Sikap Negara Teluk Terhadap Revolusi Dunia Arab
20 April 2011Biasanya Jerman tidak terlalu mementingkan pertemuan tahunan antara para menteri luar negeri Uni Eropa dan dewan kerjasama negara-negara Teluk. Tetapi kali ini tidak demikian. Alasannya: negara-negara Teluk memegang peranan penting dalam tiga revolusi Arab sekaligus. Yakni di Libya, Bahrain dan Yaman.
Di Libya, pesawat tempur Uni Emirat Arab dan Qatar terlibat dalam pengawasan zona larangan terbang. Qatar dikatakan menyuplai perlengkapan militer kepada kelompok pemberontak, menjual minyak mereka dan menjadi negara Arab pertama yang mengakui pemerintahan kelompok pemberontak Libya. Menurut Christian Koch dari sebuah lembaga penelitian di Dubai, negara-negara Teluk menunjukkan bahwa mereka mampu bertindak. "Disana ada dua negara Teluk yang memimpin, dan khususnya Qatar yang mengambil alih aksi bagi seluruh Timur Tengah dan memilih peran pimpinan. Aksi yang berkaitan dengan NATO di Libya, sebenarnya adalah legitimasi dari pihak Arab."
Negara Teluk melindungi warga Libya dari Gaddafi, tapi di Bahrain mereka melindungi raja dari rakyatnya dengan bantuan lebih dari 1500 tentara Arab Saudi dan Uni Emirat. Gerakan demokrasi kalah. Bahrain bisa disamakan dengan negara polisi. Pakar politik Koch menganggap reaksi para pemimpin di Bahrain tidak hanya sebagai usaha untuk mempertahankan kekuasaan. "Bahrain menjadi masalah, setelah lebih banyak kelompok ekstrim di kalangan Syiah yang mengajukan tuntutan. Ini tidak diterima oleh keluarga kerajaan. Dan jika situasi semakin tidak stabil dan sistem politik runtuh, maka pintu bagi Iran akan terbuka untuk mencampuri urusan regional di kawasan tersebut."
Sebaliknya di Yaman, negara Teluk tidak berhasil. Usaha mediasi dengan tujuan meyakinkan presiden Yaman tidak membuahkan hasil. Mungkin karena Arab Saudi masih selalu melindungi sang presiden. Pertentangan pendapat tentang hal ini terjadi di kawasan Teluk.
Namun di wilayah Arab, negara-negara Teluk tetap memiliki pengaruh besar dalam dunia diplomatik. Antara lain karena monarki masih menikmati legitimasi besar dan mereka bersikeras untuk mencapai kepentingan mereka walau pun harus menentang sekutu terdekat, Amerika Serikat. Tujuan terpenting adalah stabilitas dan untuk itu mereka mengeluarkan milyaran Dolar tambahan sebagai subsidi bagi rakyatnya. Tetapi menurut Koch, ini pemikiran pendek dan tidak cerdas. "Ada masalah besar di bidang lapangan kerja, pembagian sumber keuangan dan korupsi. Masalah ini tidak teratasi hanya dengan mengucurkan banyak uang dan berharap bahwa masalah ini selesai begitu saja."
Dalam beberapa hari terakhir, empat pejuang HAM di Uni Emirat Arab ditangkap. Siapa yang menuntut demokrasi di Libya bisa mengandalkan dukungan dari kawasan Teluk. Tetapi, siapa yang menuntut demokrasi di negara-negara Teluk, seperti di Bahrain atau Uni Emirat Arab, maka ia terancam hukuman penjara atau pukulan polisi.
Carsten Kühntopp/Vidi Legowo-Zipperer
Editor: Hendra Pasuhuk