Prospek Ekonomi Negara Berkembang di Asia Tahun 2023
28 Desember 2022Perekonomian Asia Selatan dan Tenggara mengalami tantangan pada 2022, tahun di mana ekonomi global diprediksi pulih dari dampak buruk pandemi COVID-19.
Akan tetapi invasi Rusia ke Ukraina dibarengi dengan hambatan rantai pasokan yang terus berlanjut, penguncian COVID-19 yang berulang di Cina dan melonjaknya inflasi, telah mengurangi prospek pertumbuhan dan menyebabkan hambatan ekonomi bagi bisnis dan rumah tangga.
Kenaikan suku bunga yang agresif oleh bank sentral Amerika Serikat (The Fed) untuk mengendalikan lonjakan inflasi di negaranya, juga menyebabkan depresiasi sejumlah mata uang Asia. Kondisi ini makin memperburuk masalah utang beberapa negara, mengikis daya beli, dan mendorong bank sentral di sejumlah negara menaikkan suku bunga secara signifikan untuk menopang mata uang mereka.
Perekonomian ASEAN juga hadapi hambatan
Meningkatnya biaya impor pangan dan bahan bakar, telah menguras cadangan devisa beberapa negara dan memicu krisis ekonomi.
Di Asia Selatan, Sri Lanka dan Pakistan telah menerima bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF) setelah terjerat utang dan menghadapi kesulitan neraca pembayaran.
Para ahli memperkirakan, situasi ekonomi yang berat pada tahun 2023, di tengah prospek pertumbuhan yang melemah di AS, zona euro dan Cina, serta pengetatan kondisi keuangan.
Bank Dunia, IMF, dan Bank Pembangunan Asia (ADB) telah menurunkan perkiraan pertumbuhan untuk sejumlah negara berkembang di Asia. Perekonomian berorientasi perdagangan seperti Singapura, Thailand, Vietnam, dan Malaysia diprediksi akan sangat terpengaruh oleh ekspansi global yang lebih lambat.
"Ketika permintaan eksternal melemah, ekspor mulai merosot, dan kami perkirakan ada pelemahan lebih lanjut di tahun mendatang," kata Alicia Garcia-Herrero, Kepala Ekonom untuk Kawasan Asia Pasifik di bank investasi Natixis. Dia juga menunjukkan, ekonomi yang digerakkan oleh sektor perdagangan seperti Malaysia dan Vietnam telah mengalami kontraksi sejak November lalu.
Pencabutan pembatasan COVID-19 untungkan Cina?
Cina, ekonomi terbesar di kawasan ini, juga diperkirakan akan mencatat pertumbuhan yang lebih lambat pada tahun 2023. ADB belum lama ini memangkas proyeksi pertubuhan negara tersebut menjadi 4,3% dari prakiraan sebelumnya 4,5%.
Beijing telah berusaha untuk mendorong pertumbuhan, dengan memangkas suku bunga utama dan memompa uang tunai ke dalam sistem perbankan. Selain itu, Cina juga tidak lagi memberlakukan kebijakan nol COVID. Sementara beberapa pembatasan tetap diberlakukan, ada harapan ketika Cina mencabut aturan yang ketat, permintaan domestik akan bangkit kembali di ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Langkah itu juga akan membantu ekonomi beberapa negara Asia Tenggara yang terutama bergantung pada sektor pariwisata, seperti Thailand. "Kedatangan turis ke negara-negara ASEAN jumlahnya masih jauh dari masa pra-COVID karena kurangnya turis Cina," kata Garcia-Herrero. "Meskipun kami tidak mengharapkan turis Cina untuk kembali ke ASEAN sebanyak sebelum COVID, orang akan berharap bahwa akan ada peningkatan jika Cina kembali dibuka."
Mungkinkah ekonomi India melawan tren?
India, ekonomi terbesar kedua di kawasan itu, juga menghadapi kesulitan di tengah kenaikan tingkat suku bunga dan perlambatan perdagangan global. Kenaikan harga minyak mentah dan gas juga berkontribusi terhadap memburuknya neraca perdagangan.
"Ekspansi ekonomi yang berkelanjutan dengan laju 5,3% tahun-ke-tahun diperkirakan untuk tahun fiskal 2023-24, dengan pengaturan kebijakan moneter yang lebih ketat dan permintaan eksternal yang lebih lemah bertindak sebagai penghambat pertumbuhan ekonomi," kata Kepala Ekonom Asia Pasifik di S&P Global Market Intelligence Rajiv Biswas.
Garcia-Herrero mengatakan, India menghadapi beberapa tantangan di tahun mendatang, merujuk pada kondisi likuiditas yang lebih ketat, ekspor yang melemah, dan momentum pertumbuhan yang melambat.
"Kami memperkirakan pertumbuhan PDB India melambat menjadi 6,3% tahun-ke-tahun pada 2023 dari kisaran 6,9% pada 2022," katanya.
Perusahaan lakukan diversifikasi dari Cina
Para ahli mengatakan, perusahaan akan terus mendiversifikasi investasi mereka menjauh dari Cina pada tahun 2023, untuk menghindari gangguan rantai pasokan yang terjadi tahun 2022 dan di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik antara Beijing dan Barat. Beberapa negara ASEAN kemungkinan akan mendapat manfaat dari tren ini.
"Total data arus masuk FDI, yang tidak hanya mencakup aliran M&A lintas batas, tetapi juga investasi greenfield, menunjukkan lonjakan investasi asing langsung ke India, Singapura, Malaysia, Indonesia, dan Vietnam pada tahun 2022,” kata Garcia-Herrero.
"Kami memperkirakan tren ini akan berlanjut bahkan ketika Cina secara bertahap mencabut pembatasan nol-COVID, memberikan dorongan tidak hanya aliran masuk modal, tetapi juga naiknya permintaan karyawan baru ke kawasan ASEAN dan India."
(ha/as)