Sindiran Politik Di Mesir
8 Januari 2013Diktator Husni Mubarak yang digulingkan pernah jadi bahan sindiran ketika masih berkuasa. Walaupun lelucon politik dulu hanya diceritakan di kalangan terbatas, banyak orang kenal lelucon itu. Tapi orang takut kena hukuman. Ini membuat mereka jadi kreatif. Untuk menghindari penyebutan nama Mubarak, mereka menyebutnya ”sapi yang tertawa”. Setelah terjadi revolusi di Mesir, ketakutan hilang. Sekarang, humor politik bisa ditemukan dimana-mana. Di media, di situs internet, di jaringan sosial dan plakat-plakat dalam aksi demonstrasi.
Morsi dan Satir
Orang Mesir dikenal sebagai orang yang senang humor dan bisa menertawakan diri sendiri. Bagi segala situasi mereka menemukan lelucon yang pas. Juga ketika beraksi di lapangan Tahrir, mereka tidak kehilangan rasa humor. Ada yang membawa plakat dengan slogan: ”Mubarak, pergilah! Istriku sedang hamil. Anak itu tidak mau keluar, selama kau masih jadi presiden.”
Juga presiden yang baru tidak lepas dari kritik. Mohamed Morsi sekarang jadi motif populer untuk para karikaturis dan pembuat satir. Mereka mengeritik politik Morsi yang membawa nama agama dan pengaruh besar kelompok Ikhwanul Muslimin dalam keputusan politik dan ekonomi. Pembawa satir sudah membuat sindiran tentang Morsi sejak ia mencalonkan diri jadi presiden. Ketika Morsi pertama kalinya berpidato dalam kampanye pemilu, sudah muncul lelucon di media: ”Kalau saja Morsi mengerti apa yang ia janjikan dalam pemilu, ia akan memilih saingannya Shafiq.”
Di jejaring sosial Facebokk bisa dibaca lelucon berikut: Setelah 100 hari menjabat, sang presiden kembali berpidato kepada rakyat. Morsi mengeluh tentang situasi ekonomi yang buruk dan mengatakan: ”Ya Tuhan, sejak saya memerintah, tidak satu sen pun mengalir ke kantung saya.” Rakyatpun menjawab: ”Tuan Presiden, kami juga sama saja.”
Beberapa pembawa satir menjuluki Morsi sebagai Firaun baru, karena ia berusaha menguasai segala bidang kekuasaaan. Bukan sebutan menyenangkan, karena Mubarak juga dulu disebut sebagai Firaun. Selain itu, Morsi dianggap sebagai boneka kelompok Ikhwanul Muslimin. Di jalan orang menceritakan lelucon seperti ini: Seseorang bertanya pada temannya: ”Kamu sudah dengar, Firaun bangkit kembali?” Temannya menjawab: ”Oh, maksudmu Firaun yang dituntun hidungnya oleh kelompok Salafi?”
Pengaruh Agama Jadi Motif Satir
Karena kuatir, isu agama akan mendominasi kehidupan sehari-hari, orang Mesir menghadapinya dengan lelucon. Misalnya: Iklan mencari pegawai dari sebuah stasiun televisi pemerintah: Dicari moderator wanita berusia 20 tahun, dengan pengalaman sedikitnya 21 tahun memakai jilbab.
Dalam pesan lain di Facebook bisa dibaca: Di sebuah jalan besar dari Alexandria ke Kairo seorang lelaki dihentikan polisi karena mengendarai mobil terlalu cepat. Seperti biasa dia menunjukkan SIM dan bertanya, berapa tinggi dendanya. Sang polisi tertawa dan menjawab: ”Denda uang itu masa lalu. Itu ada pada masa Mubarak“. Si pengendara mobil lalu bertanya: "Bagaimana sanksi yang ditetapkan Morsi?” ”Cukup kamu baca satu ayat saja, kesalahanmu akan diampuni Tuhan”, jawab sang polisi.
Pengaruh Ikhwanul Muslimin dan para pemimpinnya yang disebut Murshid memang jadi bahan sindiran. Sebuah film kartun memperlihatkan Morsi sedang membaca secarik kertas dan menghafal isinya. ”Sebelum saya bicara ngawur dan membuat para Murshid marah, lebih baik saya hafal saja teksnya.”
Humor Politik Di Mesir Saat Ini
Bagi para pendukungnya, Morsi tidak hanya merupakan pimpinan politik, melainkan juga pimpinan agama. Mereka mengecam para pengeritik Morsi sebagai penghina agama. Beberapa karikaturis, satiris, jurnalis dan artis digugat ke pengadilan. Menurut laporan media, kejaksaan baru-baru ini melakukan pengusutan terhadap pembaca acara televisi populer Bassem Jusuf. Ia dituduh pernah menyatakan dalam sebuah siarannya, bahwa Morsi ingin menegakkan sistem diktatur. Seorang pengacara dari kubu Islamis, yang menganggap lelucon sang pembawa acara sebagai penghinaan, mengajukan gugatan ke pengadilan. Beberapa bulan lalu, aktor Adel Imam juga digugat karena dalam film-film dan adegan teater ia mengeritik radikalisme dalam Islam. Dakwaannya: pelecehan agama.
Warga Mesir tadinya berharap, revolusi Arab akan membawa perubahan politik. Mereka yakin telah mendapat kebebasan. Namun sekarang banyak yang kuatir, sistem diktatur Mubarak kini akan digantikan oleh sistem diktatur agama. Tapi warga Mesir tidak kehilangan rasa humornya.