Semakin Banyak Perempuan Pakistan Memohon Cerai
27 Mei 2013Bagi Masooma Sara Khan (22), pernikahan datang saat orangtua menjual dirinya seharga 250 Dolar ketika ia masih berusia 11 tahun.
"Pernikahan saya bukan karena perjodohan, juga bukan karena cinta. Saya dijual ke suami saya seperti mainan," ungkap pekerja salon di Peshawar itu. Masooma Khan akhirnya memohon cerai tahun lalu karena kakak iparnya melecehkannya secara seksual. "Bagaimana bisa saya hidup serumah dengan dia? Saya khawatir akan kehormatan saya," jelasnya.
Meski kasusnya masih tertunda, kehidupan Masooma Khan semakin sulit. "Orangtua saya tidak menerima saya di rumah mereka lagi setelah saya meninggalkan suami. Saya mencoba menyewa rumah tapi tidak ada yang mau menyewakan rumah ke seorang perempuan yang hidup sendiri," lirihnya.
Dalam masyarakat konservatif Pashtun, perempuan tidak boleh memohon cerai - sementara lelaki lebih mudah untuk meminta cerai.
Tahun lalu, penyanyi Pashtu terkenal Ghazala Javed ditembak mati oleh suaminya karena memohon cerai setelah mengetahui suaminya itu telah memiliki istri.
Perceraian 'dicemooh'
Angka perceraian naik secara signifikan dalam satu dekade terakhir. Tinjauan atas data Pengadilan Tinggi Peshawar menunjukkan lebih dari 1.000 kasus perceraian tahun lalu, dibandingkan dengan hanya 80 kasus tahun 1998.
Jaamia Darwaish adalah sebuah sekolah Islam yang menjadi tujuan warga mencari nasehat dan sudut pandang Islam mengenai banyak isu. Sekitar 40 persen lelaki dan perempuan yang datang mencari konsultasi terkait perceraian.
Sementara Islam memperbolehkan baik lelaki maupun perempuan untuk memohon cerai, dan secara teori memberi hak yang sama bagi keduanya, dalam praktek kesejahteraan dan hak seorang perempuan dinilai lebih rendah ketimbang lelaki di banyak bagian masyarakat Pakistan.
Tahun 2012, Forum Ekonomi Dunia (WEF) melalui Laporan Global memasukkan Pakistan ke dalam peringkat negara-negara dengan kesenjangan kesetaraan gender terbesar.
Upaya menolong perempuan
Kekerasan dalam pernikahan kerap mendorong perempuan untuk meninggalkan suami mereka. Menurut kelompok pemerhati hak perempuan "Aurat Foundation," lebih dari 8.000 perempuan tewas tahun lalu karena mereka mengeluhkan kekerasan yang dilancarkan suami, atau mereka meminta cerai.
Situasi di kota-kota seperti Karachi dan Lahore berbeda dari wilayah-wilayah konservatif seperti Peshawar dan wilayah yang berbatasan dengan Afghanistan. Perempuan di kota besar memiliki akses lebih mudah terhadap polisi dalam kasus kekerasan, dan lebih banyak berhubungan dengan pengacara dan pengadilan.
Organisasi-organisasi pemerhati hak perempuan menggagas proyek khusus untuk mengatasi tantangan kakunya kebudayaan yang dihadapi perempuan di sejumlah wilayah. Mereka bekerjasama dengan polisi, melatih polisi cara menangani perempuan korban kekerasan rumah tangga, dan bertujuan meningkatkan kesadaran di kalangan pengacara mengenai diskriminasi gender dan kekerasan domestik.