1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Presiden "Integrasi" Libanon dengan Tugas Berat

2 Desember 2008

Rabu (03/12) Presiden Libanon Suleiman mengunjungi Jerman. Pembicaraan dengan wakil-wakil pemerintah di Berlin terutama partisipasi Jerman dalam aksi perdamaian di pantai Libanon dan peran menstabilitasi kawasan itu.

https://p.dw.com/p/G7m8
Presiden Libanon Michel SuleimanFoto: DW

Satu hari setelah terpilih sebagai presiden Libanon, dalam upacara pelantikan jabatannya, Michel Suleiman tampil dengan jas hitam. Bagi kebanyakan warga Libanon hal yang masih janggal, karena seragam militer adalah pakaian dinas Suleiman. Hampir 40 tahun ia bertugas sebagai tentara, dan posisi ini menempatkannya di luar lingkungan elit politik Libanon. Faktor yang terutama menjadikannya kandidat untuk jabatan presiden

Heiko Wimmen: „Orang harus melihat bahwa tentara adalah salah satu dari sedikit institusi pemerintah yang setidaknya masih dipercaya rakyat. Dan hal ini tentu saja dinikmati panglima militernya, yang dulu dipegang Suleiman."

Demikian disampaikan Heiko Wimmen, ketua Yayasan Jerman Heinrich-Böll-Stiftung di Libanon. Bagi Wimmen, kekuatan presiden Libanon tidak diukur dari kemampuannya untuk membuat keputusan politis

"Kompetensi presiden Libanon bukanlah kemampuan eksekutif sebenarnya. Artinya presiden terutama adalah figur integrasi, yang mewakili tampilan Libanon ke luar. Dan itu semua sangat penting."

Peta politik Libanon terpecah dalam berbagai kelompok dan partai, yang saling membatasi diri secara politis atau religius. Sementara ini mereka dapat dibagi dalam dua blok. Kubu pro Barat yang mendukung Perdana Menteri Fuad Siniora dan pendukung kelompok Syiah Hisbullah. Kedua kubu mendapat dukungan dari negara-negara tetangga di kawasan itu. Hanya beberapa hari menjelang pemilihan Michel Suleiman, konflik memuncak yang hampir menjadi perang saudara.

Baru ketika Arab Saudi memprakarsai perundingan di Doha konflik itu mereda. Disepakati membentuk pemerintah koalisi nasional, yang melarang penggunaan senjata dalam konflik internal di Libanon dan memungkinkan pemilihan Suleiman. Sebagai presiden baru, ia memegang tanggung jawab untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan di Libanon. Meliputi sikap terhadap Suriah atau juga pertanyaan apakah Israel dipandang sebagai musuh atau negara tetangga yang berpotensi untuk berdamai

Heiko Wimmen: „Semua perbedaan ini sangat sulit dipecahkan, dan saat memulai jabatannya Suleiman terutama berusaha menekankan kebersamaan. Juga inilah satu-satunya yang dapat ia lakukan dengan mendesak dan menyampaikan seruan. Ia telah mendesak agar dijembatani perbedaan di antara berbagai kubu.“

Jembatan atau paling tidak tonggak untuk itu dibangun Suleiman di bidang politik dalam dan luar negeri. Ia memanfaatkan impuls dari kompromi di Doha untuk menggerakan dialog nasional antara partai-partai yang berkonflik di Libanon. Dalam hal ini pimpinan Hisbollah sudah melakukan pembicaraan dengan putra Perdana Menteri Rafik Hariri yang tewas terbunuh. Hal yang cukup lama sulit dibayangkan.

Dua putaran perundingan sudah berlangsung, dan pertemuan mendatang dijadwalkan bulan ini. Tahun depan direncanakan pemilihan parlemen, diman semua partai yang berkonflik sudah mulai menyiapkannya. Hal ini melahirkan ketenangan dan menciptakan ruang untuk pembicaraan selanjutnya sesuai visi Suleiman. (dk)