PLTG Jembatani Teknologi Sistem Energi
19 September 2011Baja setinggi 3 meter melayang di aula produksi. Itulah motor turbin, sebuah silinder raksasa yang dipasang di 1500 bilah yang berhimpitan satu sama lain. Motor memutar turbin 50 kali per detik, hingga menimbulkan listrik. Para teknisi dan insinyur Siemens terlihat lalu lalang di bawah turbin raksasa yang tergantung dari sebuah derek di langit-langit aula. Salah satunya Mark Vogelsang, seorang ahli teknik mesin berusia 31 tahun yang bekerja di pabrik di Berlin ini. Ia terlibat pembuatan turbin. "Selalu menakjubkan karena patut diingat bahwa beban sekitar 400 ton tergantung di langit-langit," ujar Vogelsang.
Alternatif energi terbarukan
Permintaan bagi turbin kini meningkat. Terutama bagi pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) seperti di Irsching, 500 kilometer dari Berlin. Dua pekerja Siemens tengah berada di PLTG yang belum diresmikan tersebut. Bagian luar gedung terlihat mentereng dengan warna cat biru. Nama perusahaan energi milik negara terpampang berwarna merah. Kabel masih berserakan dimana-mana.
Lothar Balling adalah kepala divisi tenaga gas di Siemens. Para koleganya ikut membangun PLTG di Irsching. Menurutnya, dalam beberapa tahun ke depan pembangunan PLTG semacam itu harus semakin digencarkan. Jerman membutuhkan hingga 30 PLTG serupa, karena semakin banyak perusahaan energi yang berupaya menghasilkan listrik dari tenaga angin dan surya. Tenaga listrik yang sangat tergantung cuaca. Lebih banyak PLTG dibutuhkan untuk mengkompensasi fluktuasi cadangan energi yang dihasilkan tenaga angin dan surya. "Kalau tidak ada angin atau matahari tertutup awan, diperlukan kapasitas 30 hingga 50 gigawatt yang hanya bisa didapat dari pembangkit listrik yang bisa bekerja dengan cepat dari posisi diam. Ini tentunya untuk mengisi kekosongan pasokan energi," jelas Balling.
PLTG percontohan
PLTG di Irsching menjadi prototipe yang digerakkan turbin gas terbaru yang dipadukan dengan turbin uap. Suara di dalam ruang turbin bekerja begitu memekakkan telinga. Balling membanggakan PLTG di Irsching sebagai yang terkuat di dunia. Teknik yang digunakan mampu menghasilkan 60 persen efisiensi jika dibandingkan energi buatan gas alam dengan teknik lama. Tentunya ini berarti gas yang dibakar lebih sedikit. "PLTG semacam ini mampu menghasilkan sekitar 580 megawatt listrik yang mampu memenuhi kebutuhan satu juta rumah tangga berisi 3 penghuni. Ini mencakup sebuah kota di Jerman," tegas Balling.
PLTG seperti di Irsching ditawarkan senilai 250 juta Euro kepada perusahaan energi. Kolega Balling, Mark Zankel, melihat para konsumen lebih memilih PLTG karena relatif murah. Biaya pembangunannya setengah dari pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara. PLTG juga lebih cepat dalam memproduksi energi. Zankel menjelaskan, "Dengan semua layar disini, kami bisa menghasilkan energi dalam 25 menit. Benar-benar dari nol, posisi diam. Pemanasan, turbin uap hingga produksi penuh. Setengah gigawatt dalam 25 menit."
Dan mungkin saja lebih cepat lagi di masa depan. Mark Vogelsang beserta para kolega di pabrik Berlin tengah berusaha membuat operasi turbin lebih efisien menggunakan bilah yang lebih baik, serta lapisan baru. Semuanya demi produksi energi yang lebih banyak namun menggunakan konsumsi energi yang lebih sedikit.
Tidak ramah lingkungan
PLTG tetap saja tidak bisa dibilang ramah lingkungan. Untuk setiap kilowatt jam (kWh) listrik, PLTG menghembuskan 400 gram CO2 ke udara. Jumlah ini memang hanya setengah dari kepulan CO2 pembangkit listrik tenaga batu bara. Namun jauh lebih kotor jika dibandingkan tenaga surya atau angin. Terutama mengingat bahan mentah PLTG harus diimpor dengan biaya mahal.
Meski begitu, Vogelsang menilai tingkat performa PLTG sebanding dengan tingkat polusinya, "Tentu tenaga angin menjadi topik menarik karena tidak memerlukan pembakaran. Tapi tenaga yang dibutuhkan untuk menyuplai listrik bagi seluruh kota seperti Hamburg bisa tercukupi oleh turbin kami, yang tentunya membutuhkan pembakaran." Vogelsang tak lama lagi menjalankan uji coba turbin buatannya. Jika semua berjalan lancar, mesin tersebut siap dikirim. Tujuan pertama, sebuah pembangkit listrik di Florida, Amerika Serikat.
Grit Hofmann/Carissa Paramita
Editor: Edith Koesoemawiria