Rasionalisasi Pemindahan ASN ke IKN
20 Agustus 2024Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) secara keseluruhan kemungkinan baru mencapai 20%. Menurutnya, IKN bisa rampung dalam waktu 10-15 tahun ke depan.
Lantas, bagaimana dengan persiapan perpindahan ASN dan infrastruktur pendukungnya?
Semula pemerintah memang berencana untuk memindahkan sekitar 3.246 ASN ke IKN pada tahap pertama yang dimulai pada Juli-November 2024 mendatang. Hal itu disampaikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas pada Desember 2023, dalam situs resmi Kementerian PANRB.
Namun saat meninjau dan meresmikan beberapa infrastruktur di IKN, Presiden Jokowi berpesan agar pemindahan ASN tidak perlu dopaksakan kalau belum siap. Rencananya, kata Jokowi, pemindahan ASN itu akan dilakukan pada bulan September.
Kepada DW Indonesia, Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rhardiansah menilai kebijakan pemindahan ASN ke IKN justru malah kesannya dipaksakan. Menurutnya, infrastruktur, administrasi, anggaran belum siap.
Dengan skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), yang artinya pembangunan IKN tidak sepenuhnya menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanjar Negara (APBN), Trubus merasa ragu proyek Ibu Kota baru Indonesia ini akan dilanjutkan sampai selesai.
Gen Z didahulukan pindah ke IKN?
Trubus berpendapat bahwa sebaiknya ASN yang didahulukan untuk pindah ke IKN adalah mereka yang tergolong masih bujang dan masuk dalam kategori Gen Z. Dia beranggapan kalau ASN Gen Z ini lebih melek teknologi soal pelayanan publik di IKN yang telah bersifat digital.
"Paling tidak ASN yang muda, profesional, yang bujang, yang single, itu yang dipindah duluan, kaitannya dengan pelayanan publik. Mereka umpamanya menguasai IT, jadi pelayanan publiknya lebih cepat," ungkap Trubus sambil menambahkan "karena, mereka yang sudah berkeluarga, bawa anak, bebannya berat bagi negara."
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti ini juga menilai bahwa ASN yang pindah ke IKN sebaiknya diberikan porsi gaji dan fasilitas yang cukup, termasuk salah satunya tempat tinggal.
Insentif bisa jadi harapan palsu dan cemburu sosial
Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas mengatakan ada instruksi dari Presiden Jokowi untuk memberikan insentif atau tunjangan khusus untuk ASN yang pindah ke IKN. Program ini disebut sebagai tunjangan pionir.
Ramai diberitakan, bahwa tunjangan ini bernilai hingga Rp100 juta. Menurut penelusuran DW, wacana terkait insentif ini pertama kali diusulkan oleh pihak Kementerian PANRB. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani menganggap anggaran ini terlalu tinggi.
Dilansir dari detikcom pada Rabu (14/08), Menteri PANRB mengatakan pihaknya tengah mempersiapkan usulan baru terkait insentif ini. Setidaknya, ada tiga formula yang akan kembali diajukan Kementerian PANRB kepada Sri Mulyani.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru
Merespons hal tersebut, Trubus menyebut rencana insentif bukan hal yang diperlukan dalam proses pemindahan ASN ke IKN. Dia mewanti-wanti agar pemerintah tidak usah menjanjikan insentif lantaran dituding tidak memiliki kemampuan untuk merealisasikannya.
"Jadi, pemerintah tidak usah menjanji-janjikan, membuat PHP menurut saya nantinya. Karena saya yakin tidak ada kemampuan untuk membayar, kalau misalnya dijanjikan sampai Rp100 juta misalnya per orang," ujar dia.
Belum lagi, insentif ini juga rawan menciptakan rasa kecemburuan sosial bagi para ASN yang bertugas di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T).
ASN: Bukan infrastruktur fisik, tapi kualitas mutu
Kepada DW Indonesia, seorang ASN perempuan yang bertugas di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Risat dan Teknologi (Kemendikbudristek) mempertanyakan sikap pemerintah yang tidak memprioritaskan infrastruktur soal pendidikan dan kesehatan di IKN. Dia menyebut keberatan jika harus dipindah ke IKN.
"Yang paling penting adalah karena kita punya anak, karena kita mungkin juga suatu saat nanti kalau pun akan pindah bawa orang tua misalnya, jadi mutu pendidikan dan fasilitas kesehatan seharusnya yang dipromosiin jadi daya tarik utama, menurutku," kata ASN yang tidak ingin disebutkan namanya kepada DW Indonesia via sambungan telepon.
ASN perempuan ini menjelaskan masalah pendidikan dan kesehatan itu bukan hanya soal infrastruktur secara fisik. Namun, kata dia, persoalan ini harus menyentuh masalah mutu yang seharusnya lebih baik di IKN. "Tapi, akan lebih baik kalau misalnya yang digembar-gemborkan itu bukan infrastruktur fisik saja," ujarnya.
Saat ditanyakan minatnya soal insentif dan kemudahan naik pangkat, ASN ini justru menolak mentah-mentah suguhan ini. Dia lebih tertarik soal "memperbaiki kualitas hidup.”
Selain itu, kemudahan ASN di IKN yang bertempat tinggal dekat dengan kantor membuatnya pesimis dengan performa kinerja para pegawai negeri sipil ke depannya. Dia berpendapat kalau hal ini kemungkinan dapat menjadi bumerang yang akan menurunkan minat kerja ASN. Kemudahan itu malah "tidak akan efektif” untuk mereka yang belum membangun etos kerja.
Berbeda dengan ASN Kemendikbud sebelumnya, pegawai negeri bernama Kharisma mengkhawatirkan masalah lingkungan hidupnya.
Dalam sebuah wawancara dengan Tim DW Indonesia, Kharisma mengaku antusias dengan adanya pemindahan ini. Hanya saja, dia khawatir dan belum tahu soal keadaan tempat tinggal di IKN.
"Cuma "concern” yang enggak kalah pentingnya, mungkin lingkungan hidup, dari mulai tempat tinggal itu seperti apa kita belum tahu. Lingkungan fasilitas pendukung di sekitarnya kita belum tahu,” ungkap Kharisma kepada DW.
Kharisma mengatakan kalau dia belum berminat pindah ke IKN.
Berharap IKN "less-hectic" ketimbang Jakarta
Dedy Afandi, seorang ASN di Kementerian Perdagangan secara terang-terangan tertarik untuk didahulukan pindah ke IKN. Dia sempat mengisi formulir dari Sekretariat tentang ketersediaan untuk pindah ke IKN.
Dalam formulir itu, kata Dedy, ada pertanyaan tentang fasilitas apa yang diharapkan oleh ASN jika pindah ke IKN. Hanya saja dalam formulir tersebut tidak disertakan tanggal kepindahannya ke IKN.
Kepada DW dia menceritakan salah satu alasannya untuk didahulukan ke IKN, yakni soal gaya hidup yang selama ini dicarinya. "Karena di sana lebih less-hectic dari Jakarta, lebih slow-living," ujar dia sambil menambahkan "ada kemungkinan insentif yang cukup untuk saya sebagai ASN."
Sebagai seseorang yang memiliki kampung halaman di Pulau Kalimantan, tentunya hal ini juga membuat Dedy juga merasa lebih dekat dengan keluarganya. Hanya saja, kata dia, faktor pendidikan dan kesehatan tetap menjadi kekhawatiran dia dan keluarga.
Terlepas dari kesiapan fasilitas lain yang belum memadai, Dedy berterus terang kalau hal itu tidak terlalu menjadi masalah untuknya.
"Cuma concern kalau semua ke sana, ke pendidikan anak sih, kan yang belum ready itu pendidikan anak," kata Dedy kepada Tim DW Indonesia, sambil menambahkan "selain sekolah, sarana kesehatan juga penting untuk anak-anak dan keluarga.”
Dedy, yang sampai saat ini juga belum tahu kapan akan dipindah ke IKN, berharap kalau dalam waktu dekat dia memang akan ke IKN, fasilitas pendidikan anak tetap menjadi prioritasnya. Dia terang-terangan sangat bersedia pindah ke IKN "kalau pendidikan anak sudah settle."
Di tengah pertanyaan kapan ASN akan pindah ke IKN, Dedy juga berharap dapat dipindah secara bersamaan anak dan istri, supaya tetap berdekatan.
"Saya dan istri mendambakan kalau di IKN itu bisa ke kantor naik sepeda, anak-anak juga bisa naik sepeda ke sekolah. Kehidupan seperti itu mungkin menyenangkan buat dijalani," pungkas Dedy.
Reporter DW Indonesia Iryanda Mardanus berkontribusi dalam liputan ini.
(mh/ae)