Rakyat Menderita, PBB Kecam Korut Pentingkan Program Nuklir
18 Agustus 2023Beberapa anggota Dewan Keamanan PBB pada hari Kamis (17/08) mengecam Korea Utara atas semakin memburuknya catatan hak asasi manusia.
Rezim pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dikritik karena mengalokasikan sumber daya yang cukup besar untuk program senjata nuklirnya, di saat banyak orang tidak dapat mengakses kebutuhan dasar karena situasi ekonomi yang memburuk.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Türk, mengatakan pada pertemuan terbuka pertama Dewan Keamanan sejak 2017 tentang hak asasi manusia Korea Utara bahwa rakyat negara itu telah mengalami masa kesulitan ekonomi dan penindasan terparah, tetapi "saat ini mereka tampaknya menderita keduanya."
"Menurut informasi yang kami terima, masyarakat menjadi semakin putus asa karena pasar informal dan mekanisme penanggulangan lainnya dibongkar, sementara ketakutan mereka akan pengawasan, penangkapan, interogasi, dan penahanan oleh negara semakin meningkat," katanya.
Kemajuan militer lebih diprioritaskan
Türk mengaitkan banyaknya pelanggaran dengan meningkatnya militerisasi Korea Utara, yang mengindikasikan bahwa insiden terkait atau secara langsung mendukung ambisi militer negara tersebut. Dia menunjukkan adanya kerja paksa yang lazim, termasuk di antara pekerjanya adalah anak-anak, untuk meningkatkan kemampuan militer negara dan upaya pembuatan senjata.
Türk mengatakan bahwa Korea Utara telah menutup pasar dan sarana lainnya untuk mendapatkan penghasilan, sehingga menyebabkan peningkatan kejahatan. "Hal ini secara tajam membatasi kemampuan orang untuk menafkahi diri mereka sendiri dan keluarga mereka," katanya. "Mengingat keterbatasan lembaga ekonomi yang dikelola negara, banyak orang tampaknya menghadapi kelaparan yang ekstrem serta kekurangan obat-obatan yang parah."
Dia mengatakan siapa pun yang kedapatan menonton "ideologi dan budaya reaksioner" akan dipenjara, bahkan mereka yang kedapatan mendistribusikan materi semacam itu dapat menghadapi hukuman penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati.
Pertemuan pertama dalam enam tahun terakhir
Amerika Serikat secara khusus meminta diadakannya pertemuan tersebut, menandai pertama kalinya dalam enam tahun terakhir Dewan Keamanan PBB bersidang untuk membahas hak asasi manusia di Korea Utara. Pertemuan berlangsung dengan latar belakang meningkatnya ketegangan di wilayah tersebut akibat uji coba rudal berkemampuan nuklir yang dipercepat oleh Korea Utara selama setahun terakhir.
Di tengah-tengah perwakilan dari lebih dari 50 negara, Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, mengecam pelanggaran hak asasi manusia dalam sebuah pernyataan bersama. Ia menekankan keterkaitan antara serangkaian pelanggaran itu dengan upaya Korut untuk mengembangkan senjata pemusnah massal dan teknologi rudal balistik.
Pelapor khusus Kantor Hak Asasi Manusia PBB untuk Korea Utara, Elizabeth Salmon, mengatakan bahwa penutupan perbatasan negara yang berkepanjangan, sebagai konsekuensi dari sanksi global, telah memperparah kesulitan yang dihadapi oleh rakyatnya, di antaranya kelangkaan pangan.
Dukungan dari Cina dan Rusia
Sepanjang sesi, banyak anggota dewan yang mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap kondisi kehidupan dan situasi hak asasi manusia yang memburuk di Korea Utara. Negara ini sedang bergulat dengan sanksi keras yang dijatuhkan oleh Dewan Keamanan dan negara-negara besar karena program senjata nuklirnya.
Meskipun tidak ada perwakilan dari Pyongyang yang hadir, delegasi dari Beijing dan Moskow berpendapat bahwa Dewan Keamanan bukanlah wadah yang tepat untuk membahas masalah hak asasi manusia Korea Utara.
Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Dmitry Polyansky, menyebut pertemuan itu sebagai "propaganda" sekaligus "upaya sinis dan munafik dari AS bersama sekutunya untuk memajukan agenda politik mereka sendiri dengan meningkatkan tekanan terhadap Pyongyang."
Baik Cina maupun Rusia berpendapat bahwa dialog tersebut tidak produktif dan gagal mengusulkan solusi untuk mengurangi ketegangan strategis di kawasan.
bh/ha (AFP, AP)