisme konstruktif DW Aida Salihbegovic. Menurut Aida, memberikan faktual secara terperinci dan menggambarkan limitasi pada setiap solusi yang ditawarkan, merupakan poin penting dalam menghasilkan SoJo yang berkelanjutan.
Setelah pemaparan materi SoJo oleh Aida, para mahasiswa juga didampingi langsung oleh para jurnalis DW Indonesia selaku mentor, dalam aksi nyata mencari ide liputan yang menarik.
"Sejak awal, tim DW sangat detail dalam menyiapkan acara. Sehingga para mahasiswa begitu aktif mengikuti aktivitas acara hingga selesai. Mulai dari melihat keseriusan mereka saat aktivitas kelompok, sampai antusiasme mereka ketika mengajukan pertanyaan,” ungkap Ketua Program Komunikasi Universitas Binus Internasional Dian Ayuria Sarwono, dalam sebuah pernyataan.
Dalam waktu yang terbatas, para mahasiswa yang terbagi menjadi kelompok kecil beranggotakan 4-5 orang tersebut berhasil menumpahkan ide-ide solusi inovatif mereka atas beberapa permasalahan global, seperti contoh perubahan iklim, ketidaksetaraan gender, keberagaman sosial, permasalahan anak muda, hingga politik dunia.
Neurodiversity
Lima mahasiswa yang berhasil memperoleh kesempatan mewujudkan ide kreatif mereka dalam proyek nyata bersama DW itu adalah Alya Felicia Syahputri, Bernadetta Katrinka, Cicilia Sidarta, Disya Shaliha dan Priskila Graceana.
"Neurodiversity” adalah keberagaman fungsi otak yang berbeda-beda pada setiap individu manusia. Topik inilah yang Bernadetta dan teman-temannya coba ajukan, mengingat "Neurodiversity” masih cukup asing di Indonesia. Kebanyakan masyarakat Indonesia masih melihat ADHD, Autisme dan Disleksia sebagai sebuah penyakit yang bisa disembuhkan.
Dikutip dari laman universitas, Bernadetta dan tim justru memiliki pandangan lain. Menurut mereka, "Hal-hal tersebut merupakan bentuk dari keberagaman yang dimiliki oleh suatu individu ataupun kelompok”. Oleh karena itu, meningkatkan kesadaraan akan pentingnya "Neurodiversity” di media sosial, dirasa penting dalam menciptakan keberagaman sosial yang lebih positif.
"Saya sendiri sebagai seorang dosen, belajar banyak dari tim DW dalam menyelenggarakan aktivitas workshop, di mana mahasiswa ditantang untuk mengerjakan proyek yang nyata. Dan hadiah yang diberikan pun membuat mahasiswa bangga karena karya mereka dapat dipublikasikan nantinya,” tambah Dian.
Berdiskusi bersama Dirjen DW
Turut hadir dalam acara DWGTC 2022, Direktur Jenderal (Dirjen) DW Peter Limbourg berkesempatan membagikan pandangan serta pengalaman jurnalistiknya kepada para mahasiswa.
Dalam sesi diskusi yang dimoderatori oleh Kepala Redaksi DW Indonesia Vidi Legowo-Zipperer, Limbourg menyampaikan bahwa keseriusan dan kegigihan merupakan kunci penting dalam berkontribusi dan bermanfaat positif untuk publik, tidak peduli bidang apa yang dikerjakan.
Sebelum sesi diskusi berakhir, Limbourg menuturkan bahwa peran media, khususnya DW, memang cukup signifikan dalam menyaring informasi yang masuk dari berbagai belahan dunia. Namun, inisiatif menyaring informasi untuk diri sendiri juga dirasa penting, mengingat generasi muda sebagai "digital natives” saat ini memiliki akses internet yang begitu mudah. Salah satu caranya adalah mencari sumber dengan kredibilitas tinggi.