Perang Siber Lumpuhkan Infrastruktur Musuh
20 Januari 2023Sebuah pasukan para peretas atau "hacker" belum pernah ada sebelumnya. Tapi dalam perang di Ukraina, pasukan peretas juga berjuang secara digital melawan invasi Rusia. Lebih dari 250.000 sukarelawan menjawab panggilan wakil PM yang merangkap Menteri Digital Mykhailo Fedorov, untuk menjadi anggota pasukan IT. Tujuannya: melancarkan serangan siber terhadap Rusia.
Georgia Osborne, analis penelitian dari Oxford Information Labs menjelaskan, sebagian anggota pasukan itu adalah gabungan antara “hacker” dan aktivis yang patriotis. Jenis serangan mereka kemungkinan bersifat gangguan, dan kadang juga menyebabkan sesuatu yang memalukan. Misalnya melumpuhkan situs internet milik pemerintah. Tapi mereka tidak menyatakan perang siber.
Perang di Ukraina terutama dilaksanakan dengan kekuatan senjata. Kota-kota dibom, rumah tinggal dihancurkan, warga sipil terpaksa melarikan diri. Tetapi di samping perang yang bisa dilihat, kedua belah pihak juga saling menyerang di dunia maya.
"Kalau ada serangan siber, yang terkena dampak misalnya akses ke air bersih, atau suplai makanan, energi, dan juga layanan kesehatan. Itulah eskalasi yang kita alami sekarang,” demikian dijelaskan ahli keamanan siber, Stéphane Duguin.
Perang hacker sudah marak sebelum invasi Rusia
Tapi "hacker" juga sudah menyerang Ukraina sebelum roda panser Rusia merangsek memasuki kawasan Ukraina. Situs pemerintah dan berbagai bank sudah dilumpuhkan, dan program perusak menghancurkan data di setiap komputer yang berhasil disusupi.
2014 terjadi serangan siber besar terhadap proses pemilu presiden Ukraina. 2015 dan 2016 peretas berhasil melumpuhkan sebagian jaringan listrik, di tengah musim dingin. 2017 program sabotase menghapus isi "hard disc" dan "server".
Serangan NotPetya di tahun 2017 yang merupakan serangan cukup besar berdampak pada banyak industri di seluruh dunia, termasuk perusahaan angkutan barang internasional Maersk. Demikian dijelaskan Georgia Osborne. “Jadi saya pikir, ini berefek terhadap banyak industri, dan menyebabkan kerugian sekitar 10 milyar dolar.“ Jadi ini serangan cukup besar, dan akibatnya dirasakan di seluruh dunia.
Sekarang rangkaian serangan yang diduga serangan siber dari Rusia terus dilancarkan. Termasuk di antaranya spionase, pencurian data, hingga serangan digital terhadap infrastruktur, seperti misalnya pembangkit tenaga listrik. Komunikasi militer juga bisa jadi sasaran.
Ralf Wintergerst, CEO Giesecke+Devrient mengungkap, di setiap panser, di setiap pesawat terbang sudah ada komputer yang terhubung dengan jaringan. Jadi di dalam satu alat saja sudah ada teknologi siber dalam jumlah sangat besar. Demikian ditekankan Wintergerst.
Elon Musk ikut terlibat?
Ukraina juga melancarkan perlawanan terhadap Rusia lewat media sosial. Menteri Digital Ukraina Mykhailo Fedorov menggunakan Twitter untuk kampanye anti perangnya.
Dari Elon Musk ia meminta akses satelit Starlink, untuk bisa mempertahankan jaringan internet, dan dia segera mendapatkannya.
Fedorov menyerukan berbagai perusahaan asing untuk memboikot Rusia. Sekarang sangat banyak perusahaan asing sudah meninggalkan Rusia, dan kerugian ekonomi yang ditimbulkannya sangat besar.
Menteri Digital, Mykhailo Fedorov sangat aktif di Twitter dan mendesak CEO dari banyak perusahaan besar untuk memboikot bisnis Rusia. Begitu dijelaskan Georgia Osborne.
Walaupun kehancuran yang diakibatkan bom sangat besar, kerusakan yang disulut virus komputer juga sangat besar. Saat ini perang nyata dan digital dilaksanakan secara bersamaan. (ml/Inovator)