Perang Jadi Tema Pelajaran Sekolah
10 Januari 2014Tidak mudah bicara tentang perang. Tapi di kawasan yang pernah dilanda konflik berat, hal itu cukup penting. Institut Georg Eckert dari Braunschweig, Jerman, membantu para guru di Bosnia-Herzegowina membahas masalah perang di sekolahnya. Institut ini mengembangkan buku pelajaran tentang perang yang pernah melanda Bosnia, Serbia dan Kroasia.
"Bagaimana saya bisa menerangkan geografi dan perbatasan negara, tanpa membicarakan tentang perang?", kata Sibela Jevtic, guru sekolah di Banja Luka, Bosnia-Herzegowina. Ia sendiri mengalami masa perang. Ayahnya dulu berperang untuk Serbia, sedangkan pamannya berjuang untuk Kroasia.
"Saya menceritakan kepada murid-murid pengalaman saya", tutur Jevtic. "Perang bukan hanya hitam putih", tambahnya. Sekalipun hampir semua orang punya pengalaman pahit, mereka jarang membicarakannya. Padahal ini sangat penting. Institut Georg Eckert membantu menyediakan buku pelajaran tentang masa perang saudara.
Buku Sekolah Tentang Perang
Institut Georg Eckert tahun 1990-an pernah melaksanakan proyek buku sekolah tentang konflik dan perang di Afrika Selatan. Saat ini, sudah ada buku sejarah untuk anak-anak sekolah Israel dan Palestina. Tapi baik Israel maupun Palestina belum mengijinkan pemakaian buku itu.
"Bahwa Israel dan Palestina bekerjasama untuk membuat buku, itu saja sudah sebuah keberhasilan", kata Georg Stöber, ahli sejarah dan pendidikan dari Institut Georg Eckert. Dia membawahi divisi "Konflik dan Buku Pelajaran Sekolah".
Tidak mudah membuat buku sejarah tentang perang. Sebab pihak-pihak yang bertikai punya prasangka maupun sejarah penderitaan. Pada awal proyek, peserta dari Bosnia, Serbia dan Kroasia tidak mau berbicara satu sama lain dan hanya berkumpul dalam kelompoknya sendiri. Tapi lama kelamaan, mereka melihat dirinya secara profesional sebagai guru dan peneliti, bukan sebagai orang Bosnia atau Serbia, kata Stöber.
Fakta Berbeda Tentang Perang
Proyek di Bosnia Herzegowina baru bisa dimulai tahun 2008, kata Katarina Batarilo-Henschen, koordinator proyek ini. Ia menceritakan, pada awalnya bahan-bahan yang digunakan dalam pelajaran bukan tentang hal-hal kontroversial seperti pembantaian di Srebrenica. Melainkan kisah sehari-hari, misalnya bagaimana sulitnya membeli bahan makanan di masa perang.
Terutama guru dari kalangan tua punya kesulitan menceritakan kisah perang dari berbagai sudut pandang. Karena banyak guru masih terpengaruh gaya mengajar pada era komunis. Mereka hanya menceritakan versi sejarah yang mereka anggap benar, dan tidak mau mengambil cerita dari berbagai sumber. Padahal, fakta perang berbeda-beda, tergantung dari sudut pandang penceritanya. Sampai sekarang, kawasan Kosovo masih dijaga oleh pasukan internasional karena masih terjadi pertikaian etnis.
Buku pelajaran tentang perang yang sekarang dibuat memuat fakta-fakta yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Ini adalah cara terbaik untuk mempelajari sejarah, tutur Melisa Foric. Ia sendiri masih mengalami masa perang di Sarajevo sebagai anak-anak. Sekarang dia ikut menyusun buku pelajaran sejarah tentang perang dan konflik di Bosnia-Herzegowina.