Konflik Berkepanjangan dan Pandemi di Mata Penulis Israel
29 Mei 2021Dikenal dengan bukunya yang banyak bertema Holocaust, penulis asal Israel Lizzie pada 2015 menerbitkan novel berjudul Who the Fuck is Kafka, yang menyuarakan sisi Palestina dari konflik antara Israel dan Palestina. Selanjutnya, tahun 2017 ia juga menerbitkan novel berjudul Sweet Occupation, di buku ini Doron mewawancarai mantan teroris asal Palestina.
Namun buku-buku itu tidak ada yang dicetak oleh penerbit di Israel. Penulis perempuan berusia 67 tahun yang tinggal di Tel Aviv ini lantas jadi tidak populer di negaranya sendiri karena secara terbuka mengadvokasi perdamaian antara Israel dan Palestina.
Dalam wawancara dengan DW, Doron menjelaskan mengapa dia tidak melihat adanya solusi untuk konflik berkepanjangan ini dalam waktu dekat.
Deutsche Welle: Bagaimana pandangan Anda tentang konflik ini?
Lizzie Doron: Tidak ada yang baru. Kurang lebih sama saja. Selalu ada pemicu baru setiap saat. Saya dapat mengatakan bahwa perbedaan kali ini adalah pandemi COVID yang membawa kita ke ambang batas mental. Kita jauh lebih gelisah. Kita ingin kembali normal. Kami sangat gembira dengan adanya vaksinasi dan keberhasilannya sehingga mungkin adalah Israel yang pertama mengatasi situasi ini. Perang memang bukan kejutan besar, tapi waktunya sangat buruk. Dan ini adalah situasi baru. Tapi perang, di satu sisi, adalah hidup kami.
Tapi mengapa kali ini eskalasinya begitu besar?
Kita punya ilusi - mungkin itu adalah ilusi - bahwa ada semacam solidaritas dalam masyarakat selama masa pandemi. Kita menemukan bahwa kita punya musuh yang sama, kurang lebih. Anda tahu, virus adalah musuh besar. Saya merasa ini adalah awal dari era baru dan saya berpikir juga tentang proses menemukan obatnya. Vaksinasi - itu adalah solusi global. Itu bukan hanya solusi yang terkait dengan suatu negara, agama, dan orang-orang tertentu. Kita semua berjuang bersama untuk kelangsungan hidup kita.
Saya dapat mengatakan bahwa kehidupan kembali (normal) terlalu cepat. Kita tidak belajar apa-apa, dan karena frustrasi serta masa-masa sulit akibat pandemi virus corona, kita jadi lebih agresif. Ini menyebabkan kita tidak menganggap serius semua garis dan batasan, ditambah adanya kebutuhan para politisi untuk menjadi kuat. Seperti yang saya pahami (para politisi), mereka menggunakan orang. Mereka perlu agar orang-orang menjadi lemah. Mereka ingin agar orang-orang mengandalkan mereka sebagai pemimpin, yang mengendalikan publik.
Bagaimana Anda mengatasi situasi yang terus-menerus mengancam seperti ini? Bisakah Anda bahkan berpikir untuk bekerja?
Itu pertanyaan yang bagus. Ngomong-ngomong, saya duduk di sini sementara dinding di belakang adalah tempat perlindungan kami. Setiap rumah di Israel punya tempat berlindung, dan tempat berlindung saya adalah perpustakaan. Di sana, saya punya 5.000 buku dan air. Jadi, inilah lelucon di keluarga ini: "Dia akan mati dengan buku-bukunya."
Saya seorang penulis yang obsesif. Saya menulis dari pagi sampai malam. Saya pikir cara hidup saya sebagai penulis terus berlanjut melewati perang, penyakit, dan kesulitan selama 20 tahun ini. Tetapi saya tidak ingat bahwa saya merasa harus berhenti menulis.
Selama perang ini, saya duduk di depan komputer dan saya tidak bisa menulis satu huruf, tidak sepatah kata pun. Saya sangat tertekan, sedikit banyak. Anda tahu, umur saya hampir 70 tahun. Saya ingat hidup saya penuh dengan peperangan: Saya adalah seorang anak (yang tumbuh) dalam perang, saya adalah seorang ibu dalam masa perang dan sekarang saya menjadi nenek dalam perang. Saya merasa ini tidak ada habisnya dan mungkin ini bukan tempat bagi masa depan keluarga saya.
Anda dikenal dengan buku-buku tentang Holocaust. Kemudian Anda bertemu dengan seorang pembuat film asal Palestina. Dalam buku Anda Who the Fuck Is Kafka, Anda menjelaskan apakah persahabatan antara orang Israel dan Palestina itu mungkin. Dalam Sweet Occupation, Anda mewawancarai mantan teroris Palestina. Bagaimana Anda sampai menyuarakan cerita dari 'pihak lain' ini?
Saya pikir pertama, paling mudah bagi saya untuk menceritakan kisah saya sendiri, tetapi kemudian saya merasa bahwa tetangga saya, yang berada di bawah pendudukan, mungkin memiliki kisah serupa untuk diceritakan, tentang mimpi untuk bebas, tentang mimpi untuk memiliki sebuah negara, dan untuk membesarkan keluarga dalam kehidupan yang damai dan terbuka.
Dan saya pikir saya ingin memahami secara mendalam perasaan orang-orang tentang kenyataan bahwa musuh mereka telah membuat perubahan besar dalam hidup mereka. Dalam kasus saya, yang disebut musuh adalah Nazi selama Perang Dunia Kedua yang menghancurkan semua sejarah hidup saya.
Memang tidak bisa dibandingkan, tapi tetap saja, bagi seorang penulis, ceritanya kini adalah tentang orang-orang Palestina. Dan bagaimana orang-orang Israel telah datang ke tanah mereka, mengambil rumah-rumah mereka, dan bahwa mereka hidup di bawah pendudukan (Israel). Protagonis saya, pahlawan saya, adalah orang-orang yang mesti berjuang untuk hidup mereka.
Tapi Anda juga telah dianggap 'pengkhianat' oleh orang-orang di Israel…
Ya sampai sekarang, karena saya adalah ikon penceritaan Holocaust dan diwajibkan untuk menceritakan (kisah) penderitaan orang Yahudi. Pada awalnya, mereka sangat kecewa - penerbit saya dan bahkan pembaca saya; sewaktu mereka tahu bahwa saya sedang menulis cerita tentang musuh saya, sangat sulit bagi mereka untuk mencernanya. Meski demikian, cerita Holocaust sangat populer dan laris manis.
Buku baru saya (berjudul What if) rencananya akan diterbitkan pada tanggal 20 Agustus 2021 di Jerman (diterjemahkan sebagai Was wäre wenn). Ini adalah kisah tentang seorang teman saya yang menentang perang. Saya memutuskan untuk menceritakan kisah orang-orang yang mencoba bersuara di negara mereka sendiri, di tempat mereka sendiri, tetapi tidak ada yang siap mendengarkan.
Saya berharap buku ini, suatu hari, akan menemukan penerbit di Israel. Banyak orang di Israel mencoba membuat perubahan, tetapi kami berada di saat sangat sulit untuk mendengarkan orang lain atau seseorang yang mencoba mengubah konsensus.
Apa visi Anda tentang hidup berdampingan yang lebih damai? Bagaimana itu bisa terjadi?
Mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk memberi Anda jawaban, karena saat ini, menurut saya ada berbagai situasi di dunia yang tidak memiliki solusi. Kebanyakan orang dari dunia Barat ingin mencari solusi. Dan, tahukah Anda, ada orang yang religius misalnya, yang bermimpi bahwa Tuhan akan menyelesaikan masalah mereka, atau orang yang berpikir bahwa perang adalah solusinya. Jadi, saat ini, menurut saya situasi di Timur Tengah tidak dapat diselesaikan; harus ada perubahan besar dalam perilaku masyarakat.
ae/yp