Serangan Rasis Trump Taktik Untuk Pemilu 2020?
18 Juli 2019Presiden Donald Trump akhir pekan lalu lewat akun Twitter menyerang empat anggota kongres berlatar belakang migran dan mengatakan, jika mereka tidak senang dengan situasi di AS, sebaiknya mereka "pulang" ke negara asalnya. Tujuan serangannya adalah Ilhan Omar dari Minnesota, Alexandria Ocasio-Cortez dari New York, Rashida Tlaib dari Michigan dan Ayanna Pressley dari Ohio.
DPR AS yang dikuasai kubu Demokrat hari Selasa (16/7) mengeluarkan resolusi mengecam pernyataan itu sebagai "rasis". Beberapa anggota kubu Republik turut mendukung resolusi itu. Tapi Trump tidak berhenti melakukannya. Pada sebuah acara di negara bagian North Carolina (foto artikel), Trump mengatakan kepada pendukungnya, jika ke-empat anggota Kongres tidak menyukai kebijakannya tentang masalah-masalah seperti imigrasi dan pembelaan terhadap membela Israel, mereka sebaiknya pergi dari AS.
"Jadi para perempuan anggota kongres ini, komentar-komentar mereka membantu memicu bangkitnya sayap kiri yang berbahaya dan militan," kata Trump. North Carolina adalah salah satu negara bagian yang dipandang penting dalam pertarungan pada pemilu depan tahun 2020.
Mengusung isu anti migran untuk Pemilu 2020
Ketika Trump menceritakan pernyataan-pernyataan kritis terhadap AS dari masa lalu yang dibuat oleh Ilhan Omar, yang lahir di Somalia dan beremigrasi ke Amerika Serikat sebagai anak-anak - kerumunan massa mulai meneriakkan: "Kirim dia kembali!"
"Malam ini saya punya saran untuk para ekstremis yang dipenuhi kebencian yang terus-menerus mencoba merobohkan negara kita. Mereka tidak pernah memiliki sesuatu yang baik untuk dikatakan. Itulah sebabnya saya berkata: 'Hei, jika mereka tidak suka, biarkan mereka pergi. Biarkan mereka pergi'," kata Trump kepada pendukungyna.
Salah satu sumber yang dekat dengan Trump mengatakan kepada kantor berita Reuters, Trump sedang mempersiapkan pendukungnya untuk pemilu mendatang pada November 2020, agar dia bisa terepilih kembali.
"Dia berusaha menjadikan mereka (empat perempuan anggota kongres) jadi wajah Partai Demokrat mendekati siklus 2020 dan dia berusaha untuk menyoroti mereka sebagai kelompok pinggiran," kata sumber itu.
Taktik jitu?
"Jika rakyat Amerika harus memilih antara skuad migran dan presiden, maka itu membuat keputusan jadi mudah bagi pemilih," kata seorang penasihat.
Taktik menyerang kaum migran, terutama yang berlatar belakang Muslim, nmemang pernah digunakan Trump selama kampanyenya tahun 2016. Lewat Twitter tim kampanyenya menyebarkan video-video patriotik dari kampanye yang dipenuhi dengan gambar-gambar bendera Amerika, dengan slogan: "Amerika - Satu Pasukan di Bawah Tuhan."
Selama kampanye Trump juga menyerukan pembuatan larangan untuk umat Muslim dari beberapa negara memasuki Amerika. Usulannya saat itu mendapat kecaman luas, namun Partai Republik sangat mendukungnya. Kampanye anti migran adalah faktor dalam kemenangannya dalam pemilu presiden yang lalu.
Barry Bennett, salah satu penasehat kampanye Trump tahun 2016 mengatakan, taktik itu memang jitu. Tetapi tidak semua anggota Partai Republik merasa nyaman dengan cara itu.
"Saya kecewa dengan tweet itu," kata Steve Duprey, anggota Komite Nasional Partai Republik dari New Hampshire. "Saya tahu presiden menjadi sasaran banyak serangan.., tetapi dia harus selalu berusaha.. mengambil jalan yang lebih mulia, dalam pandangan saya," katanya.
hp/vlz (afp, rtr, ap)