Satwa Invasif Ikut Menyebar Lewat Jalur Sutra Modern Cina
25 Januari 2019Proyek raksasa yang diluncurkan lima tahun itu diniatkan untuk menghubungkan separuh Bumi dalam satu jalur perdagangan yang saling terkoneksi satu sama lain.
Yiming Li, salah seorang peneliti di Chinese Academy of Science sempat mempertanyakan apakah proyek bernama resmi Belt and Road Initiative ini akan berdampak pada kehidupan satwa amfibi, reptilia, unggas dan mamalia. "Mungkin fokus otoritas Cina saat itu lebih kepada hama dan penyakit di pertanian. Dan satwa invasif bukan isu yang populer," ujarnya kepada AFP.
Li dan sejumlah ilmuwan lain di Cina dan Inggris mengembangkan sebuah model yang mengaitkan berbagai kawasan dengan jalur sutera modern. Pemodelan tersebut berbasis pada nilai perdagangan, iklim dan habitat lokal. Melalui cara itu ilmuwan ingin memprediksi ke mana 816 jenis satwa vertebrata kemungkinan besar akan tumbuh dan berkembang pesat.
Studi yang dipublikasikan di jurnal ilmiah, Current Biology, ini mengidentifikasikan 14 titik panas, di mana spesies invasif berpeluang besar berkembang biak dan menggusur satwa lokal. Dalam peta yang dibuat ilmuwan, titik panas itu tersebar di Vietnam, Filipina, selatan Chile dan Indonesia.
Sementara Aljazair, Nigeria dan Kamerun juga masuk dalam daftar kawasan yang terancam lantaran kondisi iklim yang menguntungkan.
"Apa yang kami sangat khawatirkan adalah enam koridor ekonomi terbesar," yang membentang antara Asia dan Eropa, kata Li. Lantaran volume lalulintas yang tinggi, "ada kemungkinan besar terjadinya invasi dan kondisi lokal menguntungkan pertumbuhan spesies asing. Kami menyebut tempat tempat ini sebagai titik panas satwa invasif."
"Invasi spesies asing terus terjadi di berbagai tempat," kata salah seorang penulis studi, Tim Blackburn, profeson Biologi Invasi di University College London. Eropa misalnya ikut mengekspor tikus ke Amerika Serikat. Di awal abad ke-20, satu jenis jamur dari Asia memusnahkan hutan kastanya Amerika Utara.
"Kali ini akan berbeda, karena dimensinya dan volume perdagangan yang ikut terlibat," kata Blackburn.
Seperti serangga dan jamur, beberapa satwa seperti katak, ular dan burung bisa ikut terbawa truk dan kapal kontainer. Kodok banteng asal Amerika Serikat misalnya saat ini mulai menggusur satwa amfibi di Cina dan tergolong "spesies amfibi paling agresif di seluruh dunia," kata Li.
Di Indonesia Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah mengajukan paket kebijakan guna mengelola risiko satwa invasif tahun 2015 lalu. Kebijakan tersebut tidak hanya menggawangi langkah pemerintah, tetapi juga mendorong pengelolaan informasi, penelitian, edukasi dan pembangunan kapasitas di tingkat lokal.
"Spesies invasif sangat sulit untuk diperangi. Tapi kita bisa mencegahnya. Jika Anda berhasil mencegah invasi satwa, Anda tidak hanya berhemat dana, tetapi juga satwa."
rzn/hp (AFP)