Seperti Apa Tipikal Jerman?
3 Oktober 2013
Tepat waktu , terorganisir dengan baik, sadar lingkungan, tak punya selera humor, pecinta bir dan wisatawan bersandal lengkap dengan kaus kaki: Benarkah ini ciri khas sebagian orang Jerman? Bagaimana rata-rata warga Jerman sehari-harinya? Bagaimana cara hidup, makan, berpikir dan pola konsumsinya?
Sebuah studi yang dilakukan oleh empat penerbit besar Jerman, yakni Axel Springer, Media Group Bauer, Gruner + Jahr dan Hubert Burda Media mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, dengan menawarkan sketsa representatif dari penduduk di negara itu.
Dalam penelitian ini, pembaca tidak akan menemukan informasi tentang bagaimana alas kaki warga Jerman saat liburan. Tapi akan menemukan bahwa bagi warga jerman, kenyamanan berpakaian merupakan hal penting, dengan 31,4 persen responden "benar-benar dan sangat setuju“ dengan karakterisasi itu. Hampir setengah dari penduduk Jerman (45,2 persen) juga tidak mau membayar lebih dari 100 euro atau satu juta empat ratus ribu rupiah untuk sepasang sepatu.
Wawasan untuk pengiklan
Seberapa besarkontibrusi temuan penelitian yang berjudul "Wissen, wie Deutschland lebt" atau “Mengetahui Bagaimana Kehidupan Warga Jerman” itu tetap menjadi pertanyaan terbuka.
Hartmut Krause-Solberg dari Axel Springer mengatakan, "Hasil studi ini sangat cocok bagi pengiklan untuk mencapai kelompok sasaran secara optimal. Itulah tujuan utamanya."
Memang, agen pemasaran dapat menemukan beberapa informasi menarik dalam laporan itu. Sebagai contoh, tampaknya ada perbedaan besar antara sikap dan perilaku. Salah satu yang bisa dilihat misalnya, studi ini menunjukkan bahwa pembeli mobil besar peminum bensin memandang penting isu-isu lingkungan, sebagaimana pandangan orang-orang yang ingin membeli mobil elektrik. Atau orang-orang yang sering menyantap makanan cepat saji memandang penting untuk memelihara kesehatan.Apakah hal itu tidak kontradiktif? Hartmut Krause-Solberg mengatakan itu hanya masalah bagaimana orang mengubah pandangan mereka tentang sesuatu sebelum melakukan tindakan. "Ketika Anda membandingkan perilaku aktual orang -apa yang mereka beli dan gunakan saat ini- maka Anda melihat bahwa itu hampir selalu tertinggal di belakang pandangan mereka," katanya.
Meskipun demikian, dalam penelitian ini, Solberg-Krause melihatnya bukan sebagai cerminan "rata-rata" orang Jerman. Tujuan dari studi ini terletak lebih pada penyampaian informasi tentang sikap dan perilaku antara kelompok-kelompok sosial tertentu.
Jürgen Schupp, seorang peneliti sosial di Institut Jerman untuk Riset Ekonomi (DIW) mencatat tak banyaknya variasi di balik ide dalam melihat sikap rata-rata orang Jerman yang muncul dari penelitian itun - membuat sulitnya karakterisasi. Disebutkannya, "Biasanya Jerman sekarang mengacu pada pluralitas. Sulit menggolongkan orang-orang yang tinggal di Jerman sekarang dalam kelompok sosial tertentu."
Tahun lalu, Schupp memimpin proyek yang disebut Panel Sosial Ekonomi, sebuah survei representatif yang bertujuan untuk menentukan tren sosial di Jerman .
Citra diri
Lalu apa yang orang Jerman pikir tentang diri mereka sendiri ? Studi lain mengungkapkan bahwa 35 persen responden menyebut diri mereka sebagai orang yang masuk dalam kategori "rata-rata orang Jerman". Hampir 36 persen responden lain menjawab bahwa mereka tidak jatuh ke dalam kategori tersebut. Dan sisanya ragu-ragu.
Di antara mereka yang disurvei, 73 persen responden mengatakan bahwa tidak semua orang Jerman jujur, tepat waktu dan teliti sebagaimana yang dicap oleh orang lain.
Sementara untuk konsumsi bir, bertahun-tahun konsumsi untuk minuman itu telah berkurang di Jerman. Dibandingkan dengan negara lain, Jerman masih tertinggal di belakang Republik Ceko dan Austria.
Tertawa versus horor
Penelitian baru-baru ini tak banyak berbicara soal selera humor orang Jerman. Sepuluh tahun yang lalu, Richard Wiseman dari Universitas Hertfordshire meneliti selera humor di berbagai negara. Hasil penelitiannya adalah jika dibandingkan dari peserta negara lain, responden Jerman merasa lelucon yang digunakan dalam studi itu sangat lucu .
Wiseman menekankan, orang Jerman memandang lelucon-lelucon itu secara keseluruhan -termasuk yang baik dan yang buruk- sangat lucu. Bagi dia, itu pertanda bahwa Jerman tidak mengembangkan selera humor, tetapi sebaliknya, tidak pilih-pilih tentang apa yang akan mereka tertawakan .
Sementara itu, para politisi di negara tersebut mencoba untuk memposisikan diri sebagai penghibur yang lucu. Misalnya Wakil Kanselir Jerman Philipp Rösler menceritakan lelucon tentang bosnya, pada awal masa jabatannya: "Boneka Barbie dalam bentuk Angela Merkel kini dipasarkan seharga 300 Euro. Harga boneka Barbie-nya hanya 20 Euro, tapi harga tersebut melonjak gara-gara 40 setelan blazer-nya."
Tampaknya, beruntung sekali bahwa orang Jerman bisa menertawakan apa saja.