Piala Dunia 2034: Laporan HAM Arab Saudi ‘Tidak Memadai’
29 Oktober 2024Bulan lalu, Arab Saudi menjadi tuan rumah pertandingan tinju kelas berat. Bulan ini, petenis pria terbaik dunia datang untuk turnamen yang menawarkan hadiah besar. Dan pada Desember nanti, Arab Saudi ibaratnya akan mendapatkan "hadiah tertinggi" sebagai penyelenggara event olahraga paling akbar sedunia: Piala Dunia sepak bola 2034.
FIFA, sebagai badan pengatur sepak bola dunia, diperkirakan akan mengumumkan Arab Saudi sebagai tuan rumah Piala Dunia 2034 pada 11 Desember. Saat ini, memang tidak ada negara lain yang mengajukan diri menjadi tuan rumah. Namun, kemungkinan keputusan ini sudah mendapat banyak kritik dari organisasi hak asasi manusia, mengingat catatan buruk Arab Saudi dalam hal tersebut.
FIFA meminta firma hukum independen, AS&H Clifford Chance, untuk membuat laporan tentang situasi hak asasi manusia di Arab Saudi guna menunjukkan komitmen negara itu terhadap hak asasi manusia, Tetapi, temuan dalam laporan ini justru menuai kecamn keras.
"Sudah lebih dari setahun FIFA terlihat berusaha menghilangkan semua hambatan, agar penyelengaraan Piala Dunia 2034 bisa diserahkan ke tangan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman," kata James Lynch, salah satu direktur organisasi hak asasi manusia FairSquare, yang bergabung dengan 10 organisasi lain menyampaikan keprihatinannya.
‘Laporan memudahkan jalan bagi Saudi’
"AS&H Clifford Chance, bagian dari salah satu firma hukum terbesar di dunia yang mengaku ahli dalam hak asasi manusia, justru menghasilkan laporan yang buruk, yang membantu menghilangkan hambatan terakhir," tamba Lynch.
Beberapa organisasi advokasi, termasuk Football Supporters Europe, Human Rights Watch, Middle East Democracy Center, dan Amnesty International, menyebut laporan ini sebagai "pemutihan dosa."
Kritik utama mereka adalah, laporan tersebut gagal menilai isu hak asasi manusia karena Arab Saudi tidak menandatangani perjanjian internasional terkait HAM, memilih laporan PBB secara selektif, dan tidak berkonsultasi dengan pakar independen.
FIFA belum menanggapi kritik ini, tetapi sebelumnya menyatakan bahwa mereka "berkomitmen menghormati semua hak asasi manusia yang diakui secara internasional dan akan berusaha melindungi hak-hak ini."
Gaung Qatar dalam kematian pekerja migran
Kekhawatiran ini mengingatkan banyak orang pada kontroversi seputar Piala Dunia 2022 di Qatar. Film dokumenter yang dibuat di Inggris dan ditayangkan minggu lalu, mengklaim sedikitnya 21.000 pekerja migran meninggal dalam proyek Vision 2030 Arab Saudi, sebuah rencana untuk memodernisasi negara itu dengan banyak acara olahraga besar. Sebagai perbandingan, perkiraan jumlah pekerja migran yang meninggal terkait Piala Dunia Qatar sekitar 7.000 orang.
Meski kritik terus muncul, banyak federasi olahraga dan atlet tampaknya mengabaikannya. Enam petenis pria terbaik dunia tampil dalam acara Six Kings awal Oktober lalu, yang merupakan ekshibisi di luar sistem peringkat normal dengan hadiah $6 juta (sekitar Rp93,6 miliar) bagi pemenangnya. Semua peserta mendapat setidaknya $1,5 juta (sekitar Rp23,4 miliar) hanya untuk ikut serta. Hadiah untuk juara bahkan hampir dua kali lipat dari hadiah Grand Slam mana pun.
"Saya tidak bermain demi uang. Sangat sederhana," kata pemenang dan peringkat 1 dunia, Jannik Sinner, kepada Eurosport. "Tentu saja itu hadiah yang bagus, tapi saya datang ke sana untuk menghadapi enam pemain terbaik di dunia. Itu juga acara yang menyenangkan."
Arab Saudi juga akan menggelar Grand Prix Formula 1 tahun depan, acara tinju besar telah jadi hal biasa, dan tur LIV Golf terus menawarkan hadiah besar yang memengaruhi dunia golf. Meski banyak diterpa kritik, Arab Saudi dan pemimpinnya, Mohammed bin Salman, tampaknya tidak memperlihatkan sinyal terhalangi dalam rencana menjadikan olahraga sebagai pusat perhatian di kerajaan tersebut.
Artikel ini diadaptasi dari DW berbahasa Inggris