Sebuah TK untuk Pengungsi Suriah
21 Desember 2012Lima hari setiap minggu Mohammed melewati gang-gang kecil Beirut, berjalan kaki menuju sebuah taman kanak-kanak. Ditemani kakak atau ibunya, bocah berusia lima tahun itu akan kemudian menghilang di balik pintu masuk sebuah gedung bertingkat di ujung gang.
Di tingkat pertama gedung di kawasan Sabra inilah TK Amaluna berada. Amaluna berarti Harapan Kita. Di TK itu berkumpul anak-anak pengungsi Suriah, seperti Mohammed, yang belajar membaca, menulis, berhitung dan bahasa Inggris sesuai kurikulum pengajaran Libanon.
Menetap di Sabra
Keluarga Mohammed berasal dari Daraa di Suriah selatan. Ibunya mengungsi membawa kelima anaknya ke negara tetangga ini. Di antara anak-anak lainnya, ada yang berasal dari kota Homs, Damaskus atau propinsi Idlib di Suriah Utara.
Bukan kebetulan, banyak pengungsi Suriah yang menetap di Sabra. Harga sewa rumah di sini jauh lebih murah dari kawasan lain, sehingga terjangkau oleh penduduk Libanon dan Palestina yang berpenghasilan minim.
Tujuh puluh orang anak sekolah di TK Amaluna. Daftar tunggunya masih sangat panjang. Nabila, seorang pekerja sosial Palestina, mulai bekerja di sana sejak pembukaannya November lalu. Ia mengajar tiga kelas.
Nabila sering melihat anak-anak yang duduk bosan tak punya kegiatan karena tak tertampung di sekolah maupun TK manapun. Lembaga-lebaga Libanon dan Badan Bantuan PBB untuk pengungsi Palestina menyediakan sejumlah sekolah dan TK, namun hampir semuanya penuh.
Aktifitas relawan
"Saya pikir, kita harus melakukan sesuatu“, jelas Nabila. „Yang penting“, tambahnya, „taman kanak-kanak ini berada dekat perumahan pengungsi“. Banyak orang tua takut mengirim anak-anaknya ke kawasan kota lain, atau tak mampu membayar biaya perjalanannya.
Maryam juga bekerja di "Amaluna". Mahasiswa 22 tahun jurusan pedagogi atau pendidikan ini berasal dari Idlib. Dia sudah beberapa bulan tinggal di rumah abangnya di Sabra.
Ketika di Idlib, ia masih kuliah di tingkat dua. Di Beirut, ia tak bisa melanjutkan studinya. Bekerja di Taman Kanak-kanak itu memberinya pengalaman praktis. Tambahnya, “Di sini saya juga bisa membantu anak-anak.“
Maryam dan Nabila menghias ruang TK itu dengan cantik. Pintu ke ruang kelas Mohammed diberi motif mobil yang dibuat dari karton dan kertas krep. Dinding-dinding berwarna kuning dan merah jambu ditempeli huruf abjad dan angka beraneka warna.
Kerjasama yang membuahkan hasil
"Amaluna" adalah proyek yang istimewa dan merupakan hasil kerjasama organisasi Palestina, Suriah dan Libanon. Sebagian pegawai dan relawan di TK itu berasal dari Palestina dan Suriah. Organisasi bantuan Palestina, PARD menyediakan ruangannya. Seorang dokter Suriah datang sekali seminggu untuk memberi layanan kesehatan. Sementara sejumlah aktivis Suriah dan Libanon mendirikan yayasan penyandang, mengumpulkan sumbangan dan berusaha menggalang pendanaan jangka panjang.
"Masalah terbesar adalah membangun kepercayaan keluarga-keluarga pengungsi Suriah“, cerita Rami, salah seorang pendiri yayasan. Kecurigaan sangat besar dan banyak pengungsi yang khawatir bahwa kegiatan Rami bersama teman-temannya bertujuan politik dan mewakili sebuah fraksi politik. "Banyak yang saking terintimidasi, sudah ketakutan, bila kami menanyakan namanya.“
Tapi lambat laun, kelompok Rami berhasil mendapatkan kepercayaan pada keluarga pengungsi. Menurut Rami, salah satu faktor terpenting adalah hubungan langsung. „Kami yang mendatangi mereka, berkunjung ke penginapan mereka, berusaha menyediakan apa yang mereka butuhkan.“
"Revolusi di Suriah telah mendorong kami kedalam situasi yang harus melakukan banyak hal, ungkapnya. Seiring proyek TK Amaluna, para aktivis Suriah yang terlibat juga menjalani proses pembelajaran. Bagaimana mendirikan sebuah yayasan, bagaimana menyiapkan anggaran atau menggalang dana. Semua ini hal baru bagi mereka.