Mahasiswa Kedokteran Jerman Bantu Perangi Corona
6 April 2020Charlotte Dubral, mahasiswa kedokteran berusia 24 tahun, tengah menjalani program Erasmus di Polandia ketika pandemi virus corona menyerang. Dubral pun kembali ke Jerman pada pertengahan Maret.
Sekarang, alih-alih berkuliah di Krakow, Polandia, Dubral bekerja untuk Departemen Pencegahan Medis dan Penyakit Menular di Universitas Köln. Di sini dilakukan uji COVID-19 kepada sekitar 200 hingga 250 orang setiap harinya.
Charlotte Dubral menawarkan bantuan setelah teman-temannya menginformasikan adanya program khusus untuk mahasiswa. "Saya punya banyak teman dari Spanyol dan Italia selama (menjalani) program studi di luar negeri, dan mereka memberi tahu tentang pengalaman mereka,” kata Dubral kepada DW.
"Saya pikir: ‘Saya tidak bisa membiarkan itu terjadi di Jerman.' Jadi saya putuskan untuk membantu karena saya bukan anggota kelompok yang berisiko tinggi.”
Setelah kursus kilat tentang prosedur kebersihan yang berisi cara mengenakan pakaian pelindung dengan benar dan menggunakan disinfektan dengan baik, Dubral ditugaskan mencatat gejala-gejala orang yang dites, serta mencari tahu tentang orang-orang yang telah mereka kontak. Nantinya, dia akan membantu mengumpulkan sampel dari pasien yang dipilih secara acak di rumah sakit universitas.
"Saya agak gugup”
Sementara Moritz Leweke sedang menjalani program doktoral di bidang imunologi eksperimental di Universitas Bonn. Sekarang ia memberi bantuan kepada perawat di bangsal intensif di klinik Universitas Bonn, tempat kasus COVID-19 dirawat di ruangan yang terisolasi.
"Awalnya saya agak gugup,” kata laki-laki berusia 23 tahun itu lewat telepon. "Pertama kali saya harus mengenakan pakaian pelindung, saya tidak yakin apakah saya telah memakai semuanya dengan benar. Saya sedikit gugup dan memastikan bahwa masker saya telah terpasang dengan benar. Saya tidak akan mengatakan bahwa kini itu telah menjadi rutinitas, tetapi saya merasa lebih percaya diri.”
Leweke senang bisa menerapkan studinya dengan baik, dan mengatakan bahwa ia menerima umpan balik yang positif. "Kami diterima dan dilatih dengan sangat baik,” ujarnya.
Dia juga sangat menyadari risiko bahwa dia dapat tertular virus itu, tetapi fakta ini tidak meresahkannya. "Ketika Anda memilih belajar kedokteran, Anda tahu bahwa ini salah satu risikonya, dan ini hanya satu situasi di mana Anda harus mengambil sikap,” ujarnya.
Leweke menambahkan bahwa penting bagi para mahasiswa untuk mendapatkan kesempatan bekerja di bangsal yang situasinya belum "kacau.”
"Kami akan membutuhkan setiap bantuan yang ada”
Leweke dan Dubral hanyalah dua dari ribuan mahasiswa yang secara sukarela membantu di seluruh Jerman. Gerakan ini dimulai dari sebuah grup Facebook bernama Medis vs. COVID-19, yang kini beranggota lebih dari 20.000 orang. Gerakan ini telah memiliki laman situs sendiri, di mana mahasiswa kedokteran dapat mengetahui rumah sakit dan lembaga medis mana yang membutuhkan bantuan. Grup serupa di Austria memiliki lebih dari 5.000 anggota. Proyek lain, Match4Healthcare, juga menghubungkan mahasiswa kedokteran dan sukarelawan dengan lembaga medis.
Bernd Metzinger dari Federasi Rumah Sakit Jerman, DKG, mengaku tidak terkejut dengan membanjirya dukungan ini. "Saya seorang dokter veteran, dan saya tahu kolega saya dan generasi muda. Mereka semua sangat berkomitmen, mereka ingin membantu semua pasien, dan ini adalah sesuatu yang mendorong semua orang untuk terlibat. Sejujurnya, saya telah mengharapkan ini, "katanya.
Hingga saat ini, situasi di rumah sakit di Jerman masih terkendali, dan anggota staf telah dapat menjalankan unit perawatan intensif tanpa bantuan tambahan. Namun Metzinger mengatakan ini akan segera berubah. Menurut data DKG, pada 1 April terdapat sekitar 5.500 pasien COVID-19 di rumah sakit Jerman, dengan 1.500 pasien menjalani perawatan intensif.
"Kami melihat situasi dapat memburuk dalam 14 hari ke depan,” katanya. "Jumlah pasien, dan jumlah yang perlu memakai ventilator, akan meningkat secara signifikan.”
"Ketika gelombang (pasien) ini datang, kami akan membutuhkan setiap bantuan, terutama dari orang-orang yang sebelumnya telah terlatih, seperti mahasiswa kedokteran.”
Merugikan mahasiswa kedokteran?
Wabah ini mungkin memiliki dampak jangka panjang pada mahasiswa kedokteran yang berada pada akhir masa studi dan menunggu ujian akhir.
Pada tanggal 1 April, Kementerian Kesehatan Jerman mengatakan kepada negara-negara bagian bahwa mereka bisa memutuskan apakah akan menunda ujian akhir selama satu tahun atau melanjutkan ujian seperti yang direncanakan pada pertengahan April, "selama keadaan memungkinkan.” Jika ujian ditunda, mahasiswa mungkin akan memulai dengan tahun praktik lebih awal dari yang dijadwalkan.
Mattis Manke dari Perhimpunan Mahasiswa Kedokteran Jerman mengungkapkan kekhawatirannya bahwa para mahasiswa mungkin juga akan diwajibkan mengubah pilihan spesialisasi karena Kementerian Kesehatan telah secara eksplisit menyatakan bahwa para siswa dapat ditransfer untuk "memenuhi tuntutan situasi perawatan kesehatan saat ini.”
Meskipun mengerti bahwa lembaga medis kini membutuhkan bantuan, Manke mengatakan bahwa tekanan ini dapat berdampak buruk bagi masa depan para mahasiswa. "Pilihan spesialisasi sangat relevan untuk karier mahasiswa di kemudian hari,” katanya.
Dia juga mengatakan ada kemungkinan bahwa mahasiswa menjadi kurang belajar mengingat para dokter yang berkualitas akan memiliki lebih sedikit waktu untuk mengajar di tengah wabah ini.
Namun, ini semua tidak mengecilkan hati Moritz Leweke, yang telah memiliki kontrak selama tiga bulan dan hanya akan bekerja lebih sedikit di bangsal intensif jika kuliah musim panas dimulai seperti yang dijadwalkan, atau juga bagi Charlotte Dubral, yang berencana untuk bekerja di Köln setidaknya hingga akhir April.
"Saya bisa melihat adanya kebutuhan,” katanya. "Saya fleksibel dan ingin membantu.” (ae/rzn)