Riset Genetika Menuju Bebas Demam Berdarah
23 Oktober 2013Demam berdarah adalah virus tropis yang menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menginfeksi lebih dari 100 juta orang setiap tahun. Gejalanya menyerupai flu berat yang turut menyerang tulang dan sendi, tapi 5 persen kasus demam berdarah berisiko kematian sehingga temuan riset teranyar berikut amatlah penting.
Sebuah studi kawanan peneliti Perancis dan Thailand menemukan bahwa demam berdarah menyebar melalui interaksi genetika antara nyamuk dengan virus. Nyamuk diyakini dapat kebal terhadap virus tertentu - tapi pada saat bersamaan rentan terhadap virus lain.
Temuan terbaru ini diharapkan dapat mendorong terciptanya obat baru yang dapat mengontrol penyakit demam berdarah dan memungkinkan pengembangbiakan nyamuk tahan virus dengue.
Nyamuk urban
Tidak seperti nyamuk malaria, nyamuk aedes aegypti lebih memilih wilayah perkotaan yang banyak genangan air.
Di negara-negara rawan demam berdarah seperti Thailand, wilayah permukiman kerap difumigasi. Warga diimbau untuk menutup ember air dan membalikkan ember kosong yang bisa menampung air hujan.
Pemerintah Thailand memerintahkan lebih banyak penyemprotan karena jumlah penderita demam berdarah tahun ini naik empat kali lipat.
"Tahun yang memprihatinkan untuk demam berdarah di Thailand dan Asia Tenggara," tutur Alongkot Ponlawat, periset senior Armed Forces Research Institute of Medical Sciences (AFRIMS) di Bangkok.
"Kementerian Kesehatan memberi penyuluhan bagi warga Thailand, tapi nasehatnya justru tidak dihiraukan - setelah ada anggota keluarga yang sakit, baru mereka berkata: 'Oh ya, kita harus mengontrolnya'."
Laboratorium AFRIMS kini sudah dapat mengembangbiakkan 20.000 nyamuk betina per minggu untuk kebutuhan riset.
Periset senior lainnya, Louis Lambrechts, kepada DW mengatakan mereka berteori bahwa nyamuk hanya rentan terhadap satu jenis virus dengue, dan ini penting untuk menentukan arah riset.
"Meski ada indikasi bahwa interaksi genetika tertentu terjadi, selama ini belum pernah dipetakan sampai ke kromosom nyamuk. Jadi sekarang kami punya gambaran kasar di bagian mana pada kromosom nyamuk interaksi spesifik itu terjadi," jelas Lambrechts.
Menuju solusi
Kini targetnya adalah memetakan secara lebih lengkap faktor-faktor genetika yang menentukan demam berdarah pada nyamuk. Menurutnya riset ini nantinya dapat membantu peneliti lain menghentikan nyamuk dalam mentransmisi virus.
"Banyak strategi yang berupaya memotong siklus penyakit pada manusia - sebagai contoh melalui pengembangan obat atau vaksin," tambah Lambrechts. "Namun strategi lain berusaha menginterupsi transmisi pada nyamuk. Jadi semoga riset kami berujung pada target baru pada vektor nyamuk."
Namun ini susah terwujud tanpa pengembangbiakan nyamuk anti demam berdarah.
"Sudah ada yang mengembangkan nyamuk transgenik," ungkap Lambrechts. "Dengan merekayasa genetika nyamuk, berdasarkan pengetahuan pertahanan anti-virus pada nyamuk, perekayasaan genetika lebih lanjut dari pertahanan anti-virus ini dapat menghasilkan nyamuk yang tahan infeksi."
Mengingat nyamuk semakin tahan terhadap pestisida, banyak pemerintah yang semakin terbuka terhadap ide-ide kontroversial.
Namun Ponlawat dari AFRIMS menilai penyebaran nyamuk semacam ini baru akan terwujud sepuluh tahun ke depan.
Vaksin lanjutan
Ide lain adalah pengembangan vaksin manusia lanjutan yang tidak hanya mencegah infeksi namun juga membantu nyamuk terbebas dari demam berdarah.
"Nyamuk minum darah manusia. Jadi kalau dikembangkan vaksin pemblokir transmisi dengan memberikan obat kepada manusia, transmisi virus oleh nyamuk dapat terganggu saat mereka menggigit manusia," kata Lambrechts.
Vaksin manusia pertama - yang belum tingkat lanjut - dilaporkan siap rilis tahun 2014.
Sementara di Thailand metode tradisional masih terbukti efektif. Salah satunya campuran air dengan serai yang menarik nyamuk dan membunuh larva begitu ditelurkan ke air.