Jakarta Tenggelam Tanpa Tanggul Raksasa
28 April 2016Presiden Joko Widodo mengeritik lambatnya realisasi megaproyek di pantai Jakarta, National Integrated Coastal Development (NCICD) atau yang dikenal sebagai "Proyek Garuda".
Proyek rasasa itu mencakup reklamasi 17 pulau buatan di teluk Jakarta, dan pembangunan tanggul raksasa "Giant Sea Wall". Proyek ini sekarang terhenti karena berbagai skandal birokrasi dan korupsi.
Jokowi mengingatkan, tanpa Proyek Garuda, Jakarta bisa tenggelam.
"Diperkirakan bahwa seluruh Jakarta Utara akan tenggelam di bawah permukaan laut pada tahun 2030," kata Widodo pada pertemuan kabinet terbatas hari Rabu (27/04). "Karena itu, pengembangan pantai ibukota, yang telah tertunda begitu lama, adalah jawaban untuk Jakarta."
Jakarta adalah salah satu kota yang paling padat penduduknya di dunia, dan berada di dataran berawa. Permukaan tanahnya tenggelam pada tingkat yang lebih cepat daripada kota-kota lain di dunia.
Guna menghentikan penenggelaman dan menanggulangi banjir, perhatian kini dicurahkan untuk membangun tanggul raksasa sepanjang 25 kilometer.
"Presiden ingin menekankan, bahwa proyek inilah yang dibutuhkan untuk menyelamatkan Jakarta," kata Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Termasuk dalam rencana induk Proyek Garuda adalah reklamasi 17 pulau-pulau buatan di lepas pantai utara Jakarta. Proyek ini rencananya akan dikembangkan pihak swasta, dengan fasilitas pusat perbelanjaan dan atraksi yang mirip dengan Pulau Sentosa di Singapura.
Tetapi proyek ini terpaksa ditunda bulan, kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung, setelah para pejabat perusahaan properti PT Agung Podomoro Tbk, jadi tersangka dalam kasus dugaan suap anggota DPRD untuk mempengaruhi regulasi reklamasi tanah.
Polisi juga telah mencekal direktur perusahaan properti lain, Agung Sedayu Group, dan masih akan mengumumkan nama-nama sejumlah tersangka lain.
Presiden Jokowi mendukung penyelidikan dugaan korupsi ini dan dan memerintahkan menterinya untuk mengawasi setiap aspek Proyek Garuda.
"Presiden menekankan, proyek ini jangan hanya didorong oleh sektor swasta, tetapi harus benar-benar dalam kendali pemerintah pusat dan daerah," kata Anung Pramono.
hp/ap (rtr, kompas.com)