Pers Internasional Tentang Bencana Tsunami di Sulawesi
1 Oktober 2018Harian "Frankfurter Rundschau" menulis:
"gempa bumi dan tsunami yang menelan banyak korban jiwa di Indonesia adalah sebuah tragedi yang sulit digambarkan. Tidak hanya karena jumlah yang tewas, dan dengan demikian jumlah keluarga yang berduka, terus naik setiap jam. Juga tidak hanya karena kerusakan hebat atas rumah dan bangunan masih belum bisa diperkirakan dan mungkin baru bisa diketahui beberapa hari lagi. Bencana ini begitu mengerikan, karena terjadi cepat sekali. Penduduk di kawasan yang tertimpa bencana sebelumnya masih hidup normal. Orang-orang bekerja dan berencana menghabiskan akhir minggu mereka, banyak yang gembira, mungkin ada juga yang sedang kesal. Lalu tiba-tiba bumi berguncang, kemudian tsunami menyapu semua yang menghalangi jalannya. Mereka yang selamat, sekarang tidak punya apa-apa lagi. Semuanya tidak akan kelihatan seperti dulu lagi. Di masa-masa duka ini, kemanusiaan kita tersentuh. Mungkin itu yang bisa sedikit menghibur.
Harian "Darmstädter Echo" berkomentar:
Pada akhirnya, hanya ilusi saja untuk percaya bahwa ribuan kilometer daerah pantai bisa dilindungi seratus persen. Kita ingat, bahkan di Jepang, negara yang jauh lebih kaya dari Indonesia, upaya ini tidak berhasil. Pada bencana tsunami tahun 2011, instalasi atom di Fukushima rusak dan sekitar 20 ribu orang tewas. Jadi bagaimana kita bereaksi di masa-masa perubahan iklim dan pertambahan penduduk bumi yang makin cepat? Kita perlu menghormati kekuatan alam, yang tidak bisa kita kendalikan seluruhnya. Kita perlu merasa bertanggungjawab atas planet ini, banyak hal yang bisa kita lakukan untuk itu. Dan kita perlu berterimakasih kepada mereka, yang dalam situsi sulit tetap bekerja keras untuk membantu mereka yang selamat maupun yang menjadi korban bencana alam ini.
Harian "Tages Anzeiger" yang terbit di Zurich, Swiss, menulis:
Sementara regu penolong berusaha membuka jalan ke kawasan bencana, ada kritik kepada Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di Indonesia. BMKG hari Jumat lalu memang mengeluarkan peringatan tsunami, namun mencabutnya lagi dan tidak sadar bahwa gelombang setinggi dua sampai tiga meter sedang menuju pantai. "Kami tidak punya data-data pengamatan dari Palu", kata Rahmat Triyono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG. Stasiun pengukur terdekat berada 200 kilometer dari Palu, dan di tempat itu hanya diamati kenaikan minimal permukaan laut, katanya. Jadi memang tidak ada yang menyangka bahwa Palu akan diterjang tsunami hebat. Namun perlu dipertanyakan, seberapa baik sistem peringatan dini yang ada. Karena peringatan tsunami tampaknya tidak mencapai masyarakat setempat. Ada orang-orang yang siap-siap menyambut acara festival di pantai, dan mereka tidak tahu, bencana sedang mendekat dengan cepat.
Kepala Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, di pantai Palu tidak terdengar sirene.
Harian Swiss lain, "Neue Züricher Zeitung" (NZZ) berkomentar:
Tiga hari setelah gempa dan tsunami, Indonesia minta bantuan dari luar negeri. Namun waktunya sangat mendesak. Hingga kini tercatat ada ratusan yang tewas dan ribuan luka-luka. Bantuan luar negeri baru akan datang beberapa hari lagi. Memang sudah ada bantuan yang dibawa lewat udara, tapi tim penolong kekurangan alat-alat berat untuk menolong mereka yang kemungkinan berada di bawah reruntuhan bangunan. Di sebuah hotel diperkirakan masih ada 50 orang yang tertimbun atau terkurung. Penduduk setempat perlu bahan makanan, air minum, obat-obatan dan tempat tinggal sementara.
Harian Inggris "Guardian" menulis:
Jumlah korban tewas yang dilaporkan dari lembaga resmi dalam beberapa jam terkahir tidak naik secara dramatis, karena tim penolong belum mencapai daerah-daerah yang masih terputus dari dunia luar. Alat-alat berat yang diperlukan untuk mengevakuasi mayat dari timbunan reruntuhan bangunan baru saja didatangkan. Salah satu kawasan yang palig parah dilanda gempa adalah Balaroa di Palu. "Kita tidak tahu berapa korban di sana yang sudah dikuburkan, kami perkirakan ada ratusan, kata Kepala Humas BNPB Sutopo. Dia mengatakan, ada 144 warga asing yang diketahui berada di Palu and Donggala saat gempa dan tsunami terjadi. Menurut laporan instansi pemerintah, jumlah korban tewas telah mencapai 844 orang.
hp/ts (dpa, rtr)