Sidang Partai Demokrat AS
26 Agustus 2008Harian Prancis Libération menulis:
"Barack Obama suka pada simbolisme. Pidatonya di depan sidang Partai Demokrat hari Kamis mendatang, bertepatan dengan peringatan 45 tahun pidato legendaris Martin Luther King 'I have a dream'. Barack Obama seolah ingin menggarisbahwahi bahwa ia juga punya mimpi. Yaitu, mimpi tentang sebuah Amerika yang kini menuju masa depan yang cerah, setelah melalui delapan tahun pemerintahan Bush yang diwarnai kepahitan dan berbagai cobaan. Tapi, di negara yang dihantui lonjakan harga minyak, yang warganya harus berjuang dan bekerja keras tiap harinya untuk mengatasi masalah finansial, topik ekonomilah yang menjadi topik utama dalam pemilu kali ini. Dan janji untuk membawa perubahan, perubahan historis sekali pun, tidak cukup untuk memenangkan pertarungan yang menurut jajak pendapat hasilnya akan sangat ketat."
Selain menyoroti gerak-gerik calon presiden kubu Demokrat Barack Obama, media internasional juga mengomentari keputusan untuk mengajukan Joseph Biden sebagai calon wakil presiden.
Harian Austria der Standard berpendapat, keputusan ini diambil Obama untuk merebut kembali suara pemilih kubu Demokrat yang konservatif:
"Persaingan intern Partai Demokrat tak kalah penting dengan pertarungan dengan kubu Republik. Pertanyaannya sekarang apakah luka-luka bekas pemilihan awal telah sembuh atau tidak? Ini lebih berlaku bagi para pendukung Hillary Clinton daripada politisi perempuan itu sendiri. Walau begitu, Hillary dan Bill Clinton, dua sosok pemimpin garda lama Partai Demokrat, dapat tetap menggoyahkan sang bintang muda dan pendukungnya yang dimabuk eforia. Biden, yang tergolong anggota kawakan Partai Demokrat, diharapkan membawa poin tambahan bagi rekannya yang masih muda. Biden adalah pemeluk agama Katholik, satu lagi pengaruh positif yang dibawanya bagi kampanye Obama. Biden memang memenuhi sejumlah kriteria untuk menjadi orang nomer dua Obama. Tapi pesan perubahan yang diusung Obama tak dapat dijual dengan wajah Biden."
Harian Swiss Basler Zeitung meluncurkan komentar senada:
"Barack Obama tentu tak melakukan kesalahan dengan memilih Joe Biden sebagai wakil presidennya. Tapi keputusan ini juga tak membawa keuntungan berarti baginya. Akan merupakan sensasi, andai Obama memilih Hillary Clinton, rival terberatnya yang berhasil ia kalahkan dengan susah payah, atau bekas wakil presiden dan peraih hadiah Nobel Al Gore. Berbeda dengan keduanya, Joseph Biden merupakan kaliber yang lebih kecil. Seorang senator berpengalaman, calon yang tidak kontroversial. Tapi, apakah sosok Biden cocok dengen pesan dan stil politik Obama yang katanya bagai angin segar yang berhembus di Washington?"
Sementara, harian Inggris The Times menyebut keputusan Obama untuk memilih Biden sebagai calon wakil presiden sebagai kebijakan yang keliru:
"Obama mengingkari sendiri desakannya untuk melakukan perubahan dan mencari stil politik baru, dengan justru memilih orang dalam Washington sebagai calon wakil presidennya. Karisma Obama di mata pemilih segala partai adalah keterbukaan, visi dan upayanya untuk melampaui pemikiran ras, kelas serta kesalahan politik di masa lalu. Setelah delapan tahun pemerintahan Bush, pesan Obama mengenai perubahan lah yang mendapat sambutan positif rakyat. Tapi, apakah seorang politisi yang 35 tahun duduk dalam kongres Amerika adalah kandidat yang tepat untuk menjunjung pesan ini? Penetapan Joseph Biden sebagai calon wakil presiden adalah ujian pertama untuk membuktikan apakah Obama mampu memilih tim suksesnya - tapi bisa dikata, pilihannya sama sekali tidak sukses." (zer)